Pentas Monolog “Surti dan Tiga Sawunggaling”
Waktu: 12 & 13 November 2010, Pukul 20.00 WIB
Tempat: Teater Salihara, Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta
Naskah: Goenawan Mohamad
Sutradara: Sitok Srengenge
Aktor: Ine Febriyanti
HTM Rp 50.000 & Rp 25.000 (Pelajar/Mahasiswa)
Sudah sekitar tujuh tahun Aktris Ine Febriyanti tidak tampil dalam panggung teater. Kita ingat perempuan ini sebelumnya pernah terlibat pementasan-pementasan yang cukup berbobot. Ia pernah menjadi pemeran utama memainkan karya August Strindberg: Miss Julie (1999), lalu karya Riantiarno, Opera Primadona (2000), dan ikut ambil bagian dalam kolaborasi bersama Teater Rin Ko Gun di Jepang (2001) menampilkan kisah pemburu ikan paus Lamalera: The Whalers of South Sea. Kemudian dalam arahan sutradara Eka D. Sitorus, ia menjadi protaganis utama Ekstremis (2003).
Dan kini, setelah lama absen, seorang diri dengan disutradarai Sitok Srengenge ia bakal memainkan Surti, monolog karya Goenawan Mohammad, di Teater Salihara, Jakarta, pada 12-13 November 2010.
Karakter tokoh dalam monolog ini berbeda jauh dengan peran-peran yang pernah dilakoni Ine. Dalam naskah-naskah sebelumnya, Ine tampil sebagai sosok seorang perempuan yang keras, binal, bahkan jalang. Kini ia menjadi Surti¯seorang wanita Jawa biasa¯seorang ibu rumah tangga, yang mengisi hari-harinya dengan membatik setelah suaminya, Jen, seorang aktivis pergerakan mati dieksekusi Belanda karena dituduh seorang komunis.
Tapi, drama ini bukan drama realis biasa. Bahkan boleh dikatakan drama ini setengah surealis. Tingkat kesulitan monolog ini cukup tinggi karena isinya bergerak antara kenyataan sehari-hari dan imajinasi. Saat membatik dan mengenang detik-detik terakhir suaminya, Surti melihat tiga burung Sawunggaling yang digambarnya hidup dan terbang keluar dari kain batikannya. Dan menjelang dini hari, ketiga burung itu kembali masuk ke kain mori.
Dramaturgi monolog ini tak menyajikan konflik secara konvensional. Konflik terjadi saat bagaimana Surti berdialog, menerima informasi dari burung-burung imajinasinya itu setelah terbang malam. Dari mereka Surti mendapat cerita-cerita yang mendebarkan batinnya. Burung-burung itu ternyata menguntit suaminya sebelum sang suami mati, burung itu menyaksikan bagaimana anak buah suami Surti atas perintah Jen, sang suami menyerbu sebuah bivak Belanda, namun tiga di antaranya tewas. Salah satu burung itu juga melaporkan bahwa sang suami memiliki kekasih gelap, seorang pejuang, yang jauh lebih muda.
Tantangan Sitok Srengenge adalah bagaimana menghidupkan naskah yang berlapis-lapis ini. Bagaimana ia mampu menjadikan Ine Febriyanti memerankan lebih kurang 10 karakter yang berbeda. Pertama sebagai Surti sendiri, kemudian tiga karakter burung: Cawir, Anjani, dan Baira. Karakter kekasih gelap Jen. Lalu juga karaker laki-laki, antara lain, Zen, dan tokoh-tokoh lain yang semuanya berada dalam dunia antah berantah.
Ine harus mampu menampilkan lapis-lapis cerita ini secara mengalir. Maka dari itu, teknik cerita dan penghayatan Ine harus bagus. Salah penanganan penyutradaraan, Surti akan terlihat lebih sebagai seorang perempuan yang tak waras. Padahal bukan itu yang dimaksudkan naskah. Naskah ini ingin berkisah mengenai dunia batin perempuan Jawa yang terluka.
