Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Harsono, Kekuasaan, dan Korban  

image-gnews
"Suara yang tak bersuara/Tanda" karya FX Harsono. Foto : TEMPO/HERU CN
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Mengusung poster bertulisan "Siapa Bertanggung Jawab?" perupa F.X. Harsono, 61 tahun, merangkak di antara tubuh-tubuh yang sedang tersulut kobaran api. "Kita sendirilah yang harus menggugat. Siapa yang merekayasa dan berapa banyak korbannya, karena selalu saja dimanipulasi," kata dia, dengan napas tersengal.

Tubuh yang sedang tersulut kobaran api itu memang bukan manusia. "Mereka" adalah sembilan patung kayu berbentuk manusia karya Harsono. Aksi membakar tubuh-tubuh itu kemudian menjadi sebuah karya video performance yang bisa disaksikan pada pameran tunggal Harsono bertajuk "Re:Petisi/Posisi" di Langgeng Art Foundation, Yogyakarta, 11 Desember 2010 hingga 11 Januari 2011.

Di ruang pamer, tubuh-tubuh gosong itu dipajang berjajar di atas rak besi, mirip meja di kamar mayat rumah sakit. Lalu, di lantai dekat kaki meja, Harsono meletakkan sepasang sepatu pada masing-masing "jenazah" korban kerusuhan Mei 1998.

Sebenarnya, pameran tunggal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan jejak-jejak penting proses berkesenian Harsono sejak 1975 hingga sekarang. "Karena keterbatasan ruang, banyak karya saya sudah berada di tangan kolektor dan sulit dipinjam, sehingga tidak bisa ditampilkan di pameran," kata alumnus Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (dulu Akademi Seni Rupa Indonesia), Yogyakarta, tahun 1974 ini.

Dan, dari belasan karya yang dipamerkan di Langgeng Art Foundation itu, sebagian besar bertema tentang korban. Konkretnya adalah masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa, baik yang menjadi korban kerusuhan Mei 1998 maupun korban pergolakan politik pada 1965. Bentuk karyanya memang bervariasi, dari video performance, karya dua dimensi, instalasi, hingga video dokumenter.

Pada karya bertajuk Republik Indochaos, misalnya, Harsono menampilkan lima panel karya dua dimensi dengan teknik foto-etsa di kertas yang terinspirasi oleh kerusuhan Mei 1998. Karya grafis ini berbentuk prangko. Salah satunya gambar Soeharto dengan angka 100 dan 1998, kemudian ditambah tulisan "lengser" secara diagonal. Juga ada prangko bergambar beberapa tentara yang sedang membidikkan senapannya, ditambah tulisan "belajar menembak".

"Republik Indochaos memang menggambarkan runtuhnya pemerintahan Soeharto menyusul kerusuhan Mei 1998," Harsono menjelaskan. Ia sengaja mengambil bentuk prangko karena biasanya benda pos itu selalu diterbitkan sebagai penanda sesuatu atau peristiwa.

Harsono juga membuat sejumlah karya tentang korban pergolakan politik pada 1965, khususnya dari kalangan etnis Tionghoa. Maka muncullah karya instalasi bertajuk Monumen Bong Belung, berupa foto monumen makam etnis Tionghoa di Desa Karangsari, Blitar, Jawa Timur, berikut nama-nama korban yang dimakamkan di lokasi itu. Ada 196 nama Tionghoa yang dituliskan di kain yang dijajar di sekeliling foto monumen makam Bong Belung.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Makam Bong Belung tampaknya menjadi sesuatu yang sangat penting bagi Harsono. Buktinya, ada tiga karya tentang makam di tanah kelahirannya itu. Selain Monumen Bong Belung, ada karya instalasi bertajuk Dark Room, berupa meja kecil dari akrilik yang di dalamnya berisi foto-foto lawas tentang penggalian makam Bong Belung. Harsono juga membuat video dokumenter berdurasi 21 menit berjudul nDudah, berisi komentar para saksi mata peristiwa pembantaian etnis Tionghoa serta proses pembongkaran pemakaman massal yang dikenal dengan Bong Belung tersebut.

Sebagai warga negara Indonesia beretnis Tionghoa, Harsono juga merasa menjadi korban. Maka lahirlah karya instalasi bertajuk Rewriting the Erased atau Yang Dihapus Kutulis Ulang. Harsono menampilkan meja marmer kuno berikut kursi serta alat tulis. Lalu, ratusan kertas bertuliskan nama-nama dalam huruf Cina dijajar rapi di atas lantai.

Melalui karya ini, Harsono hendak menggambarkan bahwa orang-orang Tionghoa sebelum 1965 selalu punya nama Cina yang diberikan oleh nenek moyangnya. Setelah 1965, ada keharusan mengganti nama Cina menjadi nama Indonesia. "Saya ingin mengenang kembali bahwa saya pernah punya nama Tionghoa. Orang Tionghoa di Indonesia telah tercerabut dari akar budayanya," ujarnya. "Ada kesan, orang Tionghoa yang menggunakan nama Cina dianggap tidak nasionalistis. Padahal banyak tokoh kita yang masih mempertahankan nama Cinanya, terbukti sangat nasionalistis."

Selain itu, ada karya yang tidak berbicara tentang korban, misalnya karya bertajuk Suara yang Tak Bersuara/Tanda, menyoroti demokrasi pada zaman Orde Baru yang dinilainya sebagai lips service belaka. Menurut kurator Hendro Wiyanto, pluralitas karya Harsono ini lebih merupakan upaya untuk menciptakan opini tandingan dan keberpihakan kepada masyarakat marginal yang suaranya terbungkam, khususnya selama kekuasaan rezim Orde Baru. Pada saat yang sama, gagasan dan posisinya sebagai seniman juga merepresentasikan kritik terhadap kekuasaan. Lalu, pascareformasi, pandangan Harsono sedikit berubah.

"Ia melihat kekuasaan adalah sesuatu yang tidak hanya terpusat pada sebuah rezim, tapi juga tersebar dan beroperasi ke berbagai institusi kelembagaan sosial itu sendiri," tulis Hendro dalam katalog pameran.

HERU C NUGROHO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

33 hari lalu

Pameran Voice Against Reason. Foto: Museum Macam.
Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.


Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

39 hari lalu

Pameran seni rupa Islami berjudul Bulan Terbit  sejak 15 Maret hingga 14 April 2024 di Grey Art Gallery Bandung. (Dok.Grey)
Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.


Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Karya instalasi buatan Michelle Jovita berjudul Massa Manusa. (Dok.pameran).
Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance


Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Pameran Lengan Terkembang: Ruas Lintas - Abilitas di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space Bandung melibatkan belasan peserta seniman difabel.  Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.


Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Artsiafrica#2 di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung berlangsung 16 - 30 September 2023. Foto: Dok.Galeri.
Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.


Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Pameran kelompok Ambari di Galeri Orbital Dago Bandung hingga 17 September 2023. (TEMPO/ANWAR SISWADI)
Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.


Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Lukisan karya Iwan Suastika berjudul Beauty in a Chaotic Rhythm. Dok. D Gallerie
Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.


Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Karya Dionisius Caraka berjudul Tumbukan Lato-lato di Galeri Ruang Dini Bandung. TEMPO/ANWAR SISWADI
Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.


Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Karya Isa Perkasa berjudul Masker 2024. (Dok.Pribadi)
Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.


Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

(kiri ke kanan) Hilmar Faris, Claire Siregar, Sylvia Siregar pada acara pembukaan Bianglala Seribu Imajinasi, di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 April 2023. Foto: TEMPO | Gabriella Amanda.
Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.