Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Misi Kesenian dengan Hercules  

image-gnews
misi kesenian Indonesia ke mancanegara sepanjang 1952-1965
misi kesenian Indonesia ke mancanegara sepanjang 1952-1965
Iklan
TEMPO Interaktif, Seniman Sunda, Iim Junaedi, mengenang saat ikut rombongan misi kesenian Indonesia ke New York, Amerika Serikat, pada sekitar 1964. “Dari Jakarta ke New York pakai Hercules selama sebelas hari,” tutur Iim. “Di pesawat tidak ada makan-minum, apalagi pramugari.”

Makanya, Iim menambahkan, sebelum naik pesawat harus makan dulu sekenyangnya. Dan, begitu turun di bandara berikutnya, ia segera makan lagi karena sudah kelaparan. Rute yang ditempuh, dari Jakarta ke Biak, Papua. Setelah menginap semalam, Hercules terbang lagi ke Guam. Lalu, rombongan misi kesenian terbang ke Honolulu, Hawaii, dan terakhir mendarat di New York.

Menurut Iim, sepanjang perjalanan dari Jakarta ke New York dengan pesawat jenis Hercules itu banyak suka-dukanya. Saat akan terbang dari Guam ke Honolulu, misalnya, pesawat angkutan militer itu mengalami gangguan. “Beberapa kali mencoba terbang, tapi pesawat enggak naik-naik. Akhirnya penerbangan dibatalkan,” ujarnya. “Dan kami terpaksa menginap tiga malam di Guam, menunggu Hercules diperbaiki.”

Sepenggal kisah Iim Junaedi itu dituturkan dalam film dokumenter Menggelar Indonesia: Misi Kesenian ke Mancanegara, 1952-1965, yang diputar di Serambi Salihara, Pasar Minggu, Jakarta, Kamis siang pekan lalu. Dokumenter arahan sutradara asal Australia, Jennifer Lindsay, itu memotret kisah lika-liku misi kesenian Indonesia ke mancanegara pada era Presiden Soekarno.

Film dokumenter berdurasi 90 menit dalam bahasa Indonesia itu menyuguhkan wawancara dengan 30 seniman, sebagian besar seniman pertunjukan, yang menuturkan pengalaman mereka melawat ke mancanegara--baik selaku pribadi, utusan pemerintahan Bung Karno, atau dikirim oleh lembaga kebudayaan nonpemerintah. Dokumenter itu juga dilengkapi serangkaian foto koleksi pribadi dan bahan dari pelbagai koran serta majalah.

Dalam penggarapannya, Lindsay tak sendirian. Sang sutradara, yang juga periset sejarah, dibantu tiga seniman yang saat itu ikut dalam rombongan misi kesenian Indonesia. Mereka adalah Bulantrisna Djelantik, Irawati Durban Ardjo, dan Menul Robi Sularto. Ketiganya membantu Lindsay meriset bahan dan memawawancarai para seniman.

Hasilnya adalah sebuah dokumenter yang sangat menarik. Lewat dokumenter Menggelar Indonesia, banyak hal menarik dari pengalaman para seniman yang melawat ke mancanegara, yang boleh jadi tak banyak diketahui sebelumnya. Misalnya, tentang suka-duka naik peswat Hercules seperti dituturkan Iim di atas.

Atau, pengalaman seniman tari Bulantrisna Djelantik saat pertama kali ikut dalam misi kesenian. Menurut dia, sebelum berangkat, semua peserta yang berasal dari berbagai daerah di Tanah Air--seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, dan Sumatera – dikumpulkan di Jakarta. Mereka ditempatkan di sebuah mes selama tiga bulan. “Selain berlatih kesenian, kami diajari tata cara makan dengan sendok-garpu,” kata Bulantrisna. “Selama tiga bulan itu, kami seperti dalam training centre.”