Selama sebulan lebih Sitok bersama asisten sutradara Seno Joko Suyono menggembleng Ine Febriyanti. Mereka membedah bagaimana monolog ini sesungguhnya berjalan dengan struktur penuh ulang alik waktu, antara dunia kongkrit dan dunia rekaan. Dalam proses semakin ditemukan bahwa alam khayali Surti dalam naskah Goenawan ini penuh dengan penglihatan akan kematian. Misalnya, saat dalam alam khayalnya Surti menceritakan bagaimana burung bernama Baira bagai Jatayu menabrak tiga ekor Mandar untuk menyelamatkan dirinya. Itu sesungguhnya sebuah tindakan heroik sang burung untuk mencegah agar dalam alam kenyataan Surti tidak ikut dibunuh tentara Belanda.
Untuk dramatika pemanggungan, Sitok menambah detail-detail kepada naskah. Tembang yang dilantunkan Surti di atas itu, misalnya, tak ada dalam naskah asli Goenawan. Tembang itu ditambahkan untuk menyajikan bagaimana pada suatu momen saat hendak membatik Surti tiba-tiba dilanda kesunyian yang amat sangat, ketakutan tanpa sebab yang berbaur firasat buruk. Sehingga ia meredam kecemasan dengan menembang.
Tambahan utama lain adalah pada unsur tari. Sitok meminta koreografer Hartati untuk membuat koreografi ketiga Sawunggaling itu. Hartati menciptakan gerakan-gerakan burung yang unik dan berbeda untuk Ine. Sitok juga menginginkan cahaya tak sekadar menjadi ilustrasi panggung tapi juga sebagai aktor. Maka penata cahaya Clink Sugiharto – memanfaat tiga warna Sawunggaling itu merah kembang sepatu, biru laut selatan, warna ungu – menjadi unsur-unsur cahaya yang dalam adegan bisa menjadi penanda dialog.
Bunyi-bunyian dan suara yang ditata komposer Jeffar Lumban Gaol juga diarahkan lebih alegoris. Suara ketiga Sawunggaling itu misalnya. Sawunggaling sesungguhnya makhluk mitologis yang tak ada referensinya. Maka dari itu Sitok meminta kepada Jeffar agar suara burung yang muncul adalah suara burung asosiatif bukan burung tertentu seperti Burung Gagak atau Burung hantu. “Ini suara burung entah,” kata Sitok.
Instrumen utama yang digunakan Jeffar adalah rebab. Tapi, alat musik gesek ini juga diperlakukan tidak biasa. Kita akan mendengar rebab ini digesek –bagai sebuah sayatan yang panjang tanpa putus makin tinggi makin mengiris muram. Sebuah bunyi yang berupaya menyelami dunia dalam¯seorang perempuan yang merasakan kepedihan pembunuhan.
Tantangan yang lain adalah setting panggung. Sitok menginginkan panggung yang minimalis, tapi mampu mewakili dunia mistis, dunia gaib Surti. Maka Sitok memilih lantai, kursi semua berwarna serbaputih. Putih menurutnya mewakili ketakterbatasan imaji. Kedua, dengan bantuan arsitek Avianti Arman ia menginginkan latar panggung berupa cermin. Dalam naskah Goenawan, Sawunggaling adalah makhluk cermin. Segala wajah, kata-kata burung itu akan dipantulkan kembali. Dengan backdop berupa cermin ini, maka kita bisa melihat segala gerak-gerik Ine Febriyanti yang menjadi Surti seolah dipantulkan .
Setting juga menghadirkan keranda. Penonton bisa melihat ada keranda putih yang sepanjang pertunjukan seolah tergantung. Pada klimaks – setelah Surti bercerita panjang lebar tentang kematian suaminya ¯dan agar menghalau tragedi lain yang bakal terjadi, ia harus menuntaskan membatik, memperbaiki sayap-sayap burungnya yang cacat, penonton akan melihat seorang laki-laki telanjang melintas di bawah keranda.
Seluruh tubuh laki-laki itu putih. Apakah itu arwah Jen? Silahkan Anda menonton.
