Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengajarkan Filsafat dengan Batman

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Selama bertahun-tahun penggemar tokoh komik Batman penasaran dengan misteri di jantung serial ini yakni mengapa Batman tidak langsung membunuh musuh bebuyutannya Joker?


Dua tokoh komik ini terlibat dalam permainan kucing-kucingan yang lama.Joker melakukan kejahatan, Batman menangkapnya, Joker ditahan dan dengan berbagai cara melarikan diri.Bukankah akan sangat sederhana jika Batman hanya membunuh Joker? Apa yang menyebabkan dia tidak melakukannya?


 

Setidaknya, begitulah jalan sebuah diskusi di sejumlah kelas filsafat di Amerika Serikat yang jumlahnya semakin bertambah. Studi budaya dan media telah membuka jalan bagi universitas untuk memasukkan budaya pop ke dalam kurikulum mereka. Saat ini bukan hal yang aneh menemukan kelas studi televisi bersama dengan kursus literatur abad ke-17.


Sekarang, profesor filsafat menemukan superhero dan buku-buku komik sangat bermanfaat dalam membantu para mahasiswa untuk berfikir mengenai perdebatan moral dan etika yang kompleks, yang telah menyibukkan para filsuf selama berabad-abad.


William Irwin, profesor filsafat di King's College di Pennsylvania, yang mengedit Blackwell Philosophy and Pop Culture Series memasukkan judul seperti Batman and Philosophy dan X-Men and Philosophy.


Dia mengatakan, bukan hal aneh menggunakan rujukan populer untuk menggambarkan teori-teori yang kompleks. "Inilah yang filsafat lakukan sejak awal," katanya. "Filsafat mulai dengan Sokrates di jalan-jalan Athena berbicara mengenai pesannya kepada masyarakat dan berbicara dalam bahasa mereka, analog pertanian dan mitologi umum."


Meskipun demikian selama berabad-abad, kalangan filsuf beralih ke dunia akademis, menciptakan perbendaharaan kata yang sulit dimengerti rata-rata mahasiswa tingkat satu. Misalnya, istilah etika deontologi.


Christopher Bartel, asisten dosen filsafat di Universitas Appalachian, meminta mahasiswa untuk membacakan novel bergambar Watchmen dalam upaya mengkaji pertanyaan-pertanyaan soal metafisik dan epistomologi.


Di salah satu kelas, dia menggunakan karakter Dr Manhattan yang mengklaim bahwa segala sesuatu termasuk psikologi manusia ditentukan oleh hukum sebab akibat fisika.


Bartel menggunakannya untuk mengajarkan teori determinisme dan kebebasan berkehendak dan tanggung jawab moral. Menurut Bartel, kuliahnya di bidang Filsafat, Sastra, Film dan Komik merupakan "alat merekrut yang fantastik".


Dan, katanya, lebih banyak mahasiswa sekarang mengambil spesialisasi di bidang filsafat daripada mahasiswa di bidang lainnya.


Bagi Christopher Robichaud yang mengajarkan etika dan filsafat politik di Kennedy School of Government, Harvard University dan Tufts University, eksperimen pemikiran berdasarkan superhero dapat membantu orang memahami dilema etika dengan cara yang mudah.


Misalnya bayangkan bahwa Anda Peter Parker alias Spider-Man dan Anda baru saja menemukan diri ini memiliki kekuatan adidaya. Apakah Anda memiliki kewajiban moral menggunakan kekuatan baru itu untuk membantu orang lain?


Dalam esai yang sudah diterbitkan, Robichaud menggunakan pertanyaan sama untuk mengkaji "consequentialism" sebuah pendekatan kepada moralitas yang mempertimbangkan kebenaran dan kesalahan itu berdasarkan tindakan karena semata-mata hasilnya.


Penganut "consequentialist" akan berpendapat bahwa Peter Parker memiliki tanggung jawab moral menjadi Spider-Man karena keputusannya akan membawa banyak kebaikan.


Namun Peter Parker juga seorang ilmuwan trampil sehingga bagi "non-consequentialist" bisa berpendapat bahwa memenuhi karirnya sebagai ilmuwan sama validnya jika dia memilihnya. Mungkin sebagai Spider-Man sudah di atas segalanya dan melampaui tuntutan kewajiban, jawabannya adalah samar-samar.


Perbincangan tidak berakhir dengan superhero saja. Robichaud mendesak para mahasiswa untuk mengambil kerangka yang telah mereka pelajari dan menerapkannya dalam kehidupan pribadi dan profesional.


Memasukkan superhero kedalam kurikulum filsafat bukan berarti bebas kritik. Robichaud tidak dapat bersabar terhadap kritik yang mengatakan karyanya mempermurah tradisi studi filsafat.


