Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Buluh Nadi Farida Oetoyo  

image-gnews
Pentas tari
Pentas tari "Survival" oleh koreografi Farida Oetoyo, di Gedung Kesenian Jakarta pada festival Schouwburg IX.Jakarta (17/09/10). (TEMPO/JACKY RACHMANSYAH)
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Laki-laki itu berada di tengah panggung. Kain merah menutupi perutnya yang semula telanjang. Menyisakan sebagian dada, tangan, dan kakinya. Empat perempuan berlari berputar sambil memegang ujung kain. Laki-laki itu semakin terbelit. Tak lama kemudian, ia membuat gerakan kayang.

Lalu, ia bangkit kembali. Belitan itu tak mengendur. Tangannya terangkat ke atas sejenak. Lalu, ia pun rebah. Para pembelit kain meninggalkannya. Panggung itu pun sepi dan gelap. Meninggalkan laki-laki yang terbujur kaku tersebut. Mati.

Penonton bertepuk tangan. Itulah bagian akhir tari balet berjudul Serdtse atau The Heart. Karya ini menjadi bagian dari pertunjukan yang menghadirkan dua karya maestro balet Indonesia, Farida Oetoyo, di Gedung Kesenian Jakarta, Jumat malam pekan lalu. Satu karya lagi yang dipentaskan lebih dulu berjudul Survival.

Pentas balet itu sekaligus menjadi pembuka rangkaian Festival Schouwburg dalam rangka memperingati ulang tahun Gedung Kesenian ke-23. Dua tari itu pernah dimainkan sebelumnya di tempat yang sama. Serdtse dimainkan pada 2006, dan Survival menyusul setahun kemudian.

Serdtse bercerita tentang denyut kehidupan yang penuh ketenangan, energi, permasalahan, dan akhirnya denyut yang hilang. Ya, Serdtse menceritakan siklus hidup manusia. Awalnya, tari kontemporer ini dibuka dengan kain merah dengan panjang lebih dari 10 meter dan lebar sekitar 1 meter. Bagai perban, kain itu membelit tubuh lima orang bertopeng yang satu sama lain tak berdekatan. Denting piano satu nada menjadi kode mereka berkumpul, lalu berputar-putar saling menjauhi. Lalu, kain merah menutupi tubuh mereka yang tertelungkup di lantai.

Di bawah kain itu mereka menari, membuat gerakan mengombak. Setelah satu laki-laki dan perempuan masuk panggung, kain tersibak. Inilah kelahiran baru mereka: lima perempuan tanpa topeng. Kita juga bisa melihat adegan percintaan laki-laki dengan perempuan yang saling bergelendotan atau bersandar. Juga laki-laki yang mengangkat raga perempuan, lalu memutarnya.

Semua dikemas dalam gerakan yang cukup lincah dan serentak. Sepuluh balerina dan balerino yang bertelanjang kaki kadang berputar berkali-kali, menendang kaki ke belakang atau ke samping dan menahannya. Atau, saat berbaring, lutut terangkat dan telapak kaki bergerak sangat cepat. Begitu energetik. Tapi gerakan para penari terkadang pelan dan anggun, merefleksikan gerak hidup manusia yang acap terasa melamban.

Serdtse diakui Farida sebagai refleksi kehidupannya. Ia pernah menderita sakit pada pembuluh darah nadinya. Saat itu Farida seperti mau menyerah pada nasib. "Tapi saya bangkit karena masih ingin membuat koreografi baru," katanya. Maka Farida juga membuat latar belakang panggung bergambar pembuluh nadi dalam warna merah.

Farida mengaku lebih suka membuat karya balet kontemporer, meski beasiswa dari pemerintah Rusia yang diterimanya saat usia 14 tahun mengharuskan ia belajar balet klasik di Akademi Balet Bolshoi. Di sini ia memperoleh predikat cum laude dan menyandang gelar artist of ballerina. Selain itu, Farida pernah memperdalam balet modern di Amerika yang memungkinkannya memadukan gerakan balet klasik.

Tarian ini sangat didukung oleh komposisi musik karya putra Farida, Aksan Sjuman. Dengan dentingan piano Mery Kasiman, petikan bas Indra Lie Perkasa, gesekan cello Rahman Noor, serta alunan woodwind Juhad A. (oboe), Henry (basson), dan Eugene Bounty (klarinet), musik terasa menyatu dengan tarian. Kadang para musisi bermain dengan lengkap dan kuat, tapi tak berlebihan. Kadang pula hanya memberi nada sederhana atau diam sesaat dan memainkan stakato. Begitu hidup dan memberikan warna pada tarian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbeda dengan Serdtse, yang tematis dan kontemporer, Survival, yang dimainkan lebih dulu, berwarna neoklasik. Tapi Survival tak semenggigit Serdtse. Bahkan cenderung datar dan membosankan. Padahal Survival dimainkan oleh lebih dari 20 penari. Tarian ini lebih bersifat ramai ketimbang meriah.

Yang paling fatal, satu dari lima balerina menjatuhkan sapu tangan putih di kanan panggung. Akhirnya, balerina itu hanya mengayunkan tangan saat teman-temannya mengayunkan sapu tangan. "Itu ketidaksengajaan," kata Farida, membela murid-muridnya yang telah berlatih tiga bulan itu.

