Para pemuda dari Jepang itu terdiri dari tiga perempuan dan empat laki-laki. Dengan luwes mereka menari diiringi musik gamelan. Irama musik tradisional itu bertalu mengiringi sinden yang menyanyikan lagu-lagu sholawat, dangdut, dan campursari.
Para pemuda-pemudi Jepang itu sedang mengikuti Youth Work Camp 2010, yang sigelar di Yogyakarta sepanjang 1-7 September ini. Mereka datang dengan organisasi Young Men Chritian Assosiation asal Indonesia dan Yokohama Jepang.
“Saat datang ke dusun ini disambut dengan jathilan, awalnya mereka takut. Tapi kemudian mereka justru tertarik dengan tarian-tariannya,” kata Lintang Krisantium, Koordinator Panitia Youth Work Camp 2010.
Menurut Lintang, setelah beri penjelasan, mereka tertarik untuk belajar menari jathilan. Selain bercampur dengan budaya setempat, para pemuda asal Jepang itu juga berbagi pengalaman dengan anak-anak setempat dalam penanggulangan bencana alam, membagi buku, dan berbagi pengalaman lainnya.
Salah satu peserta asal Yokohama, Shiratori Masato, menyatakan, dengan ikut berpartisipasi menari jathilan, bisa menyatu dengan para penduduk sekitar. Selain itu ia merasakan ada getaran hubungan sosial dan budaya tradisional yang berasal dari Jawa tersebut. ini.
Meski hanya satu kali latihan, para pemuda yang punya dasar keahlian menari itu, mereka bisa mengikuti ritme musik dengan cukup mudah. “Saya senang bisa ikut merasakan tarian tradisional daerah ini,” ujar Shiratori.
Sayangnya, para penuda Jepang itu hanya sebentar belajar tari jathilan. Jika agak lama, dijamin mereka juga akan bermain layaknya pemain jathilan yang kesurupan. “Memang mereka tidak sampai kesurupan, melihat saja mereka takut apalagi kalau mereka yang kesurupan,” kata Lintang menjelaskan.
MUH. SYAIFULLAH