Berjudul Day Dreaming #1, permainan gambar gerak dengan teknik sederhana itu merupakan satu di antara karya Tromarama yang dipamerkan di Tembi Contemporary, Bantul, Yogyakarta, sepanjang 6-25 Januari ini. Terdiri dari 72 lembar gambar di atas kertas berukuran 50 X 21 sentimeter, gambar itu dilengkapi dengan music box. Denting dihasilkan dari lempeng besi yang terlenting saat poros besi itu diputar.
Tromarama adalah nama sebuah grup asal Bandung, Jawa Barat. Anggotanya terdiri dari tiga orang seniman muda: Febie Babyrose (25 tahun), Herbert Hans Maruli (26 tahun,) dan Ruddy Hatumena (26 tahun). Mengambil tema Kidult, pameran di Tembi Contemporary kali ini merupakan pameran tunggal perdana mereka di Indonesia. Sebelumnya, mereka sempat menggelar pameran tunggal di Mori Art Museum Tokyo, Jepang, pada 2010 lalu.
Menurut Ruddy, kata Kidult diambil dari dua kata bahasa Inggris. Kid (anak-anak) dan Adult (dewasa). Jadi, Kidult merupakan karya yang berbau anak-anak. “Teknik-teknik permainan masa kanak-kanak,” ujarnya kepada Tempo, Rabu kemarin.
Pada Day Dreaming #1, misalnya, teknik itu sangat sederhana. Gambar bergerak yang dihasilkan didapat dari rangkaian puluhan gambar yang dibuat. Ruddy mengajak untuk kembali mengingat permainan membuat gambar gerak yang kerap dimainkan saat masa anak-anak. Obyek digambar di ujung buku tulis, dan kemudian ujungnya dibuka cepat dengan tekanan jempol. Gambar yang ada pun terlihat bergerak sesuai dengan bentuknya.
Selain Day Dreaming #1, ada juga karya After and After. Ini sebuah gambar animasi video berdurasi 3 menit 18 detik. Gambar-gambar yang ditampilkan dalam video itu merupakan rangkaian gambar yang dihasilkan dengan cara menggambar sederhana. Objeknya dari gambar tangan, jari jemari, terompet, hingga pagar.
Dalam video lain yang berjudul Borderless – berdurasi 2 menit 25 detik – menyuguhkan rangkaian gambar border yang dianimasikan. Menurut Ruddy, melalui karya itu Tromarama mengajak melihat gambaran dunia tanpa batas. Di sini, tak hanya teknik permainan masa kecil yang hendak dieksplorasi, tetapi juga konsepnya.
Ruddy mengatakan, semua karya yang dipamerkan itu merupakan hasil kerja bareng dengan kelompoknya. Tak hanya kali ini. Pada pameran-pameran mereka sebelumnya, baik tunggal maupun bersama, karya yang ditampilkan juga dikerjakan bersama.
Kidult yang mereka pamerkan kali ini, tutur Ruddy, adalah bentuk dari jiwa anak-anak yang tersisa dalam kedewasaan mereka. Masa kanak-kanak yang ceria itu seakan membayangi di ambang pintu kedewasaan. “Setelah lulus kuliah, seakan enggan jadi dewasa,” katanya menjelaskan.
Melalui berbagai karya yang mereka pamerkan, Tromarama telah memberikan semangat baru dalam seni kontemporer di Indonesia, khususnya media baru dalam seni rupa. Jika sebagian besar seniman video berkonsentrasi pada penggunaan kamera, mereka bekerja dengan tangan secara manual. Dan itu merupakan bentuk dialektika mereka dengan teknologi.
Sejak 2006, mereka mulai mengikuti berbagai pameran di berbagai kota di Indonesia dan mancanegara. Semisal, Bandung New Emergence di Selasar Sunaryo Art Space Bandung pada 2006, Singapore Biennale di Singapura pada 2008, Jakarta Contemporary Ceramic Biennale #1 di Jakarta pada 2009 hingga Made In Indonesia di Gallery Christian Hosp di Berlin Jerman dan Video Zone V the 5th International Video Art Biennale di Tel Aviv Israel pada 2010. Semua pameran yang mereka ikuti merupakan pameran bersama.
Adapun pameran tunggal pertama mereka justru digelar di Mori Art Museum Tokyo Jepang pada 2010 dengan tema Mam Project 012. "Mereka menjadi seniman Indonesia yang berpameran di Mori Art Jepang," ujar pengamat seni, Alia Swastika, dalam pengantar katalog pameran.
Menurut Alia, Kidult menghadirkan model-model display yang menarik, kreatif, dan imajinatif. Kid dan Adult adalah dua kategori yang selama ini dianggap sebagai oposisi biner dan tak saling bersinggungan. Namun melalui karya yang mereka pamerkan kali ini, Tromarama menunjukkan bahwa keduanya merupakan kategori yang saling melengkapi. "Terasa menyegarkan,” katanya.
Pameran Kidult, Alia menambahkan, seakan mengobati kerinduan akan hal yang bersifat murni, jujur, dan perasaan tak takut untuk salah. "Bukan melihat lalu menimbang dan mencocokan dengan pengetahuan yang sudah terlanjur baku di pikiran layaknya orang dewasa."
ANANG ZAKARIA