Okelah, kesalahan adalah hal yang biasa. Tapi mungkin karena terlalu ramai, mereka sangat kesulitan menjaga kepaduan gerak. Kadang gerakan para balerina terasa kaku. Sejumlah balerino juga terlihat kesulitan menjaga keseimbangan saat berdiri dengan satu kaki dan canggung dalam gerakan mengangkat tubuh balerina. Kadang terlihat gerakan yang tak sesuai dengan ketukan musik. Selain itu, kadang musik terasa terlalu kuat dan menjadi bagian yang berdiri sendiri dalam pertunjukan.

Pertunjukan menarik justru diperlihatkan tiga balerina belia yang menggunakan point shoes. Selama tampil, tiga balerina ini hampir selalu berjingkat, termasuk saat berlari. Meskipun gerakannya tak kompak amat, kehadiran mereka memberi kesegaran dan menghidupkan Survival. Kepakan kain berbentuk sayap kupu-kupu di baju balerina belia ini juga membuat penampilan mereka semakin menggemaskan.

Selain itu, penampilan balerino dan satu balerina dalam kostum ala penari perut Timur Tengah menghangatkan Survival. Dalam irama musik gurun pasir, mereka tampil dalam gerakan cepat. Kadang gerak tubuhnya membentuk kalajengking. Penampilan mereka terlihat kompak dan tak kaku.

Dengan masih ada kekurangan di sana-sini, Farida tetap bersemangat. Ia tak mau menyalahkan para muridnya. Ia justru akan membuat koreografi baru lagi. "Warisan saya hanya koreografi," katanya. Sungguh, Farida telah menjadi salah satu urat nadi dunia balet negeri ini.

Pramono

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

29 April 2018

Peserta delegasi dari Pekalongan di Asian African Carnival 2018 di Bandung, Jawa Barat, 28 April 2018. Karnaval budaya Asia Afrika bertema Respect Diversity ini diikuti sekitar 4.000 perserta dari seluruh Indonesia dan perwakilan delegasi asing. TEMPO/Prima Mulia
Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

Seniman dan penggiat tari di Jawa Barat merayakan Hari Tari Sedunia di Bandung.


Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

28 Oktober 2017

Tari Sonteng (ANTARA News)
Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

Tari Sonteng dari Jawa Barat memikat hati para diplomat Ekuador yang tergabung dalam Asosiasi Pasangan Diplomat Ekuador.


Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

7 September 2017

Eko Supriyanto foto besama penari yang menarikan tari Balabala saat GR pementasan penutupan SIPFest 2016 di Teater Salihara Jakarta, 4 November 2016. TEMPO/Nurdiansah
Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

Eko Supriyanto akan mementaskan tari Cry Jailolo pada pembukaan pagelaran Solo International Performing Art (SIPA) di Benteng Vastenburg, Surakarta.


Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

30 Agustus 2017

Pementasan tari dalam acara Jakarta Dance Meet Up di Gedung Kesenian Jakarta, 31 Maret 2017. TEMPO/Frannoto
Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

Dance Meet Up (JDMU) #2 merupakan ajang pertemuan para komunitas tari dari berbagai genre di Jakarta.


Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

25 Agustus 2017

Penari Balet membentuk formasi saat membawakan pertunjukkan Balet dengan Tema Si Kabayan di Teater Jakarta, kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), 31 Oktober 2015. Pertunjukan Balet yang dimaikan oleh Marlupi Dance Academy (MDA) ini, mengkawinkan antara seni tari balet klasik dan kontemporer Nusantara. TEMPO/Subekti
Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

Penari balet Marlupi Dance Academy (MDA) berhasil meraih 7 medali di dalam ajang Asian Grand Pix 2017 yang diselenggarakan di Hong Kong.


Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

11 Juli 2017

Sejumlah penari difabel dan non-difabel melakukan latihan jelang pementasan di Galeri Kesenian Jakarta, Jakarta, 8 Juli 2017. Mereka akan membawakan koreografi CandoDance karya Mirjam Gutner dan Tanja Erhart dari grup Candoco Dance Company (Inggris). TEMPO/Subekti
Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

Gala Balet akan menampilkan kolaborasi penari difabel dari Australia, Prancis, Korea Selatan dan Italia.


Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

16 Mei 2017

Karya origami
Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

Berbeda dari kebanyakan anak-anak lain yang terkena paparan bom atom, Sadako bertahan hidup bahkan layaknya manusia normal.


Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

25 April 2017

Dua seniman membawakan tarian Bisma Srikandi di Pendapa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Solo, (29/4). Pertunjukan yang digelar selama 24 jam ini untuk memperingati Hari Tani Sedunia. Tempo/Ahmad Rafiq
Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

Ribuan seniman akan menari bergantian selama sehari semalam untuk memperingati Hari Tari Sedunia di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, 29 April 2017.


Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

9 Maret 2017

Poster Pertunjukan tari Arka Suta dari Sanggar Padnecwara. Facebook.com
Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

Jelang pementasan digelar pula pameran foto dan properti

pementasan tari yang lalu


Indonesia Pentaskan Tari  

12 Januari 2017

Penari Eky Dance Company saat tampil dalam gladi resik pementasan kabaret oriental bertajuk
Indonesia Pentaskan Tari  

EKI akan mementaskan dua karya tari di India.