Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dari Sepotong Sejarah yang Kelam  

image-gnews
2 or 3 things I Know about Him
2 or 3 things I Know about Him
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - “Saya mencari informasi dari cerita kawan satu sel ayah waktu di penjara dulu. Katanya, ayah dan beberapa orang lainnya dibawa ke sebuah hutan di bawah pohon kelapa, lalu tiba-tiba ada bunyi berondongan senjata. Kata tentara, mereka lagi bunuh monyet-monyet”.

 

Wajah tua Sri Muhayati tampak tegar meski dari sorot matanya tersirat kegalauan hatinya. Pada 2000, hanya bersumber pada pohon kelapa besar yang tumbuh di tengah hutan di kawasan Wonosobo, Jawa Tengah, Sri meminta bantuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk melacak kuburan ayahnya bernama Muhadi.

 

Ayahnya, menurut kabar yang beredar, diduga sebagai salah satu pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dibunuh massal pada 1965. Sri tentunya tak berharap banyak dapat menemukan tulang-belulang jasad ayahnya secara utuh. “Ketemu secuil saja saya sudah bahagia,” ujarnya lirih.

 

Kegigihan Sri itu terekam dalam sebuah film dokumenter berjudul Mass Grave, Digging Up The Cruelties (An Indonesia's Forgotten Barbarism). Film berdurasi 26 menit karya Lexy Junior Rambadetta itu diputar di Gothe-Institut Jakarta oleh In-Docs, lembaga nirlaba yang aktif dalam pengembangan film dokumenter di Indonesia, pada Selasa petang lalu.

 

Mass Grave, yang dibuat pada 2001, memperlihatkan peristiwa pemakamam kembali puluhan korban pembunuhan massal sepanjang 1965. Ketika kuburan massal itu dibongkar, tim forensik menduga ada sebanyak 21 orang yang mati ditembak. Di lokasi itu ditemukan potongan peluru, lencana, dan cincin

 

Dalam film dikisahkan, tujuan penggalian itu dilakukan oleh keluarga agar jasad para korban dapat dikebumikan dengan layak. Namun, ternyata niat itu mendapat hambatan keras dalam pelaksanaannya. Warga setempat terang-terangan menolak keras. Sejumlah spanduk yang menolak sisa-sisa jasad itu digali dibentangkan di sana. “Karena ini bukan daerah PKI,” kata seorang pejabat berpakaian batik pada Sri.

 

Meski berdurasi pendek, Mass Grave tampil padat dengan banyak narasumber, seperti Sastrawan Pramoedya Ananta Toer, Sosiolog Arif Budiman, Mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, dan Sulami – seorang nenek salah satu korban yang masih hidup dan pernah dihukum 20 tahun penjara oleh rezim Soeharto. “Saya pikir tak akan pernah hidup lagi. Dan sekarang saya hidup, ini kesempatan membongkar kejahatan yang tidak ada tangannya ini,” tutur Sulami seraya menangis.

 

Semasa hidup, almarhum Gus Dur yang pernah mengajak masyarakat melupakan luka lama tentang PKI pun ditentang habis. “Sejarah kita ini gelap. Kesalahan politik oleh Orde Baru dilimpahkan sepenuhnya pada PKI,” ujar Gus Dur.

 

Sastrawan Pramoedya Ananta Toer, yang juga kena imbas gempa politik 1965, menilai bahwa pembunuhan itu sebagai yang terbesar di abad ini. “Orde Baru dibangun bekerjasama dengan negara lain dan sayap Angkatan Darat, yakni Soeharto. Agar mudah untuk memerintah adalah membunuh,” kata Pram dalam film tersebut.

 

Selain Mass Grave karya sutradara Indonesia, dalam acara screenDocs Reguler itu juga diputar film dokumenter arahan sutrdara Jerman Malte Ludin. Bertajuk 2 or 3 things I Know about Him, film berdurasi 85 menit itu berkisah tentang perasaan keluarga anggota Nazi, Hanns Elard Ludin. Dalam sejarah Nazi, Ludin dikenal sebagai pejabat militer yang setia pada pemimpin tertinggi Nazi: Adolf Hitler. Ia juga yang membuat skenario pembantaian orang-orang Yahudi dan keturunannya, yang disekap di ruang gas beracun.

 

Yang menarik, sutradara pembuat film ini, Malte Ludin, adalah anak kandung Hans Elard Ludin. Ia mewawancarai seluruh saudara kandungnya tentang perasaan mereka menghadapi kenyataan bahwa sang ayah adalah seorang Nazi yang keji. “Saya membuat film ini setelah ibu saya meninggal. Kalau tidak saya tidak berani,” ujarnya.

 

Selain mewawancarai, sutradara Ludin juga membeberkan surat-surat rahasia negara kala itu, perihal tugas pembantaian dan surat putusan pengadilan terhadap hukuman gantung yang dijatuhkan pada ayahnya sendiri.

 

Usai kematian Ludin, persemayamannya memang tidak pernah dipublikasikan. Namun, dalam film ini diperlihatkan di sebuah pemakaman usang Bratislava, Slovakia, bersemayam seonggok makam bernisan sebatang kayu, di bawah salib tertulis inisal H.E.L.

 

Dalam diskusi singkat seusai pemutaran film, sastrawan dan mantan tahanan politik, Putu Oka, menilai bahwa kedua negara ini memang memiliki sejarah yang sama-sama kelam. “Bedanya, permasalahan Nazi telah usai, namun persoalan yang ditinggalkan Orde Baru belum kelar,” katanya. “Negeri ini belum jernih melihat sejarah.”

