TEMPO Interaktif, Yogyakarta – Sebanyak 26 perupa yang tergabung dalam kelompok Persatuan Paguyuban menggelar pameran bersama. Bertema “Re-Gold, puluhan karya mereka dipajang 8 hari di Taman Budaya Yogyakarta, dari 26 Januari hingga 2 Februari 2011.
Diantara para perupa itu adalah AL. Sulistyo Pambudi, B.Gunawan, Budi Ubrux, Budiyonaf, Darma Budi, Ekwan dan Faried Nur Asyrof. “Regold adalah perjalanan sebuah bangsa,” kata Yuli Kodo, seorang perupa Persatuan Paguyuban saat didapuk memberikan sambutan pembukaan pameran, Rabu (26/1) malam kemarin.
Yuli juga turut memamerkan karyanya dalam pameran itu. Perupa alumnus SMSR Yogyakarta itu melukis lima prajurit keraton berjudul “Dalam Kriyan”. Dilukis di atas kanvas berukuran 180 X 140 sentimeter dengan menggunakan cat minyak, kelima prajurit tampak lesu tak bersemangat. Busur panah dan bedil mereka istirahatkan dalam dekapan tangan.
Slamet Sugiono, perupa yang lain, memamerkan karyanya berjudul Play Chess. Dilukis di atas kanvas berukuran 140 X 200 sentimeter, Slamet menampilkan jerapah dan gajah bermain catur. Di tengah mereka, seekor singa duduk sebagai penonton. Sementara di belakang jerapah, terdapat seekor tikus berdiri menonton dengan tangan mencoba menggapai.
Yuli Kodo menjelaskan, pameran itu terilhami kebesaran nusantara masa silam. Berasal dari dua kata, Nusa dan Antara, Nusantara telah kesohor sejak lama di seantero dunia. Karena kejayaan dan kebesaran namanya itu, tak sedikit bangsa di belahan dunia lain iri hati. Dan, mereka pun mencoba masuk ke Nusatara. “Disinilah terjadi proses persilangan budaya,” kata dia.
Namun itu dulu. Sebaliknya kini, di saat bangsa Nusantara –yang kini menamakan dirinya dengan Indonesia- mengkalim dirinya sebagai bangsa yang demokratis, kebesaran itu tak pernah lagi disandangnya. Ya, kejayaan itu luntur.
Pudarnya kejayaan itu terasa dalam lukisan karya Sinik berjudul “Kabar Dari Jakarta”. Berukuran 190 X 140 sentimeter di atas kanvas, lukisan itu menggambarkan seorang perempuan tua duduk bersimpuh. Tanganya menengadah menandakan seorang pengemis. Baju putihnya kumal dengan karung tergeletak di sampingnya.
Model gambar itu dibentuk menyerupai perangko lengkap dengan potongan stempel di sudut atas kiri. 100 INDONESIA, demikian kalimat yang tertulis di bawah gambar. Perangko itu diberi judul “aku meminta maka aku ada”.
Kelompok Persatuan Paguyuban dibentuk pada 2009. Tujuannya mewadahi kreatifitas para seniman yang berdedikasi dalam seni tanpa membatasi dengan perbedaan individu. Selama tiga tahun ini, mereka telah menggelar pameran bersama sebanyak tiga kali. Pameran pertama bertema “Persatuan Paguyuban” yang akhirnya menjadi nama kelompok mereka dan yang kedua bertema “Presiden Preseden”. Adapun yang ketiga bertema “Matahari”. “Dan ini pameran yang keempat kali mereka,” kata AA. Nurjaman, penulis katalog pameran mereka, dalam sambutan pembukaan pameran.
Dia mengatakan, betapa luas kekayaan nusantara. Andai kini banyak orang menghabiskan belasan tahun untuk bersekolah, tentu semua buku tak kan memuat untuk menuliskannya. Dalam pameran kali ini, dia melihat, ada upaya para perupa itu kembali menggali kekayaan bangsa yang dulu dikenal digdaya ini. “Mereka telah mencapai kesadaran berbangsa,” kata dia menilai.
ANANG ZAKARIA