Maka, diutuslah kakek meja dan nenek kursi. Dibantu adik bunga, mereka bertugas membebaskan sang putri dari balik terali. Berjalan mengendap, mereka mendekati penjara tempat Putri Embun dikurung. Namun sayang, anjing besi memergoki upaya mereka. Gonggongannya menyadarkan prajurit malam. Dan, pertempuran hebat pun terjadi.
Sepenggal kisah itu adalah bagian dari cerita drama musikal Pangeran Bintang dan Putri Embun, yang dimainkan Bengkel Mime Theatre di panggung Societet Sriwedari, Taman Budaya Yogyakarta. Diproduksi ulang oleh Garasi Enterprise, lakon cerita yang pernah dipentaskan pada Mei 2010 di gedung yang sama itu kembali dipentaskan dalam perhelatan perdana Jogja Broadway, Kamis sore lalu.
Ide cerita Pangeran Bintang dan Putri Embun ini unik. Berlatar belakang sebuah negeri yang dihuni alat-alat rumah tangga. Pangeran Bintang adalah aktor utama dalam cerita. Penampilannya gagah, meski jubah yang dikenakan berasal dari taplak meja. Pun demikian dengan Putri Embun, dia tetap jelita walau dengan gaun rangkaian kain serbet.
Tokoh antagonis pemuda wajan, sekujur tubuhnya ditempeli bermacam wajan dari berbagai ukuran. Mirip baju zirah yang dikenakan prajurit perang Romawi. Adapun prajurit malam, dua anak buah pemuda wajan, adalah sosok prajurit yang berbaju gentong dan bercelana bak plastik. Lengkap dengan keranjang sampah sebagai helm.
Karakter orang-orang di sekitar Pangeran Bintang dan Putri Embun pun tak kalah unik. Adik bunga, misalnya, adalah sosok yang gemulai namun perkasa mengalahkan lawan dalam tiap pertempuran. Gaunnya dari keset dengan kalung raksasa dari rangkaian piring plastik. Sebuah mahkota sendok menempel di kepalanya.
Ada juga Mat Panci. Sosoknya rapat dibalut panci. Badan, tangan, kaki, dan kepalanya tertutup panci. Atau Detektif Jemuran, yang selalu memanggul besi gantungan jemuran di punggungnya. Total semua pemain 13 orang.
Pertunjukan Pangeran Bintang dan Putri Embun menggabungkan seni pantomim dengan drama musikal dalam tiga panggung sekaligus. Sebelum penonton memasuki ruang pementasan, para tokoh cerita telah menyambut dengan unjuk kebolehan di lobi gedung. Disusul di ruang penonton. Para pemeran dalam cerita itu muncul satu per satu dari deretan kursi penonton. Dan berlanjut hingga ke puncak pertunjukan di panggung pementasan.
Sutradara pementasan, Andi Sri Wahyudi, mengatakan jalan ceritanya terinspirasi oleh kisah asmara dari berbagai belahan dunia. Semisal Romeo-Juliet, Sampek-Eng Tay, atau Rama-Sinta. “Juga Perang Troya,” kata Andi, yang sekaligus penulis naskah itu.
Menurut Andi, meski ia penulis naskahnya, adegan dalam pementasan drama musikal ini lebih banyak dipengaruhi improvisasi pemeran. Saat latihan, ide dari pemeran masuk dan mengalir begitu saja. “Mereka sendiri yang memilih kostum dan menamakan peran yang dimainkan,” ujarnya.
Ide penggunaan alat rumah tangga, tutur Andi, muncul sebagai refleksi pengalaman masa kecilnya. Dia melihat alat-alat itu sebagai saksi bisu sebuah keluarga. Apa pun peristiwa yang terjadi, entah bahagia atau sedih, alat-alat itu selalu tampil menemani.
Yang jelas, meski persiapan drama musikal itu hanya sebulan, pertunjukan modern yang imajinatif, atraktif, dan menarik tetap dapat dihadirkan. Rencananya, Pangeran Bintang dan Putri Embun akan dimainkan selama 10 hari, sepanjang acara Jogja Broadway digelar di gedung Societet Taman Budaya, dari 6 hingga 16 Januari mendatang.
Jogja Broadway: dari New York ke Societet
Jogja Broadway adalah ide baru. Digagas Garasi Enterprise, divisi baru Teater Garasi, perhelatan ini bertujuan meramaikan agenda pariwisata di Yogyakarta. Perhelatan selama 11 hari di gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta, dari 6 hingga 16 Januari 2011 ini adalah yang pertama kalinya.
Public Relations Manager Garasi Enterprise, Ratri Kartikasari, mengatakan Jogja Broadway akan rutin digelar saban tahun. Dalam setahun, direncanakan perhelatan itu akan digelar dua kali, pada Mei-Juni dan Desember-Januari. “Saat musim libur, di mana wisatawan yang datang ke Jogja meningkat,” katanya.
Selama perhelatan perdana ini, Pangeran Bintang dan Putri Embun akan dimainkan tiap sore sepanjang sembilan hari. Meski begitu, tak selamanya dalam tiap event Jogja Broadway lakon pementasan tak berubah. Bisa saja, pada musim mendatang, lakon lain dari kelompok berbeda akan ditampilkan. Yang jelas, kata Ratri, Jogja Broadway tetap menghadirkan seni pertunjukan yang segar dan memikat bagi pengunjungnya. Konsepnya, memadukan seni drama, tari, musik, dan tata rupa.
Ide Jogja Broadway lahir dari hasil perjalanan pentas Teater Garasi ke mancanegara, termasuk Amerika Serikat. Nama Broadway sendiri, menurut Ratri, terinspirasi oleh sebuah nama jalan di New York, Amerika. Di kanan-kiri sepanjang jalan itu berdiri gedung-gedung pertunjukan. Selama setahun, tiap hari dapat disaksikan berbagai pementasan seni pertunjukan di gedung di sepanjang jalan itu. Dengan dukungan seniman kreatif Kota Yogyakarta, ide itu diangkut pulang ke Tanah Air. Dan jadilah Jogja Broadway seperti saat ini. “Kalau di sana bisa, kenapa di sini tidak,” Ratri menjelaskan.
Konsep yang ditawarkan pun cukup kreatif. Selain menawarkan pementasan teater, Jogja Broadway akan diisi dengan pameran merchandise. Produk yang dihasilkan dari tangan kreatif para seniman itu akan dipajang di lobi gedung Societet selama perhelatan digelar.
Jogja Broadway juga menghadirkan sejumlah kesenian tradisional, antara lain jaran thek Ponorogo dan penampilan musik perkusi. Lalu, perhelatan itu diisi pula dengan diskusi dan pemutaran film.
ANANG ZAKARIA