TEMPO Interaktif, Jakarta - Boleh dibilang, alam selalu menjadi inspirasi sebuah karya seni yang tak pernah habis digali. Keindahan, kerusakan, atau bencana alam yang terjadi tetap bisa mengilhami sejumlah orang untuk berkreasi. Itulah yang disuguhkan dalam pameran bersama sejumlah perupa bertajuk Life is Amazing--dalam terjemahan bebasnya diartikan “Hidup Itu Mengagumkan”.
Pameran bersama itu menghadirkan tujuh perupa dari berbagai daerah di Indonesia, antara lain Semarang, Yogyakarta, dan Bali. Mereka adalah Endro, Galung Wiratmaja, Harry Cahaya, Pasek Kusumawijaya, Putut Wahyu Widodo, Widhi Kertya Semadi, dan Y. Indra Wahyu. Pameran yang digelar di Green Artspace, Cipete, Jakarta Selatan, itu berlangsung hingga 22 Februari ini.
Life is Amazing diangkat sebagai tema dalam pameran itu dengan tujuan menggali kembali nilai-nilai tentang hubungan manusia dengan alam, yang mungkin selama ini telah dilupakan. Karya-karya dalam pameran itu diharapkan dapat memberikan ruang penghayatan mendalam dari realitas yang ditampilkan, sehingga dapat menggugah pengalaman subyektif yang bersifat estetis bagi khalayak pengunjung pameran.
Simak karya berjudul Delightful Moment. Karya Endro ini melambangkan keindahan alam dalam merahnya bunga-bunga dan merdunya kicauan burung. Fragmen ini disajikan dengan teknik sapuan kuas yang kabur, melambangkan sebuah kefanaan duniawi, termasuk keindahannya. Ada sentuhan tetesan air di keseluruhan kanvas yang membuat lukisan ini bernuansa tiga dimensi. Masih dalam konsep yang sama, Endro membuat karya lainnya bertajuk Forever by Your Side.
Perupa Galung Wiratmaja lebih berfokus pada komposisi abstrak. Ia bicara melalui degradasi cat hijau, bermain di tingkat kecerahan warna. Ada tiga botol berisi cairan hijau muda yang dituangkan ke permukaan yang hijau pekat. Dua cairan itu tak menyatu, seakan mencoba mengawinkan kebiasaan manusia modern yang ingin serba instan berseberangan dengan proses alami yang umumnya memakan waktu. Karena itu, karya ini dinamai Instant Green.
Tumbuhan hijau menginspirasi dua karya Harry Cahaya. Karya berjudul Black Adulsa dan Ambivalent Mass menggambarkan bunga dengan daun-daun hijaunya. Di pinggiran kanvas berlumuran cat hitam yang seolah tumpah menetes. Menurut kurator pameran I Wayan Seriyoga Parta, dalam karyanya yang sangat biasa, Harry berusaha menyampaikan tiga siklus kehidupan: lahir-hidup-mati.
Yang agak berbeda mungkin dua karya Pasek Kusumawijaya berjudul Wow Amazing dan Hanya Tinggal Kenangan. Boleh dibilang, dua karya Pasek itu yang konsisten dengan tema pameran secara langsung. Ia menggambar dua balita yang tengah menatap kota besar dari atap gedung tinggi. Keduanya memegang gambar, salah satu anak merindukan hijaunya bumi di antara tingginya gedung pencakar langit. Dua karya Y. Indra Wahyu juga menampilkan sosok bocah di antara sapuan abstrak. Hanya subyek itu terlihat bersukacita.
Dua karya Putut Wahyu Widodo dengan campuran digital lebih berseberangan. Ia lebih memilih melihat bumi “after amazing”. Mungkin saja kerusakan alam akibat manusia juga merupakan sesuatu yang “amazing” baginya. Dalam karya bertajuk Red Alert dan Berita Cuaca #1, subyek kedua lukisan itu adalah seorang pria dengan masker wajah.
Lalu ada satu karya dari Widhi Kertya Semadi berjudul Terima Kasih Untukmu. Nomor ini satu-satunya yang tampil berbeda dengan penggunaan media bahan vinil berpermukaan bolong-bolong, yang merekat di atas tripleks. Bolongan itu menciptakan gambar abstrak wajah manusia.
Belasan karya yang ditampilkan dalam pameran tersebut cukup menarik. Beberapa perupa yang berpameran telah memiliki penghargaan, seperti Putut Wahyu Widodo yang meraih juara pertama dalam Poster Competition National Grade oleh Limpad Associate.
Pasek Kusumawijaya juga pernah meraih Sketsa Terbaik tingkat Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar, Bali. Perupa Y. Indra Wahyu pun memenangi Pewarnaan Terbaik skala Institut Seni Indonesia Yogyakarta, dan Widhi Kertya Semadi yang menjadi nomine dalam Tujuh Bintang Art Award 2009.
AGUSLIA HIDAYAH