Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Simbiosa Tradisi yang Menari  

image-gnews
Penari mementaskan tari berjudul
Penari mementaskan tari berjudul "Bola" dengan koreografer Rina Yunus dalam acara Forum Koreografi Jakarta di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa (21/12) malam. Foto:TEMPO/Aryus P Soekarno
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta -


Tiga tubuh perempuan itu tak saja kosong. Banyak ekspresi tersirat. Saling mendukung dan erat berpadu dengan yang lainnya. Adakalanya satu tubuh itu terpuruk, terjatuh. Lalu kedua lainnya menyeret tubuh ini. Perlahan dan pasti tubuh yang terjatuh tadi didudukkan lalu dibangungkan. Pada akhirnya, mutualisme simbiosa adalah sebuah pilihan. Melalui karya berjudul Simbiosa, koreografer Siko Setyanto menyajikan persinggungan tubuh-tubuh yang utuh.  

Pengalaman Siko mendukung beberapa koreografer Indonesia tampaknya mempengaruhi karyanya. Ia turut mendukung karya Farida Oetoyo, Chendra Panatan, Hartati maupun Chendra Panatan. Semua koreografer ini berbasis pada tari kontemporer. Maka lihatlah Simbiosa. Meskipun dasar tari modern seperti balet masih terlihat sesekali dalam gerak, karya tersebut sangat kontemporer.

Simbiosa  menjadi salah satu karya yang ditampilkan dalam Forum Koreografi Jakarta. Di gelar dua hari berturut-turut, 21-22 Desember lalu di Gedung Kesenian Jakarta, forum yang digagas Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta sejak dua tahun lalu itu memberikan ruang bagi para koreografer yang mempelajari koreografi secara otodidak. Sebuah wadah bagi koreografer-koreogafer berbakat menunjukkan karyanya. "Pengalaman berkarya dan kemampuan kreatif kesenimanan mereka menjadi ekpresi individual mereka," ujar ketua komite tari DKJ, Deddy Luthan.

Tahun ini, Forum Koreografi Indonesia mengundang enam koreografer muda berbakat untuk  mementaskan karya terbaik mereka. Enam nama yang tampil dalam forum ini merupakan koreografer baru, yakni mereka yang dianggap  memiliki potensi dan keinginan yang kuat untuk memasuki dunia koreografi profesional. Sisanya adalah para koreografer memiliki potensi dan karakter yang kuat, tetapi jarang mendapat kesempatan berkarya dan menunjukkannya kepada publik.

Tak hanya perbedaan jam terbang, enam koreografer yang tampil dalam Forum Koreografi Indonsia kali ini berasal dari dua latar belakang kesenian berbeda. Siko Setyanto, Anindya Febrina dan Rina Yunus mewakili koreografer yang berbasis modern kontemporer. Sedangkan  koreografer tari tradisional diwakili oleh Sitty Suryani, Aris Setiawan dan Besar Widodo.

Para penikmat tari, mendapat kesempatan menyaksikan karya tiga koreografer tari modern kontemporer di malam pertama pertunjukan.  Bila Siko tampil dengan Simbiosa, Anindya menampilkan karya berjudul Bianglala dengan tampilan tari balet. Ia, dengan sangat gamblang bercerita dalam tarian itu.

Dituturkan dalam gerak dan ekpresi penari, Bianglala berkisah tentang dua manusia yang saling jatuh cinta. Sang lelaki merayu si perempuan yang menjadi impiannya. Pucuk dicinta ulam tiba, perempuan cantik ini menyambut. Tapi kemudian pengkhianatan terjadi. Ada perempuan lain hadir di antara mereka. Ketika sang lelaki ingin kembali pada pujaannya, kekasihnya yang sempat terpuruk dalam kesedihan, telah pergi. Dan bangku taman menjadi saksi bisu bianglala kehidupan.

Gerakan tari balet juga menjadi pijakan Rina Yunus dalam menggarap karyanya, Bola. Rina memanfaatkan bola plastik sebagai objek bagi beberapa penari yang sedang membawakan perannya. Kadang bola menjadi alat bermain hingga benda bulat ini dijadikan layaknya seorang kekasih yang diperlakukan dengan lembut. Sayangnya,  Rina kurang mengeksplorasi bola dalam tariannya. Kehadirannya kurang menyatu dengan garapan tari keseluruhan. Bola itu berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya. Menjadi berbeda fungsi tatkala terpegang oleh pemeran yang berbeda. Namun, bola itu tak juga menjadi hidup.

Di hari kedua, giliran koreografer berlatar belakang tradisi Indonesia unjuk kebolehan. Koreografer Sitti Suryani mengawali pentas Rabu malam itu dengan karyanya berjudul Tikar Terbentang Dendang Menghilang. Mengusung budaya Melayu, Sitti menggunakan tikar pandan sebagai bagian dari koreografinya. Tikar itu kadang disampirkan di punggung penari, dibentangkan di lantai hingga dipakai menutupi seluruh tubuh penari yang bergelung di lantai. “Saya hanya menyampaikan betapa banyak fungsi tikar, sebagai alas tidur hingga dipakai untuk membungkus jenazah,” jelas Sitti.

