Beberapa kelompok hak asasi manusia telah menyerukan agar kedua pengarang memboikot acara itu karena pembungkaman kebebasan berbicara yang dilakukan pemerintah Sri Lanka.
Reporters Without Borders mengatakan, "Adalah sangat menganggu bila sastra dirayakan dengan cara ini di sebuah negeri tempat para kartunis, jurnalis, penulis, dan suara pembangkang sering kali jadi korban pemerintah saat ini."
Baca Juga:
Noam Chomsky, Arundhati Roy dan Ken Loach berada di barisan pengarang yang mendukung pemboikotan itu. Tapi tak ada indikasi bahwa kampanye itu berhubungan dengan pembatalan kedatangan Pamuk dan Desai.
Panitia festival mengaku tak dapat memecahkan masalah dengan India soal pembatasan visa wisata yang dipegang Pamuk, sehingga Pamuk tak bisa masuk ke negara itu bila dia pergi ke Sri Lanka. Pembatasan itu berlaku selama dua bulan. "Saya mohon maaf sekali dan kecewa dengan keputusan (pembatalan) ini. Saya sebenarnya ingin menyaksikan keindahan Sri Lanka," kata pengarang Turki ini, seperti dikutip dalam pernyataan yang dikeluarkan panitia.
Desai juga mengungkapkan penyesalan yang sama. "Tak ada yang lebih sedih daripada saya. Saya senang dengan Sri Lanka dan mengalami masa yang hebat saat terakhir kali berada di Galle," katanya.
Kelompok hak-hak asasi manusia menyatakan, sedikitnya 17 jurnalis dan pekerja media terbunuh di Sri Lanka dalam satu dekade terakhir; dan yang lain telah diancam, dipenjara atau menninggalkan negeri itu.
Tapi, pendiri festival Galle, Geoffrey Dobbs, mengatakan, acara ini penting sebagai pijakan dari kebebasan berbicara. "Festival ini adalah satu dari sedikit forum di negara ini yang secara aktif mempromosikan diskusi-diskusi yang hidup dan bersemangat," katanya. "Kami ingin ini berlanjut dan kami akan selalu menyambut setiap penulis dan jurnalis untuk menggunakan festival ini sebagai dasar pijakan untuk mengudarakan isu-isu ini."
iwank | BBC