Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Balada Keluarga Rumidjah  

image-gnews
Stand van de Sterren. (idfa.nl)
Stand van de Sterren. (idfa.nl)
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta

-------------

 

Judul: Stand van de Sterren (Positions Among The Star)

Sutradara: Leonard Retel Helmrich

Produser: Heity Neijken Retel Helmrich

Kamerawan: Ismail Fahmi Lubish, Leonard Retel Helmrich

Produksi: Scarabee Films, 2010

 

----------------

 

 

 

Tari menjadi tumpuan harapan Rumidjah. Ia baru saja lulus SMA. Rumidjah berharap cucunya itu dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, membawa keluarga kelas menengah-bawah itu keluar dari kemiskinan yang membelitnya. Maka berangkatlah Rumidjah ke Jakarta untuk kembali tinggal di rumah sempit di sebuah perkampungan demi menjaga Tari agar dapat melanjutkan sekolahnya. Ia dijemput anaknya, Bakti, yang sekarang menjadi ketua RT.

 

Lalu bergulirlah perjalanan hidup Rumidjah di Jakarta yang diwarnai oleh problema anggota keluarganya: Bakti yang ketagihan berjudi ikan cupang; istri Bakri, Sri, yang ingin memperoleh keturunan dengan menggunakan air putih yang didoakan; kakak Bakti, Dwi, yang berusaha mendapatkan bantuan langsung tunai dengan mengandalkan surat sakti dari adiknya yang menjadi ketua RT; serta Bagus, anak Dwi, yang belajar tentang dua agama yang berbeda dari nenek dan ayahnya.

 

Lika liku kehidupan keluarga Rumidjah itu tersaji dalam film dokumenter Stand van de Sterren (Position Among the Stars, 2010) garapan sutradara asal Belanda, Leonard Retel Helmrich. Dokumenter ini merupakan akhir dari trilogi mengenai keluarga Rumidjah, yang sebelumnya telah difilmkan dalam De Stand van de Zon (Eye of The Day, 2001), dan Stand van de maan (Shape of the Moon, 2004).

 

Menurut Leonard, awalnya ia ingin memfilmkan reformasi yang terjadi di Indonesia pada 1998 dan perubahan yang dihasilkannya. Dalam proses pembuatannya, Leonard justru tertarik dengan kehidupan keluarga Bakti, yang bekerja menjadi supirnya. Leonard melihat keluarga Bakti merepresentasikan Indonesia dalam skala kecil, sebuah mikrokosmos dari negara yang berproses menuju demokratis. Maka mulailah ia memfilmkan Bakti dan saudaranya, Dwi, yang tinggal bersama ibunya, Rumidjah pada 1997. Film ini kemudian diberi judul De Stand van de Zon.

 

Dalam sequelnya, Stand van de maan (2004), Leonard melihat isu toleransi beragama di Indonesia. Rumidjah yang beragama Katolik tinggal dengan anaknya, Bakti, yang pindah agama menjadi Islam. Munculnya kelompok agama yang memakai cara-cara kekerasan kepada pemeluknya dan pemeluk agama lain, membuahkan persepsi akan lahirnya fundamentalisme di Indonesia. Stan van de maan menyabet sejumlah penghargaan, di antaranya Joris Ivens Award pada International Documentary Festival Amsterdam (IDFA) 2004 dan Grand Prize untuk kategori World Cinema Documentary di Sundance Film Festival 2005.

 

Adapun Stand van de Sterren berkisah tentang perjalanan Tari untuk meneruskan sekolahnya di tengah segala tantangan dan persoalan. Meski berjanji pada Rumidjah akan giat belajar, ternyata Tari masih lebih tertarik menikmati kehidupan di sekitarnya: melihat atraksi motor jalanan bersama dua orang sahabatnya, menonton tong setan di pasar malam, mencoba lensa kontak berwarna ataupun berfoto gaya alay di pusat perbelanjaan. Begitulah potret masa remaja Tari.

