Menurut Taufiq, seniman tidak minta dana kepada anggota DPRD Surabaya. Mayoritas seniman di Surabaya, selama ini merasa tersingkir dalam pembangunan Kota Surabaya. "Kami kuatir dengan masa depan seni di Surabaya," ujarnya.
Taufiq menambahkan, pemerintah setempat harusnya mendirikan galeri atau museum untuk para seniman. "Kami juga ingin mempunyai tempat bagi para seniman untuk latihan sebebas-bebasnya," katanya. “Pemerintah tidak punya peran untuk memajukan kesenian di Surabaya.”
Seniman teater, Maimura, mengatakan beberapa tahun lalu di Surabaya pernah ada drama kolosal hingga melibatkan 10 ribu pemuda setempat. "Dulu drama kolosal ini menjadi ciri khas Surabaya, namun sekarang tidak pernah diadakan," ujarnya.
Menurut seniman dari Surabaya New Art Center, Beni, selama ini seniman Surabaya selalu mandiri. Berbagai kendala hanya dihadapi oleh seniman tersebut. "Karena itu kami akan mendekatkan diri ke pemerintah setempat," kata Beni.
Sementara itu Bang Jo, seniman dari Komunitas Pakis, mengatakan Pemkot Surabaya tidak mempunyai dokumentasi atas warisan karya seni dan pemikiran perjalanan seni. Akibatnya, anak-anak muda setempat tidak mengetahui warisan seni dari Kota Surabaya.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Surabaya, Wiwiek Widayati, pengembangan seni terkendala masalah anggaran. Hal inilah yang membuat pembinaan dan pelestarian seni tidak optimal.
Ketua Komisi Kesejahteraan DPRD Surabaya, Baktiono, mengatakan, para seniman dan pemerintah setempat harus efektif melakukan komunikasi. Sehingga berbagai kendala yang dihadapi seniman bisa dibantu oleh pemerintah setempat.
"Meskipun pembangunan fisik berjalan terus, pembangunan seni sebagai identitas Surabaya juga harus menjadi prioritas," ujar Baktiono. Karena itu, ia berjanji akan membantu menyampaikan aspirasi para seniman sehingga dilibatkan dalam berbagai agenda kesenian.
DINI MAWUNTYAS