"Studi filsafat yang saya lakukan yakni filsafat analisis menggunakan pemikiran eksperimen sepanjang waktu. Jika sebagai contoh diambil dari fiksi, dari budaya pop, sepanjang hal itu sejalan dengan filsafat siapa peduli? Siapa peduli jika contohnya dari Middlemarch atau Watchmen?" tanyanya.



BBC/Kalim

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jaga Persatuan, AHY Ajak Biasakan Ucapkan Terima Kasih dan Maaf

29 Juli 2017

Agus Harimurti Yudhoyono saat menyampaikan orasi kebudayaannya dalam acara Malam Budaya Manusia Bintang 2017 di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta, 29 Juli 2017. TEMPO/Ahmad Faiz
Jaga Persatuan, AHY Ajak Biasakan Ucapkan Terima Kasih dan Maaf

Mantan calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengajak masyarakat membiasakan mengucap terima kasih dan maaf dalam beriteraksi.


Deklarasi WCF 2016 Jadi Agenda Pembangunan Dunia

13 Oktober 2016

Presiden Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri (tengah), Mendikbud Muhajir Effendy (kanan), Direktur UNESCO Jakarta Shahbaz Khan (kedua dari kanan)  saat pembukaan World Culture Forum 2016 di Nusa Dua, Bali, 13 Oktober 2016. Forum yang digelar oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia bekerjasama dengan UNESCO itu diikuti oleh 63 negara untuk membahas pengembangan fungsi budaya dalam pembangunan yang berkelanjutan. Johannes P. Christo
Deklarasi WCF 2016 Jadi Agenda Pembangunan Dunia

Sektaris Jenderal UNESCO, Irin Bokova, mengatakan simposium WCF harus dijadikan refleksi global.


Pemerintah Kirim 50 Pegiat Budaya ke Selandia Baru  

12 Oktober 2016

Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid. TEMPO/Aditia Noviansyah
Pemerintah Kirim 50 Pegiat Budaya ke Selandia Baru  

Wakil Rektor Auckland University of Technology, Professor Nigel Hemmington, berharap kerja sama tersebut terus berlanjut.


Budayawan Tegur Jokowi Soal Infrastruktur Kebudayaan  

23 Agustus 2016

Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Budayawan pada acara dialog bersama para Budayawan di Galeri Nasioanl Indonesia, Jakarta, 23 Agustus 2016. Tempo/ Aditia Noviansyah
Budayawan Tegur Jokowi Soal Infrastruktur Kebudayaan  

Para budayawan menilai, Presiden Joko Widodo sudah lupa dengan program-program pembangunan kebudayaan.


Beri Kuliah Umum di UI, Begini Nostalgia Sri Mulyani  

26 Juli 2016

World Bank Group Managing Director, Sri Mulyani Indrawati, berpidato saat acara pembukaan konferensi Indonesia Green Infrastructur Summit 2015 di Jakarta, 9 Juni 2015. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Beri Kuliah Umum di UI, Begini Nostalgia Sri Mulyani  

Bekal ilmu dan pengetahuan di UI sangat membantunya memahami masalah dengan obyektif dan akurat.


Sri Mulyani Beri Kuliah Umum Soal Pemuda di UI Siang Ini  

26 Juli 2016

World Bank Group Managing Director, Sri Mulyani Indrawati, berpidato saat acara pembukaan konferensi Indonesia Green Infrastructur Summit 2015 di Jakarta, 9 Juni 2015. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Sri Mulyani Beri Kuliah Umum Soal Pemuda di UI Siang Ini  

Sri Mulyani akan memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia siang ini.


JJ Rizal: Orang Indonesia itu Tegas, Toleran, Setia Kawan

30 Desember 2015

JJ Rizal. TEMPO/Imam Sukamto
JJ Rizal: Orang Indonesia itu Tegas, Toleran, Setia Kawan

Sejarawan JJ Rizal mengatakan saat ini Indonesia mengalami defisit "orang Indonesia"


Gus Mus: Konsep Agama, Tuhan dan Indonesia Perlu Diteliti Ulang  

28 Agustus 2015

KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. TEMPO/Ishomuddin
Gus Mus: Konsep Agama, Tuhan dan Indonesia Perlu Diteliti Ulang  

Gus Mus khawatir jangan-jangan pandangan orang-orang selama ini terhadap Tuhan dan agama itu ternyata keliru.


Gus Mus: Anggota DPR dan Para Pimpinan Harus Jadi Manusia Dulu

28 Agustus 2015

KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. TEMPO/Budi Purwanto
Gus Mus: Anggota DPR dan Para Pimpinan Harus Jadi Manusia Dulu

Gus Mus mengatakan, ada orang yang menganggap manusia adalah yang seperti dirinya sendiri sehingga sama saja menganggap yang lain bukan manusia.


Menistakan Pidato

27 Agustus 2015

Menistakan Pidato

Akhirnya mengaku, saya adalah pengarang yang diam-diam gemar "dipaksa" menerima order menulis pidato, sejak 1980-an.