Pameran Nyoman Sujana dan Soegiono "Mind Scape"
Waktu: 11 – 18 November 2010
Tempat: Gedung B, Galeri Nasional Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur 14, Jakarta
Kurator : Eddy Soetriyono
Pameran Sketsa “Soerabaia 1945: Exhibition of Sketches and Caricatures by Australian Artist Tony Rafty”
Waktu: 10 – 20 November 2010
Tempat: Galeri AJBS, Jalan Taman Ratna 14, Surabaya, Jawa Timur
Kedutaan Besar Australia turut merayakan Hari Pahlawan dengan mempersembahkan pameran sketsa, surat dan karikatur penting berjudul “Soerabaia 1945: Exhibition of Sketches and Caricatures by Australian Artist Tony Rafty”. Pameran itu dibuka oleh Rafty sendiri pada Rabu (10/11) di Galeri ABJS, Surabaya, Jawa Timur, dan berlangsung hingga 20 November mendatang.
Koleksi Rafty itu mengungkap pengamatannya tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia dan peran pendukung yang dimainkan oleh Australia dalam membantu perjuangan tersebut. Kebanyakan sketsanya dibuat selama ia tinggal di Indonesia pada 1945, ketika bekerja untuk harian The Sun, Sydney. Ia menjadi saksi mata sejumlah peristiwa bersejarah, termasuk Pertempuran Surabaya-- pertempuran yang membantu memobilisasi dukungan Indonesia dan internasional untuk kemerdekaan Indonesia--yang sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Surat-surat Rafty, yang ditulis pada waktu itu, mengungkapkan simpatinya terhadap perjuangan Indonesia dan rasa hormatnya kepada sahabat dan pemimpin yang sedang muncul pada waktu itu: Presiden Soekarno. Ia juga berteman dengan sejumlah tokoh penting Indonesia, termasuk sesama seniman, seperti Basuki Abdullah dan Affandi, yang banyak di antara mereka tercermin dalam koleksi ini. Selama Perang Dunia Kedua, Rafty menjadi seniman perang resmi untuk Angkatan Bersenjata Kekaisaran Australia di Papua Nugini, Kalimantan, dan Singapura.
Selama perjalanan karir Rafty, karyanya itu telah dipamerkan di seluruh dunia dan lebih dari 15 ribu karikatur telah diterbitkan di surat kabar dan majalah besar. Pada 1990 Rafty menerima penghargaan Order of Australia Medal atas jasa-jasanya kepada media.
"Saya gembira menyambut kembali kedatangan salah satu kartunis dan karikaturis ternama Australia ke Indonesia, negara yang sangat ia sayangi. Melalui karyanya, warga Indonesia dan Australia bisa belajar tentang hubungan antarwarga yang kukuh antara kedua negara kita dan bagaimana hal ini memainkan peran yang signifikan selama perang kemerdekaan Indonesia," ujar Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia, Paul Robilliard, dalam pernyataan persnya.
Sebagai bagian dari pameran ini, Kedutaan Besar Australia juga akan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan lain di Jakarta dan Surabaya dengan para seniman Indonesia, mahasiswa, pelajar sekolah kembar BRIDGE dan alumni Australia.
Pameran dan kunjungan Rafty ke Indonesia disponsori oleh Kedutaan Besar Australia dalam kolaborasi dengan harian Jawa Pos dan Garuda Indonesia. Banyak koleksi Indonesia dari masa 1945 karya Rafty yang masih tersimpan di Perpustakaan Nasional Australia di Canberra.
Konser “Nusantara Bernyanyi-Leo Kristi”
Waktu: 13 November 2010, Pukul 19.30 WIB
Tempat: Aula Timur Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Ganesha 10, Bandung, Jawa Barat
Nusantara sebuah gugusan kepulauan bak untaian zamrud di khatulistiwa kini telah menjadi Indonesia melalui perjalanan sejarah yang panjang dan penuh liku. Berjuta catatan yang terbaca maupun yang musnah berserak menjadi debu seiring gugurnya para pahlawan bangsa dalam ruang dan waktu. Adalah sebuah pekerjaan besar dan mulia untuk mengangkatnya dalam bingkai anggun nan wibawa yang dapat menggugah insan manusia Indonesia agar tumbuh rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah airnya. Beberapa catatan tersebut telah dibukukan dalam beribu syair, puisi dan lagu yang cantik mendayu, pedih dan pilu serta riang bersemangat.
