Namun, anggapan itu tak sepenuhnya benar. “Pasar lagu rohani tidak akan pernah mati di Indonesia. Meskipun memang sepi dari publikasi massa, nyatanya penjualan lagu rohani tetap stabil,” ujar pengamat musik Bens Leo di Jakarta beberapa waktu lalu. Bahkan, menurutnya, penjualan album ini mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Bens mengambil contoh album religi Kristiani yang bertajuk Glory to Glory yang digarap True Worshippers Live Recording dengan tidak menempel pada momentum keagamaan. Semenjak dirilis tiga minggu lalu, album yang ikut dimeriahkan oleh penyanyi Lita Zein ini telah terjual hingga 30 ribu kopi.
Tidak berlebihan jika Hendra Chiang dari True Worhsippers Production menargetkan angka 100 ribu kopi bakal terjual. “Bahkan, bukan tidak mungkin bisa menembus angka 150 ribu keping atau double platinum,” katanya.
Glory to Glory merupakan album ke-12 komunitas seniman Kristiani dari Jakarta Praise Community Church (JPCC) yang berkarier sejak 1997 lalu. Mereka menginduk pada label Insight Unlimited untuk mendistribusikan karya-karyanya.
Produser sekaligus direktur vokal True Worshippers, Sidney Mohede, membungkus lagu-lagu dalam corak gospel. “Yang secara filosofi, pembuatan lagu ditujukan untuk Kemuliaan Tuhan,” kata Sidney. Tidak berlebihan bila lagu-lagu mereka seperti Glory to Glory, Tiada Ternilai, dan You Are My Father mengalir dengan iringan paduan suara serta kaya warna, termasuk rock di dalamnya, plus penuh kemegahan.
Fenomena larisnya album religi seperti ini mengingatkan pecinta musik tanah air dengan album fenomenal Hadad Alwi, Cinta Rasul. Album religi perdana Hadad itu terjual hingga dua juta keping. Kesuksesan ini, menurut Bens, disebabkan oleh segmentasi pasar yang meskipun sedikit namun jelas dan fanatik. Kiprah Opick sebagai penyanyi solo pun merangkum “sejarah” musik religi yang pernah bertahan di MTV dalam waktu beberapa bulan.
Aguslia Hidayah