 

Menurut Oka, dokumentasi juga menjadi kendala penuntasan masalah ini. “Di Jerman, tiap orang punya dokumentasi sendiri, yang menjadi jejak mereka, di Indonesia tidak. Bahkan hingga kini penjara Bukit Duri saja fotonya tidak ada,” ujarnya.

 

 

AGUSLIA HIDAYAH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mira W Puas Dengan Arini Besutan Ismail Basbeth

4 April 2018

Poster film Arini. twitter.com
Mira W Puas Dengan Arini Besutan Ismail Basbeth

Film Arini mampu menerjemahkan kisah dalam novel dengan baik dalam konteks kekinian


Film Indonesia Diputar di Busan International Film Festival 2017

17 Oktober 2017

Sumber: Dokumentasi pribadi
Film Indonesia Diputar di Busan International Film Festival 2017

Film Ismail Basbeth ini diputar perdana pada A Window on Asian Cinema. Memperkenalkan film-film pilihan dari Most Talented Asian Filmmaker of The Year


Garap Film Posesif, Sutradara Edwin: Tak Korbankan Idealisme

13 Oktober 2017

Sutradara Edwin, penulis naskah Gina S. Noer, Adipati Dolken, Putri Marino, duo produser Muhammad Zaidy dan Meiske Taurisia, yang membuat film Posesif saat di Bandung, 24 Januari 2017. TEMPO/ANWAR SISWADI
Garap Film Posesif, Sutradara Edwin: Tak Korbankan Idealisme

Menggarap film Posesif, menurut Edwin, sama sekali tidak mengorbankan idealismenya sebagai sutradara film selama ini.


Star Wars: The Last Jedi, Ungkap Siapa Jedi yang Terakhir

9 Oktober 2017

Figur dari film Star Wars dihadirkan dalam New York Comic Con di New York City, AS, 5 Oktober 2017. REUTERS
Star Wars: The Last Jedi, Ungkap Siapa Jedi yang Terakhir

Lucasfilm telah secara resmi mengumumkan bahwa trailer film Star Wars: The Last Jedi akan tayang pada hari Selasa, 10 Oktober 2017.


Di Pemutaran Film ini, Pria Kulit Putih Bayar Tiket Lebih Mahal

22 September 2017

Seorang pria melihat poster film lama di sebuah bioskop yang tidak terpakai di Al-Ahram, Tripoli, Lebanon, 5 Juli 2017. Kini Qassem Istanbouli mendapatkan dukungan finansial dari kementerian kebudayaan Lebanon, sebuah LSM Belanda dan Amerika Serikat untuk membangun mimpinya. REUTERS/Ali Hashisho
Di Pemutaran Film ini, Pria Kulit Putih Bayar Tiket Lebih Mahal

Shiraz Higgins ingin bicara soal adanya ketakadilan
pendapatan antara perempuan dan laki-laki di Kanada


Joko Anwar Gandeng Dua Seniman Main Film Pengabdi Setan  

22 September 2017

Poster film Pengabdi Setan. imdb.com
Joko Anwar Gandeng Dua Seniman Main Film Pengabdi Setan  

Di film Pengabdi Setan, Joko Anwar membutuhkan ada pemain
yang bisa menerjemahkan cerita melalui gestur. Ia melibatkan
dua seniman di Pengabdi Setan


Gerbang Neraka, Film Horor Dengan Format Berbeda

15 September 2017

Pemeran Film Gerbang Neraka Julie Estelle (kiri), Reza Rahadian (tengah) dan Dwi Sasono (kanan) berfoto bersama saat menghadiri peluncuran film Gerbang Neraka di Jakarta, 13 September 2017. Film Gerbang Neraka akan dirilis secara serentak di seluruh bioskop pada 20 September mendatang. ANTARA FOTO
Gerbang Neraka, Film Horor Dengan Format Berbeda

Film Gerbang Neraka digadang sebagai film horor yang dikemas
lain dari gaya film horor sebelumnya


Jay Subyakto Didemo Warga Keturunan Wandan Terkait Film Banda

31 Juli 2017

Ratusan warga keturunan asli Banda melakukan unjuk rasa, di halaman Gong Perdamaian Ambon, 31 Juli 2017. Aksi tersebut dilakukan menyusul pernyataan sutradara Film Banda The Dark Forgotten Trail, Jay Subiyakto yang dianggap menyudutkan warga asli Banda dalam promosi filmya. Foto: Rere Khairiyah
Jay Subyakto Didemo Warga Keturunan Wandan Terkait Film Banda

Ratusan warga mendesak DPRD untuk menunda penayangan film Banda yang disutradari Jay Subyakto.


Harry Styles dan Pangeran Harry Ramaikan Premier Film Dunkirk

15 Juli 2017

Harry Styles berakting di film Dunkirk. DAILYMAIL
Harry Styles dan Pangeran Harry Ramaikan Premier Film Dunkirk

Harry Styles mendampingi Pangeran Harry di karpet merah premier film Dunkrik karya Christopher Nolan.


Lebanon Akan Boikot Wonder Woman karena Diperankan Aktris Israel

31 Mei 2017

Aktris Gal Gadot memerankan perannya saat syuting film terbarunya, Wonder Woman. Film ini menceritakan sosok Diana, putri cantik asal Amazon yang dilatih guna menjadi ksatria tak terkalahkan, Wonder Woman. AP Photo
Lebanon Akan Boikot Wonder Woman karena Diperankan Aktris Israel

Aktris Israel, Gal Gadot yang jadi Wonder Woman disebut-sebut menjadi anggota militer Israel.