Catatan tersebut tidak saja dikumpulkan dan dipunguti dari alam gunung, laut, sungai, danau, angin, awan, langit, pohon, hewan, pulau-pulau, tetapi juga desa, kota, gereja, mesjid, pura, candi, stasiun, jalanan, warung, pasar, sekolah, monumen, kuburan, orang tua, anak-anak, ibu, bapak, kakek, nenek, lelaki dan perempuan, dan berbagai hal yang menumbuhkan inspirasi.
Tentu merupakan perjalanan yang panjang bagi pelakunya, yang pasti dia adalah seseorang yang mencintai bangsanya, mencintai tanah airnya, mencintai negrinya, Indonesia. Orang tersebut bukan saja seniman, musikus, cerdas-cendikia, penyair, budayawan dan penyanyi tetapi juga seorang Troubadur dan humanis. Dia adalah Leo Imam Sukarno, atau lebih dikenal sebagai Leo Kristi.
Festival Bercerita IX
Waktu: 12 – 14 November 2010
Tempat: Bentara Budaya Jakarta, Jalan Palmerah Selatan 17, Jakarta
Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA) bekerja sama dengan Bentara Budaya Jakarta dan Grasindo, dibulan November ini mengadakan Festival Bercerita IX, merayakan bahasa Indonesia dan keragaman budaya Nusantara.
12 November 2010
- Pukul 09.00 – 12.00 WIB:
Pelatihan Bercerita untuk Guru
- Pukul 14.00 – 16.00 WIB:
1. Sekolah Hanaeka, Bogor. Pentas: Si Kecil
2. SDIT At Taufiq. Pentas: Bujang Permai
3. Bima Anggara. Pentas: Suwidak Loro
4. Sanggar Arsari – Sukabaca, Jatibening.
Pentas: Mengapa Tubuh Udang Bengkok
5. SMP Tzu Chi, Pentas: Senggutru
6. SD High Scope Alfa Indah. Pentas: Gerhana
13 November 2010
- Pukul 09.30 – 12.00 WIB:
1. Kelompok Pecinta Bacaan Anak, Wayang Beber: Si Kecil
2. Leo Mira Production, Pentas: Putri Kemang
3. Raka dan Harun, Pentas: Anak Kucing yang Manja
4. SD Lazuardi, Cinere. Pentas: Ampak dan Musang yang Cerdik
5. TK Aisyiyah 13. Pentas: Mengapa Tubuh Udang Bengkok
6. SMP Lazuardi, Cinere. Pentas: Suwidak Loro
- Pukul 14.00 – 16.00 WIB:
1. Kelompok Pencinta Bacaan Anak. Pentas: Kancil dan Kura-Kura
2. Bima Anggara. Pentas: Masarasenani dan Matahari
3. Pak Raden, Dongeng dengan Gambar : Timun Emas
4. Sanggar Arsari – Despuri, Klender. Pentas: Gerhana
5. SD Citra Kasih. Pentas: Si Kecil
6. SMP Citra Kasih. Pentas: Putri Mandalika
14 November 2010, Pukul 09.30 – 12.00 WIB:
1. Perpustakaan Warung Baca Lebakwangi (Warabal).
Pentas: Bujang Permai
2. Adam, Pentas: Huo Lo Puu
3. Jasmine Wirawan. Pentas: Bawang dan Kesuma
4. Pak Raden, Dongeng dengan Gambar: Petruk Jadi Raja
5. Sanggar Arsari – Arjasari, Bandung.
Pentas: Anak Kucing yang Manja
6. SD Kampung Waru, Pentas : Topitu
Info lebih lanjut hubungi:
KPBA - (021) 53664109 (Dina, Ika)
Konser Gadjah Mada Chamber Orchestra : A Journey from Classic to Modern
Waktu: 14 November 2010, Pk. 19.00 - 22.00 Wib
Tempat: Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada (Gedung Purna Budaya UGM), Bulaksumur, Yogyakarta
Bintang Tamu: Singgih Sanjaya (konduktor tamu), Anggito Abimanyu (solois flute)
Sebuah Konser yang mempersembahkan repertoar-repertoar dari zaman klasik hingga modern, seperti La Primafera (Spring) by A.Vivaldi, Nessun Dorma (Turandot) by Giacomo Puccini, August's Rhapsody from OST August Rush, Cloud Smile from OST Final Fantasy VII, Tanah Jawi, Jali-Jali
dan repertoar lainnya.