Seniman Pringgohadiwiyono punya pengalaman yang sangat membekas ketika dikumpulkan di Jakarta. Menurut dia, sebelum berangkat, mereka sempat menggelar latihan di halaman belakang rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur. “Bung Karno juga sering memberi masukan ketika kami latihan,” ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peran Bung Karno, seperti dituturkan para seniman dalam dokumenter itu, memang sangat besar. Selain kerap memberi masukan dalam latihan, Presiden Soekarno sendiri yang menyeleksi para seniman yang masuk rombongan kesenian. Yang menarik, anggota misi kesenian itu benar-benar datang dari pelbagai daerah di Indonesia. “Dulu, misi kesenian itu benar-benar dikirim dari berbagai daerah, dan bukan hanya dari Jakarta,” kata Indrawati Lukman, salah seorang peserta misi kesenian waktu itu.

Menurut Indrawati, konsep Bung Karno itu justru membuat jalinan tali silaturahmi antara sesama seniman dari pelbagai daerah menjadi lebih erat. Hal senada dituturkan Menul Sularto, penari yang saat itu ikut rombongan misi kesenian. “Saat karantina di Jakarta, saya yang biasa menari Jawa jadi belajar tari Sumatera. Ternyata energetik dan menyenangkan,” ujar Menul.

Tak hanya saat karantina di Jakarta, sejumlah anggota misi kesenian juga menemui pengalaman yang menggetarkan ketika tampil di luar negeri. Simak pengalaman IGA Raka Astuti saat menari di depan Ratu Juliana di Belanda. Kala itu, ia membawakan tari Oleg dari Bali. Menurut Astuti, ada gerakan dalam tarian itu yang badannya harus miring ke kiri dan kanan. “Saat saya miring ke kiri, sang ratu kepalanya ikut miring ke kiri. Saat ke kanan, beliau juga ikut miring ke kanan,” katanya. “Saya mau ketawa tapi enggak enak, karena lagi menari.”

Begitulah. Serangkaian suka-duka mewarnai pengalaman para seniman yang ikut dalam misi kesenian Indonesia ke mancanegara, antara lain Pakistan, Cina, Korea Utara, Thailand, Singapura, dan Amerika Serikat. Sayangnya, dokumenter itu hanya dilengkapi foto dan potongan artikel di sejumlah koran serta majalah. Dokumenter tersebut tak diperkaya dengan bukti video atau film pada era itu. “Saat itu video atau film masih langka. Jadi sangat susah di telusuri,” ujar Lindsay.

Setelah di Serambi Salihara, Jakarta, film dokumenter Menggelar Indonesia kemudian diputar di Gedung Indonesia Menggugat di Bandung, Jawa Barat, Sabtu pekan lalu. Setelah itu, di Yogyakarta kemarin dan di Solo hari ini. Terakhir, film dokumenter itu diputar di Bentara Budaya Bali pada 19 Agustus mendatang.



AGUSLIA HIDAYAH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menjelajah Joyland Festival Bali 2024, Destinasi Wisata yang Inklusif dan Ramah Keluarga

25 hari lalu

Gapura Joyland Festival Bali 2024 di Peninsula Island, Nusa Dua Bali pada Jumat, 1 Maret 2024. TEMPO/Intan Setiawanty,
Menjelajah Joyland Festival Bali 2024, Destinasi Wisata yang Inklusif dan Ramah Keluarga

Berikut keseruan Joyland Festival Bali 2024 yang insklusif dan ramah keluarga dengan menghadirkan stan White Peacock hingga pilihan panggung musik.


