Lukisan itu menggambarkan tiga insan. Dua perempuan dan satu lelaki memegang pentungan. Seorang perempuan tersungkur di depannya. Adapun satu perempuan lain, duduk tak berdaya mencegah. Suram ceritanya, seperti warna-warna cat dalam lukisan.
Dilukis di atas kanvas berukuran seratus kali seratus sentimeter, lukisan berjudul Violence Victim itu merupakan salah satu karya Miftakhul Huda yang dipamerkan di Ars Longa Gallery Yogyakarta selama 10 hari, mulai 27 November hingga 6 Desember kemarin.
Bertajuk Lets Make History, Huda Gembira -demikian dia dijuluki- memamerkan secara tunggal lima puluhan lukisan karyanya. Bagi pelukis muda berusia 29 tahun itu, cerita tentang perempuan dan lelaki seakan tak pernah habis dikupas. Kisah Adam dan Hawa atau Romeo dan Juliet misalnya, tetap saja menarik diperbincangkan hingga jaman sekarang. Dan itu, yang banyak tersirat dalam lukisannya.
Dalam segi obyek, Huda memang banyak menampilkan perempuan. Juga pertemuannya dengan pria. “Perempuan itu indah,” kata dia tentang kaum hawa seperti tertulis dalam katalog pamerannya.
Di lukisan lain, Huda menggambarkan sebuah persaingan. Berjudul Sofa Biru Jealous dan dilukis di atas kanvas berukuran 150 kali 200 sentimeter, lukisan itu kental menggambarkan sebuah perebutan dua lelaki untuk mendapat seorang perempuan.
Duduk di atas sofa biru, ketiganya tampak tenang. Namun ibarat arus air, ketenangan itu hanya di permukaan. Padahal dalam di dasar hati mereka, sebuah pertentangan keras tengah berlangsung. Huda menggambarkan pertentangan itu lewat bayangan masing-masing mereka.
Ringan dan tak ribet dalam karya dan sikap, setidaknya itulah Huda. Namun di balik itu, dia seakan tak hendak berhenti bercerita lewat lukisan. Tentang apa saja yang dia alami tiap hari.
Opee, dalam pengantarnya tentang pameran lukisan Huda menulis, memaknai pameran itu sebagai sebuah ajakan untuk berbagi cerita. Sejarah (history), sebuah kata yang dihadirkan sebagai tema pameran bermakna sesuatu yang besar dan masif. Kata yang berasal dari bahasa Yunani itu (historia), sekaligus bermakna narasi.
“Pameran Huda ini,” tulis dia, “Sebagai ajakan bagi kita untuk membuat cerita masing-masing yang bermakna.” Dan tentu saja, kita (yang lelaki) akan sangat suka bercerita tentang perempuan. Begitu juga sebaliknya.
ANANG ZAKARIA