Tiket: Rp. 15.000
Pemesanan: Pandu (085743552259), Nessya (085735036637)
Pameran Tunggal Teguh Ostenrik "Sarong, Identity?"
Waktu: 6-20 November 2010 Pukul 10.00-22.00 WIB
Tempat: Exhibition Hall Jakarta Art District, Lower Ground East Mall, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta
Kurator: Jean Couteau
Pameran ini menyajikan karya dua dan tiga dimensi, yaitu sembilan lukisan dan dua belas patung life size yang masing-masing bertautan secara keseluruhan merujuk pada tema utama yang mencoba mengkritik kehidupan sosial dan pola beragama di Indonesia.
Pameran Bersama "Silent Victim"
Waktu: 05-28 November 2010
Tempat: Bale Tonggoh, Selasar Sunaryo Art Space, Bukit Pakar Timur No.100, Bandung, Jawa Barat
Kurator: Syarifuddin
Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space menghadirkan lima orang perupa yang berasal dari Malang, Jawa Timur. Mereka adalah Bambang B.P., Dhudung, Isa Ansory, Jonny Ramlan dan Keo Budi Harijanto. Tema Silent Victim pada pameran ini membingkai persoalan korban yang terbisukan. Tema ini sengaja tidak dibingkai secara spesifik atau ketat pada satu korban di wilayah tertentu, semisal wilayah politik. Sehingga diperoleh perspektif yang beragam mulai dari soal sejarah, rumah tangga, pembunuhan yang seperti rutin membayang di pelbagai media serta tekanan struktur sosial yang menggapai ruang psikologis.
Pesta Seni Multidimensi Bulungan (Seni Rupa, Tari, dan Teater)
Waktu: 5-12 November 2010
Tempat: Gelanggang Remaja Bulungan, Jakarta Selatan
Pameran Tunggal Abas Alibasyah "Gema Waktu"
Waktu: 4-14 November 2010
Tempat: Galeri Nasional Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur 14, Jakarta
Pameran buka setiap hari, dari pukul 09.00-19.00 WIB
Pameran ini juga disertai peluncuran buku Gema Waktu - Lukisan-lukisan Abas disusun oleh Agus Dermawan T.
Pameran Seni Visual "Novemberan" DKV UK PETRA
Waktu: 4-28 November 2010
Tempat: Galeri Seni House of Sampoerna, Surabaya, Jawa Timur
Kurator: Agus Koecink
Produser: Obed Bima Wicandra & Anang Tri Wahyudi
Peristiwa yang sangat heroik pada 10 Nopember 1945 di Surabaya, telah tercatat dalam sejarah bangsa ini sedemikian melekatnya sehingga menjadi tidak wajar ketika Indonesia, apalagi masyarakat Surabaya lupa bahwa sejengkal tanah yang dipijak adalah tanah bersejarah yang berdarah-darah. Setelah sekian lamanya peristiwa itu tercatat dalam literatur yang menjadi tugas dari penghuni Surabaya adalah bagaimana mereka mengingatnya dan menjadi refleksi dalam kehidupan kota.
Para seniman: Anang Tri Wahyudi, Aristarchus Pranayama, Anvin Kurniawan, Arghubi Rachmadia, Asthararianty, Benny Wicaksono, Bertono Adi, Bing Bedjo Tanudjaja, Budi Prasetyadi, Celcea Tiffany, Nani Designani, Dhany Wijaya, Emka Satya Poetra, Erandaru, Ivan "Skinhead", Komunitas Tiada Ruang, Luri Renaningtyas, Maria Nala Damayanti, Martien Ardiyanto, Miki Rasta, Novi Irawan, Ang Siau Fang & Merry Sylvia, Obed Bima Wicandra, Victor
Pameran "Poisonous Mollusk with a Single Spiral Shell into which the Whole Body can be Withdrawn"
Waktu: 30 Oktober-13 November 2010
Tempat: Edwin's Gallery, Kemang Raya No.21, Jakarta Selatan
Dalam pameran yang dikurasi Agung Hujatnikajennong ini, dua seniman, Cinanti Astria Johansjah dan Endira Fitriasti Julianda, menampilkan kenangan, ingatan dan obsesinya di atas kanvas tentang dunia hewan dengan bantuan atau teknik digital.
