Kini buku itu ditafsir ulang dalam sebuah novel grafis dengan halaman-halaman monokrom yang mengurai penjelajahan Conrad atas kekuasaan, keserakahan dan kegilaan dalam cara yang lebih mengganggu dari sebelumnya.
Komik itu digambar Catherine Anyango, seniman Kenya-Swedia, dengan tafsir atas teks itu oleh David Zane Mairowitz. Karya ini lebih banyak menggali medium aslinya ketimbang berkutat pada kontroversi atas pandangan Conrad atau hal-hal umum Heart of Darkness.
"Pada awalnya saya tak yakin ini merupakan tema yang bagus untuk sebuah novel grafis karena naskah itu begitu padat dan gaya pada naskah itu adalah bagian dari yang membuat saya terpikat pada buku itu," kata Anyango kepada Guardian, Selasa lalu.
Anyango tak memasukkan seluruh cerita Conrad ke komiknya dan membayar kekurangan itu dengan gambar yang kaya dalam detail. Dia juga tak ingin karyanya tenggelam oleh beratnya beban intelektual dan hanya fokus pada kejadian khusus di Kongo, bukan kolonialisme secara umum.
Untuk memperkuat gambaran geografis dan historisnya, komik itu ditambahi kutipan-kutipan dari The Congo Diary, jurnal yang Conrad bawa selama perjalanannya pada 1890.
Baca Juga:
Penelitian Anyango juga membawanya kepada kisah seorang lelaki dari sebuah desa di Upper Congo bernama Nsala. Dia menaruhnya pada sebuah foto yang menggambarkan Nsala duduk merenungi tangan dan kaki anak perempuannya, yang dipotong oleh para penjaga yang dikirim ke kampung itu oleh perusahaan Inggris-Belgia, India Rubber Company. Para penjaga itu diperintahkan untuk menyerang kampungnya karena gagal menyediakan karet yang cukup untuk perusahaan. Mereka lantas mengunyah istri dan anak Nsala dan hanya menyisakan tangan dan kaki sang anak.
Bagi sebagian orang, ini merupakan episode memalukan dalam sejarah, sedang yang lain menganggapnya sebagai pengalaman biasa, meskipun bukti yang diungkap sejarawan belakangan ini, seperti King Leopold's Ghost karya Adam Hochschild, yang menelanjangi barbarisme yang terjadi di Kongo. Kebrutalan yang terjadi di negeri itu belakangan, seperti pembunhan dan permerkosaan massal, memperkuat relevansi karya Anyango ini.
Iwank | Guardian