Di hadapan penonton yang memenuhi ruang pertunjukan Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis(20/1) lalu, pria bernama asli Dominique Anè itu menyuguhkan tak kurang dari 20 lagu ciptaannya. Seperti judul konsernya, La Musique, sebagian besar lagu yang ditampilkan diambil dari album terakhirnya La Musique, di antaranya Le Sens, La fin d’un monde, Je suis parti avec toi,La Musique, Les garcons perdus, dan Hotel Congress.
Bagi penikmat musik tanah air, nama Dominique mungkin masih terdengar asing. Tapi di negara asalnya, lelaki kelahiran Provins, Seine-et-Marne 6 Oktober 1968 itu dikenal sebagai musisi yang berani menentang arus industri musik yang berkembang di sana. Album La Musique bisa dibilang sebagai bentuk perlawanannya terhadap genre musik folk yang kini banyak mempengaruhi musisi-musisi Prancis.
Dominique merupakan salah seorang penggebrak aliran baru di Prancis pada awal 1990-an. Semasa remaja dia mengembangkan bakatnya dibidang musik dan sastra. Tak heran bila lagu-lagu yang dihasilkan selalu dihiasi dengan lirik-lirik yang menyentuh. Entah dalam balutan aliran musik pop, punk, hingga aliran romantisme new wave.
Dominique mulai terjun di bidang musik secara profesional pada 1990-an. Dengan mengusung “musik Prancis” yakni teks lagu lebih terdengar litere ketimbang musikal, dia memproduksi sendiri album perdananya Un disque sourd (1991). Namanya makin berkibar setelah meluncukran album kedua, Lithium.Salah satu lagu dalam album tersebut, Le Courage des oiseaux menjadi hit besar di aliran musik underground. Pada 1995, ia kembali meraih kesuksesan lewat lagunya Le Twenty-two bar, sebuah single dari album La Mèmoire neuve. Dominique yang banyak dipuji kritikus, beberapa kali bekerja sama dengan musisi lain, seperti Miossec dan Yan Tiersen.
Album Le Musique yang dibuat pada 2009 merupakan jawaban atas reaksi penikmat musik yang sangat bagus pada albumnya L’Horizon. Album yang direkam di studio portabel di kediamannya itu sekaligus sebagai bentuk penolakanya terhadap musik folk yang sedang tren di Prancis. Seperti album pertamanya, lagu-lagu dalam album La Musique terdengan sangat elektrik.
Dominique datang ke Indonesia atas undangan Pusat Kebudayaan Prancis (CCF) Jakarta. Dengan kepiawaiannya mampu memadukan keindahan suara petikan gitar dengan efek suara musik digital. Di atas panggung, dia tak cuma bermain-main dengan gitar fender telecaster berwarna krem miliknya. Kakinya juga sibuk ‘menari’ menekan seperangkat instrumen audio digital yang diletakan di lantai. Dominique membawa dua sound portable berukuran 15 inci ke atas panggung. Masing-masing untuk gitar dan instrumen digital penghasil suara synthesizer yang menjadi ciri khas lagu-lagunya.
Dia juga tak terpaku pada satu mik (pengeras suara), tapi berpindah-pindah di dua mik, satu menghadap penonton, satu lagi diposisikan menyamping di bagian kiri panggung. Mik di sisi kiri itu dilengkapi dengan instrumen khusus yang mampu merekam dan menghasilkan efek suara latar hasil rekaman suara Dominique sendiri yang ditunda beberapa menit.
Dominique memulai pertunjukannya dengan alunan melodi yang sangat kental. Sambil berolah vokal, dia sibuk meramu suara latar untuk melengkapi suara gitarnya, dengan terlebih dahulu merekam rythem dan tempo pada lagunya. Setelah itu dia menambah melodi dalam satu birama ketukan yang tersusun sempurna sehingga menghasilkan sebuah lagu dengan background suara yang harmonis. Dominique yang tampil solo di atas panggung mampu menyuguhkan sebuah konser musik layaknya pertunjukan grup band, lengkap dengan para penyanyi latar. Meskipun mengaku tak bisa, Dominique selalu berusaha berkomunikasi dengan penonton dengan bahasa Indonesia di setiap pergantian lagunya. “Sebentar, saya haus,” katanya setelah beristirahat beberapa menit ke belakang panggung.
Kecanggihan teknologi juga membebaskannya bereksplorasi. Peralatan audio digital yang mampu secara langsung menyuguhkan hasil rekaman permainan gitar beberapa menit sebelumnya membuat Dominique tak harus sibuk membetot gitar. Tangannya bebas bergerak, ke samping atau ke atas sambil menjentikan jari sesuai irama lagu. Sajian koreografi yang asyik ditonton. Dominique mengajak penonton berkelana, baik melalui gerak tubuh, musik yang kaya warna-kadang cepat kadang lambat, kadang ritmis kadang melankolis. Sebuah sajian musik solo yang meriah. “Terima kasih, selamat tidur,” kata Dominique menutup pertunjukannya.
NUNUY NURHAYATI
DISKOGRAFI:
-- Le disque sourd (1991)
-- La Fossette (1992)
-- Si Je Connais Harry (1993)
-- La Mèmoire Neuve ( 1995)
-- Remuè (1999)
-- Augri (2001)
-- Tout Sera Comme Avant (2004)
-- L’Horizon (2006)
-- Sur nos forces motrices (2007)
-- La Musique (2009).