Seluruh ruang pertunjukan gelap pekat. Yang ada hanyalah sinar terang yang ditembakkan vertikal pada satu bidang bujur sangkar di bawahnya yang berwarna sama: putih.
Itulah suguhan tarian menarik yang dihadirkan dalam Festival Salihara ketiga pada Jumat dan Sabtu malam lalu. Bertempat di Teater Black Box Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, kelompok tari asal Australia, Chunky Move, menampilkan tari modern dengan perpaduan artistik antara gerak tubuh dan teknologi sinar laser.
Mencahayai tubuh yang bergerak. Begitulah kira-kira konsep pertunjukan tari yang berjudul Glow itu. Sajian tari yang berlangsung singkat, hanya 15 menit, digarap oleh Direktur Artistik Gideon Obarzanek dengan sangat detail dan luar biasa. "Pertunjukan ini tidak bisa dipersiapkan dalam waktu singkat. Terutama proses artistiknya yang sangat rumit," kata Obarzanek seusai pentas.
Hasil pertunjukan memang tidak terlihat rumit. Penari mengekspresikan tubuhnya dengan gerak tari modern, lalu proyektor menembakkan sinar laser dari atas, tepat ke tubuh penari atau alas putih sebagai bidang panggung.
Wujud sinar itu bermacam-macam. Lihat saja ketika penari meringkuk dan kemudian sinar itu memerangkap tubuhnya. Lalu ketika tubuhnya terseret dari ujung diagonal satu ke yang lain, dua garis vertikal-horizontal itu pun ikut mengerucut, mengikuti gerak tubuh.
Atau ketika sinar laser tersebut membentuk jaring-jaring yang seolah memindai seluruh tubuh penari. Pantulan cahaya yang mengenai tubuh, menjadikan tubuh penari menggelembung, seperti tubuh seekor zebra yang tak berdaya.
Yang juga sangat menarik ketika sang penari membuat gerakan chaos. Ia seakan memerankan seonggok tubuh yang menjadi sampah. Setiap kali tubuhnya bergetar, selalu ada bekas hitam di lantai putih itu. Berguling-guling, ia ingin melepaskan kotoran hitam itu dari tubuhnya. Menjerit-jerit kecil, serak seperti cericit tikus. Ia berdiri, kotoran itu menggenang hitam. Lama-lama genangan itu merasuk kembali ke dalam tubuh melalui ujung kaki. Luar biasa, apalagi setiap gerakan disertai dengan efek suara yang mencekam.
Lain lagi penampilan ketika cahaya itu membentuk kurva tertutup yang elastis. Penari mengeksplorasi tubuh di atas lantai, sinar-sinar itu mengikuti siku-siku tubuhnya terutama gerakan ujung tangan dan kaki. Atau, membentuk jaring geometrik yang selalu mengikuti ke mana tubuh bergerak.
Pola visualisasi sinar laser dirancang dengan satu program komputer. "Semua gerak diciptakan oleh infra merah yang menangkap gerak tubuh penari," kata Obarzanek. Ia menjelaskan, proyektor dan sensor infra merah adalah alat yang berbeda. Infra merah ini menangkap tekstur benda yang berbeda. Alas putih sebagai panggung terbuat dari plastik dihadapkan pada tubuh penari. Dengan tekstur yang berbeda itulah, gerakan penari dapat tertangkap. Bahkan kostum penari juga tidak khusus. Ia hanya memakai bahan wol yang lembut.
Kemudian sensor gerak itu ditangkap oleh komputer. Dengan program tertentu, pola sinar dipilih dan ditembakkan menjadi suguhan artistik melalui proyektor.
Pertunjukan ini diawali dengan sajian gerak tubuh beberapa wanita yang direkam dan disusun menjadi sebuah film pendek. Gerak tari dari beberapa wanita itu merepresentasikan hubungan antara dirinya dan sang ayah atau keluarga. Pelbagai macam gaya dan ekspresi tubuh diperlihatkan di sini. Mereka memiliki style masing-masing.
Glow pertama kali dipentaskan pada 2006 di Australia. Saat itu, garapan ini mendapat respons dan pujian yang luar biasa. Ya, sekali lagi, Glow boleh dibilang “hanya” permainan cahaya. Tapi itu semua terlihat nyata.
ISMI WAHID | NUNUY NURHAYATI