TEMPO Interaktif, Jakarta - Menyelam di laut menjadi kesukaan Kamila Andini, 24 tahun, sejak di sekolah menengah pertama. Hobi ini lalu membuatnya jatuh cinta pada laut. Lantas mulailah ia menggarap film berlatar laut sebagai ungkapan rasa cintanya itu. Film berjudul Mirror Never Lies itu mengambil lokasi di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. "Syutingnya mulai Senin besok," kata Dini, panggilannya, saat ditemui di Cafe Kekun, Jakarta Selatan, Senin lalu.
Film Mirror mengangkat kehidupan suku Bajo, yang merupakan satu-satunya suku di Wakatobi yang hidup di atas laut. Film ini bercerita tentang pencarian seorang anak terhadap ayahnya--seorang pelaut dan pelestari budaya suku Bajo--yang hilang.
Si anak sedih kehilangan ayahnya. Selain peninggalan ayahnya hanya sebuah cermin, si anak sedih lantaran banyak orang Bajo yang tidak lagi melestarikan tradisi. Sayangnya, sang ibu (diperankan Atiqah Hasiholan) selalu mematahkan semangat si kecil. Nah, konflik inilah yang diangkat dalam film ini.
Menurut Dini, cara hidup suku Bajo di atas air sangat khas. Kisah pelaut hilang, kata Dini, lazim ditemukan di suku Bajo. "Banyak janda di sana," ujarnya. Suku Bajo punya ritual mencari orang hilang dengan cermin. Caranya, cermin dicelupkan ke dalam air.
Ide film ini muncul saat Dini melakukan penyelaman dan penyuluhan pengolahan sampah bersama World Wildlife Fund, lembaga swadaya masyarakat internasional, di Wakatobi dua tahun lalu. Selain berkampanye, ia membesut film dokumenter tentang penyu.
Selama 20 hari di sana, Dini banyak berkenalan dengan warga dan pemerintah daerah setempat. Kesukaannya pada bidang sosiologi dan antropologi membuatnya berhasrat mengenalkan kehidupan suku. "Ini satu-satunya suku di Indonesia yang hidup di laut," ujarnya. Ide tersebut disetujui setelah mendapat restu dari ayahnya, yang juga seorang produser dan sutradara, Garin Nugroho.
Selain lantaran kecintaan pada laut, Dini membuat film berlatar daerah karena terilhami film seperti Denias dan Tanah Air Beta besutan Ari Sihasale. "Film itu tidak harus ngomongin cinta-cintaan," ucapnya. Saat menonton film Thailand, ia terkagum-kagum karena film tersebut mengangkat konflik kehidupan petani padi.
Film lokal dan jauh dari film mainstream ini, kata dia, justru menarik bagi sebagian orang Barat. "Kenapa kita tidak bisa membuat film serupa, banyak yang bisa dituangin lewat film," ia mengatakan.
Sedikitnya film yang berlatar perairan juga menjadi alasan Dini menggarap film ini. Menurut alumnus Deakin University, Melbourne, Australia, ini, orang Indonesia kerap menyebut bangsanya dengan "tanah air". Namun pengetahuan tentang air sangat sedikit ketimbang tentang tanah. "Hanya ngomongin tanah, jarang cerita air."
Ketertarikan ilmuwan Indonesia pada dunia laut dinilai Dini masih rendah dibanding peneliti luar negeri. Hal ini terlihat di Wakatobi. Menurut Dini, beberapa pelancong asing melakukan observasi, lalu membuat film dokumenter. Beberapa di antaranya mengangkat cerita tentang paus dan pesut, yang mudah ditemukan di perairan ini.
Posisi geografis Wakatobi, yang berada di persimpangan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, membuat perairan di sana menjadi jalur migrasi ikan laut. "Saya kerap melihat beberapa paus muncul ke permukaan," katanya.
Dia berharap, film ini menambah ketertarikan ilmuwan lokal pada suku Bajo. "Paling tidak suka sama dunia kelautan," ucapnya. Semakin galaknya sineas-sineas mengangkat dunia kelautan, Dini yakin akan lahir peneliti lokal yang tak kalah mumpuni dibanding orang asing.
Lantaran hobi jalan-jalanlah yang membuat Dini tertarik pada lingkungan laut. "Papa yang mengajak." Nah, hobinya berselam merupakan terapi untuk mengurangi sifatnya yang penakut. Menurut Dini, bertatapan dengan ikan saat menyelam mampu mengurangi ketegangan dan ketakutan. "(Rasa takut) berangsur-angsur akan hilang," katanya.
Meski putri seorang sineas, Dini mengaku tak memiliki bakat akting. "Enggak cocok," ia mengakui. Tak menyukai akting bukan berarti tak menggemari dunia hiburan. Sejak di sekolah menengah atas, sulung dari empat bersaudara ini sudah mengikuti kursus pembuatan film dan penulisan skenario. Ia juga kerap terlibat dalam pembuatan klip video kelompok musik Slank, film televisi, film pendek, dan dokumenter. Film Mirror adalah film panjang pertamanya.
l Akbar Tri Kurniawan
BIODATA
Nama: Kamila Andini
Kelahiran: Jakarta, 6 Mei 1986
Orang Tua: Garin Nugroho dan Riani Ikaswati
Status di keluarga: sulung dari empat bersaudara
Pendidikan: Bachelor of Arts (Media Arts & Sociology) Deakin University, Melbourne, Australia (2003-2007)
Karya:
l Klip video Slank
l Film dokumenter Rahasia dan Bukit Citarasa
l Film pendek Jas Merit
l Film dokumenter Astro memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional
l Beberapa film televisi (FTV).