Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Siklus Budaya dan Dewa Internet  

image-gnews
instalasi digital karya Duto Hardono pada pameran Selasar Solo Project Series, Good Love, Bad Joke, di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/12). TEMPO/Prima Mulia
instalasi digital karya Duto Hardono pada pameran Selasar Solo Project Series, Good Love, Bad Joke, di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/12). TEMPO/Prima Mulia
Iklan
 

 

TEMPO Interaktif, Bandung - Suara yang keluar dari kotak amplifier itu seperti berloncatan di seutas pita kaset. Awalnya terdengar seperti angin ribut. Tapi suara tak putus itu ingin juga didengar sebagai kucuran air yang deras atau gelombang kosong radio. Sebelumnya, pita kaset itu sempat dipakai untuk merekam permainan langsung 3 sausaphones, alat musik tiup besar yang pipanya melingkar di badan pemainnya. Setelah itu, suara alat musik pelengkap marching band tersebut lenyap karena pita kaset terus dipakai untuk merekam dan memutar hasilnya berulang-ulang dengan cara yang ganjil.

 

Di ruangan berukuran hampir 4 x 4 meter dengan tembok membentuk huruf U bersudut siku, dua alat pemutar kaset ditempel berhadapan. Salah satu alat itu, yang dilengkapi mikrofon di tembok sebelah kanan, berfungsi merekam suara apa pun yang melintas. Alat lainnya di sebelah kiri dipakai untuk memutar hasil rekaman. Kedua pemutar kaset itu bekerja serentak memutar pita kaset ukuran 90 menit, yang ditarik keluar dari cangkangnya. Inilah ganjilnya. Proses itu menjadi panjang karena pita kaset harus berjalan menyusuri tembok dengan jarak sekitar 36 meter.

 

Konsep putaran (loop) pada instalasi berjudul Loop Study No. 1: Uber-Feedback itu juga dipakai untuk Loop Study No. 2: Christine & Joyce. Pada karya ini, seniman muda Duto Hardono menggotong dua proyektor bekas yang dibelinya untuk memutar film yang dibintangi Christine Hakim dan Joyce Erna. Agak berbeda dengan perlakuan pita kaset, pita seluloid ukuran 16 milimeter itu dikeluarkan dari dua rolnya di setiap proyektor, lalu ditarik ke langit-langit dan berjalan menyusuri dinding. Namun gambar film yang ditembakkan sejauh 5 meter ke dinding seberangnya itu buram dan terhalang oleh bayangan hitam kaca pembesar di depan proyektor. Walau begitu, pemutaran film tak berhenti.

 

Dua instalasi kinetik karya seniman Bandung berusia 25 tahun itu disuguhkan dalam pameran “Selasar Solo Project Series: Good Love, Bad Joke | Profanity Prayer” di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Jawa Barat, sepanjang 18 Desember 2010 hingga 15 Januari 2011 mendatang. Dua instalasi itu berkisah tentang sebuah siklus. “Tepatnya siklus kebudayaan,” kata kurator Agung Hujatnikajennong. Analoginya, tutur Agung, ketika sebuah budaya datang, awalnya masyarakat akan menyerap dan memakainya. Seiring dengan berjalannya waktu, budaya itu lama perlahan-lahan akan terhapus, tertimpa kemunculan budaya baru. Perubahan tersebut ditandai oleh proses dan jeda waktu ketika perekaman pita dan pemutaran suaranya berjalan.

 

Selain itu, Duto mengisi penuh Galeri B Selasar Sunaryo Art Space dengan tampilan karya seri folk art berupa kerajinan tangan kolase dari bahan kertas. Menurut Agung, Duto, yang lulusan magister Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung 2010, tak bermaksud menyampaikan narasi apa pun, dan beberapa judulnya ada yang jauh maksud dari isinya. Ini seperti tajuk pameran yang dipilih Duto, Good Love, Bad Joke, dua frase yang hubungannya tak jelas hasil pelesetan dari Good Laugh, Bad Joke. Ungkapan itu untuk menggambarkan situasi humor yang tidak lucu tapi membuat orang tergelak.

 

Bersamaan dengan Duto, seniman muda Bandung lainnya, Banung Grahita, juga menggelar seri karyanya yang bertajuk Profanity Prayer di Galeri Sayap Selasar. Narasi lewat video animasi, buku gambar, dan cetakan gambar di kanvas itu menyodok soal ritual pemuja teknologi, khususnya kalangan pengguna Internet. Banung, 27 tahun, yang selama ini menggeluti video dan fotografi, menghadirkan sosok-sosok mutan. Tanpa teks, ceritanya mengalir bersama taburan bahasa simbol dan balutan mitologi lokal.

