TEMPO Interaktif, Jakarta - Terlahir menjadi penyandang tunanetra tak membuat Muhammad Ade Irawan, 16 tahun, kehilangan kepercayaan diri. Tapi bukan pula karena memiliki postur tubuh atletis dan wajah nan tampan yang membuatnya bergelora menjalani kehidupan.
Meski tergolong amat pendiam, begitu di depan piano, sikap Ade langsung berubah 180 derajat. Energetik dan amat ekspresif. Tak cuma jemarinya yang lincah menari-nari memainkan deretan tuts, dari mulutnya sesekali keluar irama melengking-lengking bak trompet. Ia juga biasa melakukan scatting, yang banyak dipelajarinya dari penyanyi jazz, George Benson. "Dia belajar piano otodidak," kata Endang Irawan, ibunda Ade, saat berbincang dengan Tempo di sebuah kafe di kawasan Sudirman, Jumat malam lalu. Lahir pada 15 Januari 1994 di Colchester, Inggris, sejak sekitar usia 3 tahun, Ade mulai mengenal musik dan mencoba piano mainan. Baru pada usia 6 tahun, Ade kecil mulai bermain keyboard dan piano. Saat Ade berusia 9 tahun, sang tante, Wiwik Mardiana Dewi, mengenalkan anak itu kepada music jazz. Saat itu Wiwik rajin membawakan kaset-kaset jazz Bobby Chen. "Saat itulah Ade jatuh cinta pada jazz," kata Endang. Bakat Ade kian terasah saat Endang bertugas selama 4 tahun di Chicago, Amerika Serikat, sejak 2004. Di kota yang yang memiliki napas jazz dan blues itu, Ade secara reguler manggung di Jazz Links Jam Session di Chicago Cultural Center. Usia Ade saat itu masih 12 tahun.Dalam kurun 2006-2007, ia juga bermain di panggung festival Chicago, seperti Chicago Winter Jazz Festival dan Chicago Jazz Festival di Millennium Park Chicago. Setiap tahun, dari 2004 hingga 2007, Ade selalu meraih gelar juara pertama lomba cipta lagu antarsekolah di Negara Bagian Illinois.
Kemahiran Ade membawakan musik jazz mempertemukan dia dengan sejumlah "gembong" jazz dan blues di Amerika Serikat, seperti Coco Elysses-Hevia, Robert Irving III, Peter Saxe, Ramsey Lewis, John Faddis, Dick Hyman, Ernie Adams, dan Ryan Cohen. Sepulangnya Ade dan keluarga ke Tanah Air pada 2008, Ade pun aktif manggung, antara lain dalam jam sessions Komunitas Jazz Chic's dan Komunitas Jazz Kemayoran. Ade juga sering manggung bersama Beben dan Agam Hamzah. Kemampuan melakukan jam session diperlihatkan Ade kepada Tempo dan para pengunjung kafe malam itu. Hadirin, yang semula asyik di meja masing-masing, terkesima saat jemari Ade memainkan lagu Breeze In. Suasana kian hangat saat ia memainkan lagu Spain, yang dipopulerkan Chick Corea. Berikutnya, Ade memainkan dua lagu ciptaannya sendiri, Oleo dan Chicago's Blues, secara solo.Meski masih muda, Ade tampak penuh empati saat bermain dalam kelompok. Ia tak berupaya menonjol sendiri. Sebaliknya, Ade selalu memberikan peluang kepada pemain drum dan bas untuk memperlihatkan kemampuan individual mereka.
Selama Ade di Tanah Air, Jaya Suprana, yang juga dikenal sebagai pianis musik klasik, banyak membantu kiprah anak itu. Jaya pertama kali mengenalnya di Chicago pada 2004. Namun saat itu Jaya belum melihat langsung permainan piano Ade. "Waktu itu saya cuma dikasih tahu kalau Ade adalah anak berbakat," kata Jaya.
Baru tahun ini Jaya bertemu kembali dengan Ade dan orang tuanya. "Saat itulah saya mendengar permainan piano Ade, dan saya langsung terkejut begitu mendengarnya," kata pria tambun kelahiran 27 Januari 1949 ini. Mulai saat itulah Jaya membimbing Ade. Jaya juga kemudian menyelipkan nama "Wonder" di tengah nama Ade. "Karena Ade itu seperti keajaiban kedelapan di dunia ini setelah Seven Wonders," katanya.
Tak ada kata-kata yang bisa diucapkan Jaya untuk menggambarkan kehebatan permainan piano Ade. "Permainan piano Ade adalah bukti eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Silakan yang ateis menonton permainan piano Ade," ujarnya.
Ade, Jaya melanjutkan, memang tidak bermain piano menurut kaidah umum. Dia tak mengerti teori-teori musik. "Namun Ade bisa dibilang pemain piano terbaik di dunia," kata Jaya. Presiden Direktur Jamu Cap Jago ini mengingatkan agar kemampuan Ade tidak diperjualbelikan. "Di dunia ini ada hal-hal yang tidak layak diperjualbelikan," ujarnya. Ia berencana tahun depan membawa Ade manggung di Warsawa, Polandia, yang merupakan pusat pianis dunia.FANNY FEBIANA | SUDRAJAT