“Kebetulan hingga tanggal 20 November nanti tidak ada acara. Daripada ruang pamer kosong, lebih baik pameran ini diperpanjang saja,” kata Herjoko, pengelola ruang pamer Tembi Rumah Budaya, Rabu (10/11).
Peserta pameran yang menyebut dirinya sebagai Penjahat Kesenian ini terdiri atas lima orang. Mereka adalah Gesang Wisnu Wardoyo, Nur Iksan Brekele, Prayitno Mayek, Yurisa Adhi dan Muhammad Amin Rois. Empat di antaranya berlatar belakang pendidikan seni grafis ISI Yogyakarta lulusan tahun 2010. Hanya Muhammad Amin Rois yang masih menempuh kuliah di Jurusan Ushuludin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
“Antara Subjek dan Objek” adalah pameran lukisan pertama Penjahat Kesenian. “Sebelumnya kami lebih banyak melakukan performing art, meski sebagian besar di antara kami berlatar belakang pendidikan seni lukis,” kata Yurisa Adhi. Tentang nama Pejahat Kesenian, Yurisa mengatakan biar kelihatan garang. “Tidak ada maksud negatif dengan nama itu,” katanya.
Pada pameran kali ini, kelima anggota Penjahat Kesenian ini menampilkan karya berbasis seni grafis dengan teknik cukil kayu di atas kanvas ditambah dengan teknik pewarnaan manual (hand coloring). Yang membedakan di antara mereka adalah ketertarikan atas tema tertentu.
Yurisa, misalnya, memilih mengangkat persoalan sosial. Pada Famous Fastmouse, Yurisa menampilkan sosok tikus ketika berbicara tentang fenomena korupsi di negeri ini. Uniknya, tikus karya Yurisa ini digambarkan sedang berlari kencang, namun seluruh tubuhnya terbalut oleh anyaman. “Koruptor di negeri ini memang susah ditangkap,” katanya.
Empat karya Yurisa yang dipamerkan di Tembi Rumah Budaya ini semuanya menampilkan figur (bisa figur realis atau figur imajinatif) yang terbalut oleh anyaman. Menurut Yurisa, unsur anyaman ini lebih bersifat eksplorasi atas nilai artistik, “Sekaligus menjadi ciri khas karya-karya saya,” katanya.
Sementara itu, Nur Iksan Brekele lebih suka mengangkat persoalan spiritualitas pada karya-karyanya. Ia menampilkan sosok orang yang sedang berjongkok di sebuah lorong pada karya berjudul Koma untuk merepresentasikan persoalan kelelahan manusia menghadapi kehidupan.
Sedangkan Gesang Wisnu Wardhana lebih suka mengangkat persoalan filsafat Jawa melalui figur-figur wayang, khususnya tokoh punakawan. Gesang menempatkan figur wayang itu secara tumpang-tindih dengan teknik cukil kayu dan kemudian diselesaikan dengan teknik hand coloring.
Menurut Rain Rosidi, karya kelompok Penjahat Kesenian ini lebih menyerupai lukisan dengan teknik cetak grafis. “Secara visual mereka menampilkan kemampuan teknis yang baik, dan menghadirkan gaya visual yang imajinatif,” tulisnya dalam pengantar kuratorial.
Rain menambahkan, kelompok Penjahat Kesenian sangat berhasil menampilkan salah satu kecenderungan teknik yang mereka kuasai dengan tanpa terjebak untuk sekadar berhenti mempersoalkan teknik dan alat. Menurut Rain Rosidi, mereka telah menceburkan diri dalam pesta seni kontemporer. “Sebuah pesta yang di pintu masuknya kita tidak perlu menjelaskan alamat dari seni mana kita berasal,” tulisnya.
Heru Cn