Boleh dikata, itu semua lantaran angkot (angkutan kota) jurusan Serang-Pandeglang bertulis "Gol A Gong the Power Man" di kaca belakangnya. Gong tak begitu memperdulikannya. Namun istri Gong, Tias Tatanka, tak demikian. Di Ahad sore pada Desember 2008, ia menemui supir angkot itu: Udin Angkot. Tias mengajak Udin Angkot untuk bertandang ke rumahnya dan memperkenalkannya kepada Gong.
Ya, Heri Hendrayana Harris adalah nama yang amat populer di Serang, Banten. Ia lebih suka dipanggil Gol A Gong dibanding nama sebenarnya. Lelaki berputra empat ini tak lain adalah penggagas komunitas menulis Rumah Dunia.
Bertempat di desa Ciloang, Serang, komunitas baca ini berdiri di atas tanah seluas 2.000 meter persegi. Peserta didiknya tak hanya anak-anak, tetapi pelajar maupun mahasiswa. Bahkan ada seorang nenek berumur 60-an tahun dari Jakarta yang saban akhir pekan mengunjungi Rumah Dunia. "Mereka menyebutnya nenek gaul. Ia sangat bersemangat sekali mengikuti kelas menulis," ujar Gong.
Begitu juga dengan Udin Angkot. Ia sampai memilih cara semacam itu untuk dapat bertemu dengan Gong. Tulisan Gong yang ia baca di koran mampu menginspirasi dirinya. Udin yakin suatu saat akan ada orang yang menyetop angkotnya dan menanyakan tulisan itu. Beruntung, ia bertemu dengan istri Gong.
Rumah Dunia adalah ikrar Gong kepada orangtuanya. Ayahnya, yang berprofesi guru tetapi tak pernah sepakat dengan slogan pahlawan tanpa tanda jasa ini, suatu kali mengatakan kepadanya bahwa idealisme harus punya ongkos. Segala kegiatan yang sifatnya positif seperti kesenian tak serta merta dibatasi. Bahkan, Gong mengajukan syarat kepada semua wanita yang akan menjadi calon istrinya. Ia harus rela jika gaji Gong diinvestasikan ke gelanggang remaja yang ia buat.
Ada keinginan Gong untuk mengalihkan stigmatisasi negatif bahwa Banten hanya terkenal karena santet dan jawara-jawaranya. "Ternyata banyak orang-orang Banten yang terkenal karena tulis menulis," kata Gong. Kedekatan geografis antara Banten dan Ibu Kota pun dimanfaatkannya.
Tak mengherankan, berkat ketekunannya, Rumah Dunia menjadi berkembang luar biasa. "Bagaimana memindahkan dunia ke dalam rumah. Ini menjadi semacam gempa literasi," ujar Gong. Bahkan, tak sedikit peserta didik yang belajar di Rumah Dunia menempati posisi penting di media lokal Banten.
Meski aktivitas belajar di Rumah Dunia ini gratis, ternyata dikelola dengan serius. Mereka menerapkan silabus belajar menulis. Tiap-tiap hari memiliki agenda yang berbeda. Ada wisata baca, dongeng, studi, mengarang, dan teater. Dan mereka harus menuangkan apa yang didapat dengan menulis. "Sebelum mereka menulis fiksi atau non-fiksi, mereka harus menulis jurnalistik," kata Gong. Sedangkan akhir pekan, ada kelas diskusi dan kelas menulis mahir.
Teori hanya menempati 40 persen silabus. Selebihnya adalah praktek. Bahkan mereka diberi ruang Khusus membuat buletin yang mereka cetak sendiri di Lumbung Banten dan laman internet di situs rumahdunia.net.
Tiap-tiap angkatan hanya menerima satu kelas yang beranggotakan 25 orang saja. Hingga saat ini sudah ada 16 angkatan sejak Rumah Dunia berdiri pada 2006. Tiap angkatannya butuh waktu 6 bulan belajar. Saat ini, terdapat 8 relawan pengajar di tempat tersebut.
Ada keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat dan berapresiasi. Aktivitas seni menjadi stimulus bagi mereka. Maka tiap tahun, dan baru saat ini akan dirintis setiap dua tahun sekali, Rumah Dunia mengadakan semacam perayaan apresiasi seni melalui perhelatan Ode Kampung di areal Taman Budaya Rumah Dunia.
Sepanjang Kamis lahu hingga Ahad ini, Rumah Dunia menggelar Ode Kampung #4 : Banten Art Festival. Serangkaian pertunjukan tradisi maupun kontemporer digelar di sini. Seperti pertunjukan marawis, qasidah, tari katuran, angklung buhun, rampak bedug, teater maupun monolog. Selain itu, dalam perhelatan itu juga diadakan workshop teater, diskusi buku, parade pembacaan puisi, dan wisata spiritual ke Banten Lama.
Apa yang dirintis Gol A Gong boleh dibilang sederhana. Mengajak orang untuk mencintai membaca dan mampu menuangkan ide yang mereka gagas dalam tulisan. "Penulis itu menemukan, bukan melihat," Gong menegaskan.
ISMI WAHID | DWIDJO U. MAKSUM