Mereka itu adalah Gina Alvares, Marilynne Bradley, Sophia Dalpiaz Brown, Trisha Gupta, Dan Jaboor, Myles Keough, Amanada Verbeck, Timothy Wagner, Jhon Wahlers dan Davide Weaver. "Program ini adalah bagian dari kemitraan Indonesia-AS dalam bidang sosial budaya," kata Davide Weaver yang menjadi pimpinan rombongan, Jum'at (26/11).
Program ini akan menjadi program tahunan di mana seniman Indonesia juga akan mendapat giliran untuk berkunjung dan tinggal di AS. Adapun selama di Indonesia, selain di Ubud, mereka akan melakukan kegiatan di Solo dan Jakarta. Di Solo, mereka akan belajar membatik. Sementara di Jakarta, mereka akan melakukan workshop dan pameran di Museum Nasional.
Selama di Ubud sejak 18 November lalu, mereka telah bertemu dengan pewaris Puri Ubud, mengikuti workshop melukis di atas telur dan bertemu dan belajar pada sejumlah maestro pelukis tradisional. Yakni antara lain, pelukis bergaya Young Artist I Ketut Soki dan pelukis bergaya tradisional dengan tema modern Dewa Nyoman Batuan.
"Mereka juga berinteraksi langsung dengan masyarakat Ubud misalnya dengan melihat penari berlatih di balai banjar," kata Mario Blanco yang menjadi tuan rumah untuk program ini.
Davide Weaver menyebut, pengalaman berada di Ubud memberikan pemahaman yang berbeda dalam melihat kesenian. Sebab, di Ubud kesenian menyatu dalam aktivitas adat dan ritual dan bukan sekedar media untuk mengekspresikan diri.
"Hampir semua orang adalah seniman karena segala hal dibuat dengan cara yang indah," ujarnya. Sejumlah ide , menurutnya, telah muncul dari workshop itu dan akan segera digarap oleh para seniman.
ROFIQI HASAN