TEMPO Interaktif, Denpasar - -Pelukis kontemporer asal Padang, Sumatera Barat, Stefan Buana bakal memamerkan karya-karya terbarunya di Tonyraka Art Gallery, Ubud, Bali . Pameran yang digelar mulai 17 Agustus hingga 17 September itu menampilkan lukisan dengan tema”Mental Gerilya”.
Menurut Stefan, dirinya bukan sedang mengangkat kisah - kisah kepahlawanan tempo dulu. “Kisah kepahlawanan atau semangat kepahlawanan saat kini yang sering kita jumpai dimanapun kita berada,” ujarnya. Ia mengaku, kisah tentang perjuangan telah mempengaruhi dirinya menjalani kehidupan yang membutuhkan strategi, kerja keras,berani merantau dan semangat untuk bertahan dalam mencapai cita – citanya.
Dalam konteks saat ini, menurutnya, semangat gerilya merupakan strategi kehidupan masyarakat untuk mempertahankan hidup mereka dari kerasnya jaman. Para petani, buruh pabrik, nelayan dan para pekerja perkantoran, seniman, tukang ojek dan lainnya yang bertahan untuk hidup merupakan para pahlawan dengan mental gerilya.
Konsep gerilya diyakiningya sebagai strategi dan taktik pertempuran yang menyatu dengan alam (di sekitar) dalam menghadapi lawan atau musuh, seperti menyerang bertahan, menghindar (berkamuflase) dan merebut daerah yang dikuasai oleh musuh.
Hal ini dapat terinspirasi dari alam dan kehidupannya seperti keganasan dan kecepatan dari seekor macan, kekuatan kuda kuda liar serta berkamuflase dengan alam (misalnya dalam karya yang berjudul Inspirasi Gerilya 3). Bahkan juga mereka dapat belajar dari dari kekuatan sepotong besi, seperti istilah bermentalkan baja atau mental gerilya itu tadi (misal dalam karya berjudul ‘Obsesi Baja’).
Secara tehnis, Stefan mengaku menggunakan bahan yang konvensional dan bahan – bahan non konvensional seperti asap lilin, lempengan besi berkarat, arang, paku, campuran serbuk kayu, benang, dsb. di atas kanvas. “Saya juga saya tak segan merobek, memaku, dan melubanginya, karena saya ingin sebebas-bebasnya dalam berkarya,” ujarnya.
Selain itu dalam memvisualisasikan ide, ia tidak terpaku pada jenis aliran tertentu. Bisa abstrak, figuratif atau apa saja, yang penting bisa mewakili ide – idenya. Misalnya dalam karya Ojo Ngono Bung. Ini merupakan ekspresi kemuakkan terhadap perilaku politik birokrasi. Lukisan ini menggunakan media campur dan menggunakan bahan yang mirip dengan kotoran manusia.
ROFIQI HASAN