Butet Kartaredjasa Kritik Pemprov DKI yang Naikkan Harga Sewa Gedung Pertunjukan

15 Januari 2024

Aktor Butet Kertaredjasa melakukan pertunjukan seni teater yang digabungkan dengan seni musik dan seni tari dengan lakon
Butet Kartaredjasa Kritik Pemprov DKI yang Naikkan Harga Sewa Gedung Pertunjukan

Seniman Butet Kartaredjasa mempertanyakan alasan kenaikan harga gedung pertunjukan di DKI Jakarta


Tak Ada Tema Kesenian dan Kebudayaan dalam Debat Capres-Cawapres, Begini Respons Budayawan dan Pekerja Seni

5 Desember 2023

Pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo - Mahfud MD, dan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka
Tak Ada Tema Kesenian dan Kebudayaan dalam Debat Capres-Cawapres, Begini Respons Budayawan dan Pekerja Seni

Lima tema debat capres-cawapres telah disampaikan KPU, tak ada tema soal kesenian dan kebudayaan. Begini respons budayawan dan pekerja seni.


Debat Capres-Cawapres Pilpres 2024 Tak Ada Tema Kesenian dan Kebudayaan, Akmal Nasery Basral: Kerugian Besar Bangsa Ini

5 Desember 2023

Akmal Nasery Basral. ANTARA
Debat Capres-Cawapres Pilpres 2024 Tak Ada Tema Kesenian dan Kebudayaan, Akmal Nasery Basral: Kerugian Besar Bangsa Ini

Sastrawan Akmal Naseri Basral memberikan catatan tak adanya tema kebudayaan dankesenian dalam debat capres-cawapres pada Pilpres 2024.


Pemerintah Bone dan Aparat Bubarkan Paksa Pementasan Seni Bissu

22 Agustus 2023

Ilustrasi Polisi Indonesia. Getty Images
Pemerintah Bone dan Aparat Bubarkan Paksa Pementasan Seni Bissu

Panitia menyebut Gubernur Sulawesi menyekal bissu sehingga penampilan seni monolog "Rindu Bissu" pun dilarang.


Sejarah Adu Domba Garut, Kesenian Tradisional asal Jawa Barat

4 Juli 2023

Domba peserta kontes Domba Catwalk di Situ Bagendit, Garut, Jawa Barat, 21 Februari 2015. Acara tersebut untuk mempromosikan Domba Garut sekaligus kawasan wisata Situ Bagendit. TEMPO/Prima Mulia
Sejarah Adu Domba Garut, Kesenian Tradisional asal Jawa Barat

Domba Garut yang memiliki ciri khas pada fisiknya sering diikut sertakan dalam kontes atau diadu. Inilah asal usulnya.


WM Mann Scholarship, Beasiswa Seni Pertunjukan di Skotlandia Khusus Mahasiswa Indonesia

24 Februari 2023

Pertunjukan seni teater
WM Mann Scholarship, Beasiswa Seni Pertunjukan di Skotlandia Khusus Mahasiswa Indonesia

Royal Conservatoire of Scotland dan WM Mann Foundation menawarkan beasiswa pascasarjana khusus mahasiswa Indonesia di bidang seni pertunjukan.


Seniman dan Guru di Bandung ini Gelar Pameran Tunggal Gambar Berjudul Dunia

20 Januari 2023

Karya gambar berjudul
Seniman dan Guru di Bandung ini Gelar Pameran Tunggal Gambar Berjudul Dunia

Dede Wahyudin, memajang 67 gambar ukuran kecil dan empat berukuran besar yang dominan berwarna hitam putih dalam pameran tunggal itu.


Jadi Ketum LASQI, Gus Jazil Bertekad Gairahkan Kesenian Islami

17 November 2022

Jadi Ketum LASQI, Gus Jazil Bertekad Gairahkan Kesenian Islami

Kesenian Islam di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa besar


Masyarakat Kesenian Jakarta Minta Rencana Acara Musyawarah Versi DKJ Dihentikan

27 Oktober 2022

Pemain teater Syahid berperan dalam teater bertajuk
Masyarakat Kesenian Jakarta Minta Rencana Acara Musyawarah Versi DKJ Dihentikan

Masyarakat Kesenian Jakarta (MKJ) menilai musyawarah yang akan dilakukan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tidak sesuai dengan Pergub DKI