 

Sutradara Leonard berusaha membangun karakter tiap anggota keluarga Rumidjah dalam 130 menit. Tiap elemen merupakan mirokosmos dari Indonesia: harapan akan generasi baru, dampak globalisasi melalui konsumerisme, pemerintahan yang tidak becus melayani rakyatnya dan toleransi beragama. Banyaknya karakter dan masalah yang dihadapi seringkali membuat penonton terbawa keluar dari tema cerita yang disampaikan, untuk kemudian kembali merunut ke premis awal yang ingin dibangun. Menontonnya seperti roller coaster yang membawa kita naik ke atas, ke bawah, menyamping, untuk kemudian lurus menuju akhir perjalanan.

 

Seperti dalam dua film sebelumnya, Leonard dengan konsisten memakai metafora hewan untuk menggambarkan perilaku manusia yang hidup bersama di sebuah kampung di Jakarta: dari anak kucing yang mengantri makan dengan tikus rumah, kecoak yang mencari cara untuk menyelamatkan diri dari fogging masal, hingga hama wereng yang bertahan di dedaunan pasca penyemprotan pestisida.

Leonard mempertahankan tradisi cinéma vérité dalam trilogi ini, di mana pembuat film berusaha untuk menggambarkan kejadian yang sebenarnya dari kehidupan sehari-hari subyek film dokumenter tanpa adanya narasi ataupun wawancara.

 

Inovasi Leonard bersama rekannya Willem Doevendans yang menciptakan steady wing, semacam dudukan (mounting) video kamera untuk menstabilkan gambar, membuat gaya vérité yang ingin disampaikan berhasil. Leonard bisa menghadirkan gambar-gambar panjang dari berbagai sisi dalam satu scene, tanpa terlalu banyak memakai cut-to-cut. Boleh dibilang, single shot scene menjadi ciri khas tersendiri film-film dokumenter Leonard.

 

Stan van de Sterren menyabet dua penghargaan, yaitu Dioraphte IDFA Award untuk Dutch Documentary dan VPRO IDFA Award untuk Best Feature-Length Documentary dalam pemutaran perdananya di IDFA 2010, pada akhir November lalu. Juri menilai, film ini telah berhasil menceritakan kehidupan rakyat miskin di Indonesia dengan jelas, lengkap, puitis dan jenaka. “Pembuat film telah secara sabar mendedikasikan 12 tahun hidupnya untuk memfilmkan kehidupan keluarga ini, dengan tetap mempertahankan sudut pandangannya sendiri,” kata para juri.

 

 

STANILAWSKI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mira W Puas Dengan Arini Besutan Ismail Basbeth

4 April 2018

Poster film Arini. twitter.com
Mira W Puas Dengan Arini Besutan Ismail Basbeth

Film Arini mampu menerjemahkan kisah dalam novel dengan baik dalam konteks kekinian


Film Indonesia Diputar di Busan International Film Festival 2017

17 Oktober 2017

Sumber: Dokumentasi pribadi
Film Indonesia Diputar di Busan International Film Festival 2017

Film Ismail Basbeth ini diputar perdana pada A Window on Asian Cinema. Memperkenalkan film-film pilihan dari Most Talented Asian Filmmaker of The Year


Garap Film Posesif, Sutradara Edwin: Tak Korbankan Idealisme

13 Oktober 2017

Sutradara Edwin, penulis naskah Gina S. Noer, Adipati Dolken, Putri Marino, duo produser Muhammad Zaidy dan Meiske Taurisia, yang membuat film Posesif saat di Bandung, 24 Januari 2017. TEMPO/ANWAR SISWADI
Garap Film Posesif, Sutradara Edwin: Tak Korbankan Idealisme

Menggarap film Posesif, menurut Edwin, sama sekali tidak mengorbankan idealismenya sebagai sutradara film selama ini.