 

Pemenang Indonesian Art Award pada 2008 itu membuat tokoh-tokoh ceritanya berdasarkan kepercayaan masyarakat tentang adanya dunia “bawah” (rakyat jelata) dan “atas” (dewa-dewa). Kalangan dunia “bawah” ditampilkan sebagai manusia hewan. Kepalanya bertanduk, seperti kambing dan rusa, begitu pula sepasang kakinya. Ada pun kemaluannya hanya ditutupi selembar uang Rp 1.000. “Ini sebagai metafora dari masyarakat yang menjadi penonton dalam budaya media yang diiming-imingi oleh kondisi ideal hasil konstruksi media massa,” ujar Banung, yang juga lulusan magister Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung.

 

Adapun kalangan para dewa hadir dalam bentuk burung origami bermotif kertas uang dolar Amerika Serikat dan duit Rp 100 ribu serta Dewa Pengetahuan dan Kebijaksanaan berupa manusia berkepala keledai dengan lidah menjulur, bermata tiga, dan bertangan empat sambil memegang dua telepon seluler. Jantungnya berdetak tepat di daerah kemaluannya. Sosok tokoh dan gambar latar dunia fantasi itu sengaja dicomot Banung dari Internet, lalu diolah kembali menjadi gambar animasi berwarna pastel.

 

Dua tahun belakangan ini Banung selalu bicara soal mitos di Internet, tentang gambar-gambar di ruang maya yang ikut membentuk persepsi orang tentang kenyataan. Sebagian orang bahkan menganggap tayangan media massa dan Internet merupakan realitas yang sesungguhnya. “Kita perlu susun gambar itu untuk dapat pemahaman yang utuh,” kata Banung.

 

Karya Banung bertajuk Pilgrimage itu bercerita tentang perjalanan meraih kondisi hidup ideal lewat Internet yang sebenarnya semu. Kisah dan tokoh dalam video berdurasi 2 menit 3 detik itu kemudian dipecah oleh Banung menjadi tiga karya video animasi yang bercerita sendiri. Di sana tampil sosok dewa pengetahuan; dewa kemakmuran, yang berenang di kolam berair uang; dan “Tuhan” di kahyangan.

 

Dampak realitas Internet itu dituturkan lewat karya berupa rangkaian gambar dalam buku berjudul The Beginning of Civilization. Di sana, empat petani dan warga desa yang awalnya berjalan rapat bersama, akhirnya harus terpencar sambil asyik tenggelam bersama iPad di tangannya masing-masing. Karya itu ingin menyampaikan sebuah pesan: teknologi komunikasi kini berhasil mendekatkan yang jauh, sekaligus menjauhkan yang dekat.

 

ANWAR SISWADI

 

 

 

 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

5 hari lalu

Pameran Voice Against Reason. Foto: Museum Macam.
Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.


Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

12 hari lalu

Pameran seni rupa Islami berjudul Bulan Terbit  sejak 15 Maret hingga 14 April 2024 di Grey Art Gallery Bandung. (Dok.Grey)
Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.


Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Karya instalasi buatan Michelle Jovita berjudul Massa Manusa. (Dok.pameran).
Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance


Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Pameran Lengan Terkembang: Ruas Lintas - Abilitas di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space Bandung melibatkan belasan peserta seniman difabel.  Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.


Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Artsiafrica#2 di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung berlangsung 16 - 30 September 2023. Foto: Dok.Galeri.
Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.


Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Pameran kelompok Ambari di Galeri Orbital Dago Bandung hingga 17 September 2023. (TEMPO/ANWAR SISWADI)
Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.


Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Lukisan karya Iwan Suastika berjudul Beauty in a Chaotic Rhythm. Dok. D Gallerie
Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.


Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Karya Dionisius Caraka berjudul Tumbukan Lato-lato di Galeri Ruang Dini Bandung. TEMPO/ANWAR SISWADI
Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.


Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Karya Isa Perkasa berjudul Masker 2024. (Dok.Pribadi)
Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.


Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

(kiri ke kanan) Hilmar Faris, Claire Siregar, Sylvia Siregar pada acara pembukaan Bianglala Seribu Imajinasi, di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 April 2023. Foto: TEMPO | Gabriella Amanda.
Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.