Karya itu terjual HK$ 52,18 juta atau sekitar Rp 56 miliar, rekor harga tertinggi yang diraih untuk karya sang seniman. Lukisan itu direncanakan akan dipajang di museum pribadi yang akan Budi bangun di Shanghai.
Budi mulai menapaki bisnisnya dari produk pertanian, lalu mulai mengoleksi seni rupa kontemporer sepuluh tahun lalu. Sekitar 2004 dia mulai memusatkan diri pada seni Cina dan menghimpun koleksi yang mengesankan, tak hanya nama-nama besar semacam Yue Minjun, Fang Lijun, Wang Guangyi, dan Zhang Xiaogang, tapi juga bakat-bakat baru, seperti pasangan seniman kontroversial Sun Yuan dan Peng Yu.
Setahun lalu, dia membuka museum pribadi Yuz Museum di kampung halamannya, Jakarta, dan mengumumkan keinginannya untuk membangun jaringan museum serupa di Asia. Dalam wawancara dengan jurnal daring China Art News Magazine, Budi menyebut alasan "patriotik" saat membeli karya Zhang Xiaogang. "Saya orang Cina dan saya lebih senang karya ini tetap di Cina," katanya.
Walaupun patriotisme telah dikenal sebagai salah satu faktor dalam tawar menawar di pelelangn barang antik dan lukisan tradisional Cina, tapi relatif baru dalam perkara seni rupa kontemporer. Namun, karena kolektor-kolektor Cina kini makin lebih tertarik dengan seni rupa kontemporer dari kampung halamannya, kompetisi untuk menyelamatkan karya-karya penting untuk Cina diperkirakan akan lebih ramai.
iwank | Artinfo