Di depan panggung, tanpa dikomandoi, tangan kanan penonton serempak terangkat sambil menggenggam kamera saku atau telepon selulernya untuk merekam gambar aksi Secondhand Serenade yang membawakan tembang dari album pertama bertajuk Awake, yang diluncurkan pada 2007 itu. Lampu-lampu kecil berwarna merah bertaburan di bawah cahaya lampu sorot yang suram. Kerlip dari gadget mutakhir itu seperti cahaya pemantik gas yang dulu lazim diacungkan para penonton konser musik pada 1970 hingga 1990-an. Suasana serupa terulang pada hit lainnya, Fall for You, yang diawali denting nada dari keyboard.
Secondhand Serenade, yang dimotori vokalis sekaligus gitaris John Vesely, tampil bersama band pengiring. Kakak John, Lukas Vesely, yang bermain bas, serta gitaris Ryan Cook berdiri mengapit John di sisi kiri dan kanan panggung. Adapun gebukan drum Tom Breyfogle sesekali mengentak dari bagian belakang. Tepat pukul 20.30 WIB, konser tanpa band pembuka itu diawali dengan You and I dari album terbaru bertajuk Hear Me Now, yang dirilis pada Agustus 2010. Selama 77 menit, kelompok asal California, Amerika Serikat, tersebut membuai penggemarnya dengan lagu-lagu cinta atau hubungan kekasih. Berwarna slow rock cukup kental dengan aransemen yang lebih ringan, musiknya terdengar manis dan catchy. "Kesannya jadi enggak terlalu mellow dan keras," kata Lida Ratu, 20 tahun, penonton yang ikut menantikan lagu Stranger.
Beberapa kali John mengistirahatkan personel lainnya dan tampil sendiri bersama gitar elektrik. Jarinya pun lincah saat berpindah memainkan keyboard yang berdiri sepasang di bibir panggung. Janjinya memuaskan penggemar pada kedatangannya yang kedua di Indonesia ini, setelah pertama kali tampil di Jakarta pada 2009, tuntas dipenuhi. Tarikan suaranya yang kerap naik, tak habis dan putus sepanjang konser. John, yang sesantai pakaian penontonnya, hanya memakai setelan tunggal berupa kemeja kotak-kotak lengan panjang dan celana jins, tampil prima malam itu.
Namun, selain dua kali semburan kembang api dari lantai panggung, tak ada lagi aksi atraktif atau kejutan lain seperti yang diharapkan Puji Prabowo sebelum konser dimulai. "Maunya juga lihat Secondhand kolaborasi dengan artis Indonesia," ujar mahasiswa Institut Teknologi Bandung tersebut, yang malam itu ikut terhanyut bersama para penonton lainnya.
Aksi John yang rada “nyeleneh” hanya sekali terjadi, yakni ketika dia bermain dengan cara merekam para penonton di depan panggung lewat kamera telepon selulernya. "Tonight we are fans of yours," katanya sebelum melantunkan tembang Last Song.
Merunut pada perjalanannya, Secondhand Serenade awalnya hanya proyek musik yang digarap sendiri oleh John di kota tempat tinggalnya, Menlo Park, California, Amerika, pada 2004. Nama itu dipilih karena semula ia cuma mau memberikan lagu rayuan (serenade) ciptaannya kepada sang istri, baru kemudian buat orang lain yang mendengarnya. Kumpulan lagu dalam album bertajuk Awake, yang demonya dibuat dengan gitar akustik itu, kemudian direkam dan dipromosikan lewat situs Myspace pada 2005. Didukung jutaan penggemar yang memintanya konser di dunia maya, laman Secondhand Serenade saat itu dinobatkan sebagai "The Social-Networking Site's No. 1 Independent Artist for Months".
Album itu kemudian direkam ulang dengan penambahan dua lagu pada 2007. Hingga kini, Secondhand Serenade telah menelurkan tiga album. Album keduanya, A Twist in My Story, yang diluncurkan pada 2008, berisi lagu-lagu tentang perceraian John dengan istrinya. Tahun lalu, lewat album Hear Me Now, Secondhand Serenade hadir dalam irama dan warna rock yang tambah mengental dengan format band.
Setelah menghangatkan Bandung, Secondhand Serenade melanjutkan tur konsernya ke Surabaya, Ahad malam lalu. Mereka menggelar konser di Gramedia Expo Surabaya, Jawa Timur. Pementasan yang tiketnya dibanderol resmi seharga Rp 200-250 ribu ini sekaligus menjadi pembuka kedatangan sejumlah band luar negeri di panggung musik Indonesia.
ANWAR SISWA