TEMPO Interaktif, Jakarta - Dentingan gelas kristal yang digenggam para pengunjung mengiringi lantunan musik akustik Bonita & The Hus Band (baca: hasben). Syair-syair lagu yang sederhana namun manis, tak kalah hangat oleh anggur yang ditenggak. Pada saat cuaca dingin yang masuk ke sudut-sudut serambi Komunitas Salihara di Pasar Minggu, Jakarta, Kamis malam lalu, menusuk tulang, alunan suara merdu sang vokalis justru mampu mengalihkannya.
Malam itu, kehadiran Bonita dan band-nya di atas panggung kecil bujur sangkar menjadi penanda dibukanya sebuah festival seni tahunan di Salihara. Kali ini festival yang turut menghadirkan seniman internasional itu memasuki tahun ketiga. Ragam kesenian yang tampil hingga 20 Oktober nanti itu bisa menjadi alternatif hiburan warga Jakarta.
Tak sekadar musisi yang sudah dikenal publik, festival ini pun memberi ruang bagi para wajah baru yang biasa bergelut di jalur "bawah tanah", seperti band yang digawangi Bonita (vokal), Petrus Briyanto Adi (gitar), Bharata Eli Gulo (perkusi), dan Jimmy Tobing (saksofon). Boleh jadi grup ini belum tenar di telinga khalayak. Namun, siapa sangka bendera mereka sudah berkibar lebih dulu di tetangga sebelah, yakni Singapura.
Bonita telah lebih dulu menjajal panggung bergengsi Esplanade Singapura saat perhelatan On The Waterfront Series Indie Asia (2009) dan perhelatan Mosaic Music Festival (2010). Respons positif pun langsung mencuat dengan habisnya 50 keping album volume pertama yang mereka bawa. "Saat itu persiapan kami minim, jadi hanya mempersiapkan 50 keping," kata Bonita.
Musik mereka yang bernapas akustik, soul, folk, dan R&B itu tampaknya banyak penggemarnya. Syair-syair yang lahir berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari menjadi perekat secara individu bagi para pendengarnya. Misalnya lagu God Came to Me, nomor yang didominasi petikan gitar akustik ini berkisah tentang rasa cinta yang diberikan Tuhan kepada hamba-Nya. Lagu itu merupakan salah satu dari 10 nomor yang menjadi kesukaan pengunjung.
Sebagai vokalis, Bonita pernah sempat bekerja sama dengan sejumlah musisi. Dua album solonya, Bonita (2003) dan Laju (2009), menjadi penanda eksistensinya di dunia tarik suara. Dalam perjalanannya, Bonita ingin meleburkan kariernya dalam formasi sebuah band, lalu lahirlah Bonita & The Hus Band pada 2006. "Saya lebih senang ngeband karena suka dan sedih bisa dirasakan rame-rame, jadinya enggak sepi," katanya.
Kini, band itu telah merampungkan album kedua bertajuk Volume 2, yang berisi tujuh lagu, antara lain Terima Kasih, For PM, dan Small Miracles. "Pemasaran untuk di Singapura sudah lebih dulu, yang di Indonesia belum karena rencananya masih akan ditambahkan beberapa lagu baru," ujarnya. Namun Bonita lagi-lagi enggan menyodorkan album pada label mayor. "Saya tetap memilih jalur independen, karena sudah cocok dengan sistem kerja label indie," katanya.
Aguslia Hidayah