TEMPO Interaktif, Bonn - Perkampungan para seniman di Sidi Bou Said, kota di Tunisia utara, telah menjadi tujuan favorit para wisatawan asing. Jalan-jalan sempit dan berangin, rumah-rumah putih bergaya Andalusia dengan bunga bougainville merah menyala yang menggelayut di dinding-dindingnya, serta pemandangan laut nan indah, semuanya menarik perhatian para wisatawan dari berbagai penjuru. Namun, hanya sedikit pengunjung yang sadar bahwa Sidi Bou Said juga merupakan tempat salah satu proyek budaya paling menggairahkan di seantero kawasan Mediteranea.
Menteri Kebudayaan Tunisia telah menyediakan tempat bagi Pusat Musik Arab dan Mediteranea (CMAM, Centre des Musiques Arabes et Méditerranéennes) di Istana Ennejma Ezzahra (yang berarti "bintang Venus" dalam bahasa Arab) yang merupakan bekas kediaman pelukis sekaligus musikolog Prancis, Baron Rodolphe d'Erlanger, yang meninggal pada 1932, yang telah dipugar hingga lebih lega dan megah.
CMAM mengadakan beragam program, termasuk menyelenggarakan acara musik, dan menyimpan koleksi musik Tunisia dari National Sound Archive, yang melestarikan dan menyebarluaskan dokumen-dokumen musik Tunisia dan Arab, sehingga bisa dipelajari oleh para peneliti musik. CMAM juga memastikan pemeliharaan warisan seni dan musikologi D'Erlanger, dengan berfungsi ganda sebagai museum sekaligus ruang pertunjukan.
Tak hanya itu, CMAM juga telah menjadi salah satu fasilitator paling penting dan dinamis dari pertukaran musik dan budaya antara Eropa dan dunia Arab. "Bagi para musisi muda Barat yang ikut serta dalam berbagai lokakarya kami, perjumpaan pertama dengan musik Arab sering kali seperti mendapat wahyu," kata Mounir Hentati, kepala hubungan masyarakat dan Deputi Direktur CMAM. "Para peserta dari Tunisia pun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mempelajari jazz atau musik klasik secara langsung."
Andaikan pembangun istana ini tahu, niscaya ia akan bangga. D'Erlanger, yang tinggal di Sidi Bou Said dari tahun 1910 hingga wafatnya, membantu menciptakan kesalingpengertian yang lebih baik antara Timur dan Barat. Dia juga seorang tokoh kunci dalam perencanaan Konferensi Musik Arab pertama di Kairo pada 1932.
Motivasi besar D'Erlanger untuk hijrah ke Tunisia adalah hasratnya untuk membangkitkan kembali peradaban Andalusia-Arab. Istana Ennejma Ezzahra menjadi markas untuk mewujudkan rencana ini. D'Erlanger mempelajari gedung-gedung besar tradisi Andalusia dan, di kota tua Tunis, ia membuat gambar detail seluruh bangunan. Dari sini, ia menciptakan Al-Andalus versinya sendiri: istana Arab dengan interior-interior bercorak Arab, Italia dan Inggris, yang menyandingkan budaya Timur dan Barat.
Pada tahun 1989, pemerintah Tunisia membeli istana ini dan menyatakannya sebagai monumen nasional. Para seniman terkenal Tunisia, termasuk pemain kecapi kondang Anwar Brahem dan penyair sekaligus pelukis Ali Louati, turut memberi dukungan untuk memastikan bahwa pusat ini tidak hanya akan menjadi sebuah museum, tapi juga menjadi sebuah proyek dinamis yang multidisipliner.
Barang-barang tertua yang dipamerkan di National Sound Archive dikumpulkan oleh etnomusikolog Jerman, Paul Träger, yang merekam lagu-lagu rakyat Tunisia pada 1903. "Saya menemukan rekaman-rekaman ini dalam suatu kunjungan ke Arsip Fonogram Berlin," kata Hentati, yang berharap mendapat lebih banyak dana untuk penelitian musikologis. "Dalam kunjungan saya ke Berlin, saya menemukan bahwa selama Perang Dunia I para peneliti Jerman telah merekam lirik, melodi dan ritme dari lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para tawanan perang dari Tunisia."
Banyak karya berbahasa Jerman diciptakan dengan menggunakan beberapa temuan penelitian ini. Sedangkan di Tunisia nyaris tak ada yang diketahui tentang wawancara penelitian itu atau pun pengumpulan bahan yang mengiringinya.
Konsep musik CMAM sendiri telah berubah mengikuti jaman. "Pada tahun-tahun awal, kami berkonsentrasi pada produksi musik tradisional kami sendiri," kata Hentati.
Kini fokusnya telah bergeser menjadi pertukaran antarbangsa melalui berbagai konser terbuka dan kuliah umum. Setiap tahun, pemain jazz solo dari Belgia dan Tunisia, dan negara-negara lain, berkumpul untuk sebuah acara bertajuk "Colours".
Dengan dukungan Prancis, acara yang lain, "Young Virtuosos", menghimpun para instrumentalis klasik muda ke CMAM untuk sebuah pertunjukan musik. Dan berbagai ansambel musik dunia dari lima benua turut serta dalam serial produksi CMAM bertajuk "Music", yang didedikasikan untuk musik Tunisia.
"Saya bermimpi pusat musik ini akan membantu mendorong tidak saja pertukaran antara dunia Arab dan Eropa, tapi juga seluruh dunia," kata Brahem pada pembukaan CMAM. Tampaknya, sebagian mimpi itu kini telah menjadi kenyataan!
Martina Sabra, penulis lepas.
Artikel ini disebarluaskan oleh CGNews atas seizin Qantara.de.