Koreografer Aris Setiawan lebih mengandalkan gerakan tubuh penari. Karyanya yang berjudul Ruwat diawali dengan kehadiran seorang penari perempuan yang duduk bersimpuh dengan tangan menyilang di dada. Di bawah sorotan lampu panggung dan suara ketukan logam, perlahan tangan dan kakinya bergerak, menggeliat. Lalu datanglah dua lelaki berelanjang dada. Mereka terlibat pertikaian hingga salah seorang di antaranya terkapar. “Idenya dari situasi saat ini dimana kekerasan kerap terjadi di sekitar kita,” jelas Aris. Ruwat ini menggambarkan bagaimana nafsu menguasai dunia. Konflik antara manusia yang terus terjadi. Hal itu tergambar lewat adegan duel sepasang laki-laki yang mendominasi garapannya.

Pentas malam itu ditutup oleh karya Besar Widodo berjudul Tradisi yang Menari.  Disajikan oleh tiga penari perempuan berkebaya merah dengan kain batik panjang yang terjulur di lantai. Berbeda dengan Aris dan Sitti yang memadukan gerakan tari tradisi dengan musik tradisional, Besar memadukannya dengan musik modern.  Tak ada gamelan, suling atau gendang. Namun demikian, musik pengiringnya yang diproduksi secara digital itu tak meluruhkan atmosfer tradisional Jawa secara keseluruhan. Dengan latar musik itu, para penari justru terlihat lebih leluasa untuk mengembangkan eksplorasi gerak dan ruang. Sebuah sajian penutup yang manis.


Nunuy Nurhayati, Ismi Wahid 

 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

29 April 2018

Peserta delegasi dari Pekalongan di Asian African Carnival 2018 di Bandung, Jawa Barat, 28 April 2018. Karnaval budaya Asia Afrika bertema Respect Diversity ini diikuti sekitar 4.000 perserta dari seluruh Indonesia dan perwakilan delegasi asing. TEMPO/Prima Mulia
Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

Seniman dan penggiat tari di Jawa Barat merayakan Hari Tari Sedunia di Bandung.


Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

28 Oktober 2017

Tari Sonteng (ANTARA News)
Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

Tari Sonteng dari Jawa Barat memikat hati para diplomat Ekuador yang tergabung dalam Asosiasi Pasangan Diplomat Ekuador.


Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

7 September 2017

Eko Supriyanto foto besama penari yang menarikan tari Balabala saat GR pementasan penutupan SIPFest 2016 di Teater Salihara Jakarta, 4 November 2016. TEMPO/Nurdiansah
Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

Eko Supriyanto akan mementaskan tari Cry Jailolo pada pembukaan pagelaran Solo International Performing Art (SIPA) di Benteng Vastenburg, Surakarta.


Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

30 Agustus 2017

Pementasan tari dalam acara Jakarta Dance Meet Up di Gedung Kesenian Jakarta, 31 Maret 2017. TEMPO/Frannoto
Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

Dance Meet Up (JDMU) #2 merupakan ajang pertemuan para komunitas tari dari berbagai genre di Jakarta.


Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

25 Agustus 2017

Penari Balet membentuk formasi saat membawakan pertunjukkan Balet dengan Tema Si Kabayan di Teater Jakarta, kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), 31 Oktober 2015. Pertunjukan Balet yang dimaikan oleh Marlupi Dance Academy (MDA) ini, mengkawinkan antara seni tari balet klasik dan kontemporer Nusantara. TEMPO/Subekti
Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

Penari balet Marlupi Dance Academy (MDA) berhasil meraih 7 medali di dalam ajang Asian Grand Pix 2017 yang diselenggarakan di Hong Kong.


Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

11 Juli 2017

Sejumlah penari difabel dan non-difabel melakukan latihan jelang pementasan di Galeri Kesenian Jakarta, Jakarta, 8 Juli 2017. Mereka akan membawakan koreografi CandoDance karya Mirjam Gutner dan Tanja Erhart dari grup Candoco Dance Company (Inggris). TEMPO/Subekti
Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

Gala Balet akan menampilkan kolaborasi penari difabel dari Australia, Prancis, Korea Selatan dan Italia.


Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

16 Mei 2017

Karya origami
Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

Berbeda dari kebanyakan anak-anak lain yang terkena paparan bom atom, Sadako bertahan hidup bahkan layaknya manusia normal.


Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

25 April 2017

Dua seniman membawakan tarian Bisma Srikandi di Pendapa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Solo, (29/4). Pertunjukan yang digelar selama 24 jam ini untuk memperingati Hari Tani Sedunia. Tempo/Ahmad Rafiq
Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

Ribuan seniman akan menari bergantian selama sehari semalam untuk memperingati Hari Tari Sedunia di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, 29 April 2017.


Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

9 Maret 2017

Poster Pertunjukan tari Arka Suta dari Sanggar Padnecwara. Facebook.com
Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

Jelang pementasan digelar pula pameran foto dan properti

pementasan tari yang lalu


Indonesia Pentaskan Tari  

12 Januari 2017

Penari Eky Dance Company saat tampil dalam gladi resik pementasan kabaret oriental bertajuk
Indonesia Pentaskan Tari  

EKI akan mementaskan dua karya tari di India.