Di antara para perupa itu antara lain adalah Aan Arief, Abdi Setiawan, Dadi Setiadi, Decky Leos, Lenny Ratnasari, Mufi Mubarok dan Wilman Syahnur. Para seniman peserta pameran diberi kebebesan menampilkan karya mereka sesuai dengan keahlian masing-masing.
Kurator pameran Rain Rosidi mengatakan gagasan pameran ini adalah untuk memberikan ruang yang lebih luas untuk menikmati karya seni dari para perupa sekaligus ikut memaknainya. Penonton pameran adalah konsumen hasil karya dan produsen pembacaan atas makna karya. “Publik memiliki otoritas untuk menilai,” kata dia di sela pembukaan pameran, Sabtu (29/1) malam.
Speak of, kata Ali Elminant, kurator yang lain, berniat menyampaikan secara langsung karya seni yang dibuat perupa pada publik. Biarlah publik sendiri yang memaknai, demikian dia menjelaskan lebih lanjut. “Berbeda dengan speak for yang berarti ada unsur keterwakilan,” kata dia, “Speak of adalah berarti langsung menyampaikan.”
Ada tiga tahap bagaimana sebuah karya seni sampai pada publik. Yang pertama, proses produksi oleh perupanya dan berlanjut ke tahap dua, yakni mediasi. Tahap mediasi ini bisa dilakukan di galeri, acara dan kuratorial. Berikutnya, berdasar kurasi itu karya seni sampai pada tahap ketiga, dinikmati publik.
Sayangnya, dalam proses mediasi ini kerap kali sebuah karya seni terdistorsi maknanya. Padahal publik menjadikan referensi dari tahap proses mediasi itu untuk memaknai karya seni. “Melalui pameran ini, proses mediasi ini yang hendak diabaikan,” kata dia, “Biarkan publik menilainya sendiri.”
Lantas, kenapa masih ada kurator dalam pameran kali ini? Sri Krisnanto, seorang kurator lain dalam pameran itu menjelaskan, bahwa kurasi ini hanya bersifat sementara. Selama dua hari mendatang, pada tanggal 31 Januari dan 1 Februari nanti, mereka akan menggelar forum diskusi. Masing-masing diskusi, akan dihadirkan 10 orang dari berbagai kalangan, semisal mahasiswa, akademisi, politisi, jurnalis hingga lembaga non pemerintah.
Secara dialogis, lanjut dia, mereka akan diminta memaknai sebuah karya seni yang ditampilkan. “Sebuah karya seni tidak berhenti di dinding pameran saja,” kata dia, “Mereka akan diminta menafsirkannya.” Hasil pemaknaan mereka itulah yang akan menjadi kurasi dari karya yang dipamerkan dan akan dibukukan.
ANANG ZAKARIA