TEMPO Interaktif, Jakarta - Belasan lukisan karya Bali I Dewa Made Mustika dipajang di Galeri Apik , Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan, mulai 19 Desember 2010 hingga 18 Januari 2011. Lewat goresan kuasnya, Made berusaha menembus ruang imajinasinya tentang alam.
Seniman berdarah Bali yang menetap di Yogyakarta ini tak lepas dari ikon barong, candi, dan tari kecak, . Dalam pamerannya kali ini, kekayaan tanah Bali dan keelokan alam Merapi tampak menjadi sumber inspirasi sebagian besar karya-karyanya . Sisanya, Dewa mencoba mengangkat persoalan nasib bumi di masa depan.
Identitas Dewa terlihat kental dalam lukisanya yang berjudul “Nyepi Sehari Untuk Bumi”. Ia menggurat lukisan dari sudut pandang kejauhan, di atas bukit yang menghadap tiga pasang candi. Seorang pertapa yang digambar dari belakang tampak memang syahdu bersila, menghadap ribuan rakyat yang ikut bersemedi mengelilingi candi. Tengok pula lukisan bertajuk Memelihara Sarang Air, yang diartikan sebagai Dewa sebagai sumber kehidupan.
Dalam karya berjudul Ciptakan Harmoni, sang perupa menggurat dua sisi kehidupan perkotaan dan alam perbukitan. Di sisi bangunan menjulang tinggi, puluhan warga kampung gotong-royong menanam bibit pohon. Bagi Dewa, terkadang pemandangan gedung yang tinggi di tepi danau memang indah, namun akan lebih lagi jika berdampingan dengan alam yang seimbang. Keseimbangan alam itu tergambar pula dalam lukisan Merindukan Energi Alam, Local Spirit, dan Hikmah di Balik Bencana.
Dewa Mustika pernah dianugerahi The Best of Oil Painting oleh ISI Yogyakarta pada 1996. Dalam rentang tahun 1998 hingga 2000, ia juga pernah menjadi finalis penghargaan Philip Morris Indonesia Art Awards V-VII.
Aguslia Hidayah