Pameran Tunggal Dodit Artawan "Sneakerhead Painting: Double Fetishism"
Waktu: 6-12 November 2010
Tempat: SIGIarts, Jalan Mahakam I No. 11, Blok M, Jakarta Selatan
Kurator: Asmudjo J. Irianto
Pameran Seni Rupa "Passage to the Future: Art From New Generation in Japan"
Waktu : 28 Oktober - 16 November 2010, Senin-Sabtu pukul 11:00-20:00 WIB, Minggu pukul 11.00-18.00 WIB (Hari libur nasional tutup).
Tempat: Galeri Salihara, Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Pameran ini berfokus pada karya seni yang muncul di Jepang pada awal abad ke-21. Pada tahun 1990-an terlihat perubahan besar dalam tatanan ekonomi dan politik dunia, dan banyak orang meresponnya dengan berpaling dari isu-isu besar dan berkonsentrasi pada bagian hidup yang lebih kecil dan lebih intim. Dalam seni kontemporer di seluruh dunia pun tampak kecenderungan para seniman untuk menaruh perhatian pada kehidupan sehari-hari dan berfokus pada ekspresi perasaan dan persepsi personal.
Pameran ini menampilkan lukisan, patung, instalasi, foto, dan video karya sebelas seniman Jepang yang merupakan tanggapan serupa terhadap kondisi dunia saat ini. Soal-soal yang mereka angkat berasal dari lingkungan sekitar dan karya yang mereka hasilkan sangat mencerminkan realitas pribadi seniman. Karya mereka memiliki efek visual yang kaya dan menunjukkan ketertarikan yang kuat pada proses pembuatan artefak.
Pameran Matahati Jogja oleh Kelompok Matahati
Waktu: 1 - 20 November 2010
Tempat: Sangkring Art Space, Nitiprayan, Rt 1/20 No. 88 Ngestiharjo Kasihan, Bantul, Yogyakarta
Mois de la Photo 2010: "Elements" Exhibitions
Waktu: 2 - 19 November 2010
Tempat: LIP/CCF Yogyakarta, Jalan Sagan No. 3, Yogyakarta
Akademi Samali Versus Fight for Rice
Waktu: 26 Oktober-26 November 2010
Tempat: Fight For Rice Store, Jalan Parangtritis No. 26, Yogyakarta
Akademi Samali bekerja sama dengan FFR (Fight For Rice) & Lanting studio, Penerbit Cendana Art Media, Indinesian Art Archive serta Penerbit Gajah Jambon, mengadakan acara di Yogyakarta:
Workshop Komik Bersama Akademi Samali (untuk pelajar)
Pameran Komik Normal (Akademi Samali) | 26 Oktober-26 November 2010 | 10.00-21.00 wib | FFR Store | Jl. Parangtritis no. 26 Yogyakarta | Buka Selasa-Minggu. Hari Senin Tutup.
Informasi Errie: 0816 18 31 384 Ratna: 0817 277 7679 E: daging.tumbuh@gmail.com | http://dgtmb.blogspot.com/
Pameran Alat Musik Tradisional Nusantara "Harmoni Nusantara"
Waktu: 12 Oktober - 12 November 2010
Tempat: Museum Nasional, Jl. Medan Merdeka Barat 12, Jakarta
International Bali Meditators' Festival
Waktu: 12 - 14 November 2010
Tempat: Ubud, Gianyar - Bali
Festival meditasi internasional ini mengusung tema "Vasudhaiva Kutumbakam: Living in Peace, Love and Harmony through MEDITATION”.
Info lebih lanjut:
International Bali Meditators' Festival
Jl. Pura Mertasari 27, Sunset Road Area, Kuta
Bali 80361, Indonesia
Telephone: +62 361 7801 595, +62 361 8477 490
Fax: +62 361 8477 490
Email: info@balimeditates.org This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it
Contact: Oka Ratnayani (+62 813 3805 2252, oka_ratnayani@yahoo.com This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it )
Website: www.balimeditates.org