Star Wars: The Last Jedi, Ungkap Siapa Jedi yang Terakhir

9 Oktober 2017

Figur dari film Star Wars dihadirkan dalam New York Comic Con di New York City, AS, 5 Oktober 2017. REUTERS
Star Wars: The Last Jedi, Ungkap Siapa Jedi yang Terakhir

Lucasfilm telah secara resmi mengumumkan bahwa trailer film Star Wars: The Last Jedi akan tayang pada hari Selasa, 10 Oktober 2017.


Di Pemutaran Film ini, Pria Kulit Putih Bayar Tiket Lebih Mahal

22 September 2017

Seorang pria melihat poster film lama di sebuah bioskop yang tidak terpakai di Al-Ahram, Tripoli, Lebanon, 5 Juli 2017. Kini Qassem Istanbouli mendapatkan dukungan finansial dari kementerian kebudayaan Lebanon, sebuah LSM Belanda dan Amerika Serikat untuk membangun mimpinya. REUTERS/Ali Hashisho
Di Pemutaran Film ini, Pria Kulit Putih Bayar Tiket Lebih Mahal

Shiraz Higgins ingin bicara soal adanya ketakadilan
pendapatan antara perempuan dan laki-laki di Kanada


Joko Anwar Gandeng Dua Seniman Main Film Pengabdi Setan  

22 September 2017

Poster film Pengabdi Setan. imdb.com
Joko Anwar Gandeng Dua Seniman Main Film Pengabdi Setan  

Di film Pengabdi Setan, Joko Anwar membutuhkan ada pemain
yang bisa menerjemahkan cerita melalui gestur. Ia melibatkan
dua seniman di Pengabdi Setan


Gerbang Neraka, Film Horor Dengan Format Berbeda

15 September 2017

Pemeran Film Gerbang Neraka Julie Estelle (kiri), Reza Rahadian (tengah) dan Dwi Sasono (kanan) berfoto bersama saat menghadiri peluncuran film Gerbang Neraka di Jakarta, 13 September 2017. Film Gerbang Neraka akan dirilis secara serentak di seluruh bioskop pada 20 September mendatang. ANTARA FOTO
Gerbang Neraka, Film Horor Dengan Format Berbeda

Film Gerbang Neraka digadang sebagai film horor yang dikemas
lain dari gaya film horor sebelumnya


Jay Subyakto Didemo Warga Keturunan Wandan Terkait Film Banda

31 Juli 2017

Ratusan warga keturunan asli Banda melakukan unjuk rasa, di halaman Gong Perdamaian Ambon, 31 Juli 2017. Aksi tersebut dilakukan menyusul pernyataan sutradara Film Banda The Dark Forgotten Trail, Jay Subiyakto yang dianggap menyudutkan warga asli Banda dalam promosi filmya. Foto: Rere Khairiyah
Jay Subyakto Didemo Warga Keturunan Wandan Terkait Film Banda

Ratusan warga mendesak DPRD untuk menunda penayangan film Banda yang disutradari Jay Subyakto.


Harry Styles dan Pangeran Harry Ramaikan Premier Film Dunkirk

15 Juli 2017

Harry Styles berakting di film Dunkirk. DAILYMAIL
Harry Styles dan Pangeran Harry Ramaikan Premier Film Dunkirk

Harry Styles mendampingi Pangeran Harry di karpet merah premier film Dunkrik karya Christopher Nolan.


Lebanon Akan Boikot Wonder Woman karena Diperankan Aktris Israel

31 Mei 2017

Aktris Gal Gadot memerankan perannya saat syuting film terbarunya, Wonder Woman. Film ini menceritakan sosok Diana, putri cantik asal Amazon yang dilatih guna menjadi ksatria tak terkalahkan, Wonder Woman. AP Photo
Lebanon Akan Boikot Wonder Woman karena Diperankan Aktris Israel

Aktris Israel, Gal Gadot yang jadi Wonder Woman disebut-sebut menjadi anggota militer Israel.