Balawan Trio hanyalah satu dari 13 musisi jazz yang menyapa para jazzlover--sebutan bagi pencinta jazz--Makassar dalam pergelaran bertajuk 2nd Annual Jazz@Fort Rotterdam yang diselenggarakan untuk kedua kalinya. Sepanjang dua malam, Sabtu dan Ahad pekan lalu, mereka dimanjakan dengan kehadiran musisi-musisi jazz terkemuka Tanah Air, yakni Krakatau Band, Barry Likumahuwa Project (BLP) featuring Benny Likumahuwa, Oele Pattiselanno Trio, Idang Rasjidi & Friends with Cendy Luntungan, Dwiki Dharmawan World Peace Orchestra feat Dira & Ivan Nestorman, Nikita Dompas & His Fellow Musicians feat Andien, Zarro & Mercy, dan Balawan Trio.
Selain bertabur musisi jazz dari Jakarta, pergelaran ini memberikan kesempatan kepada musisi jazz Makassar untuk unjuk kebolehan, seperti La'Biri Band yang berkolaborasi dengan Krakatau Band, Rizcky & The Stranger, Groundstroke D'Exclusive, 51stAvenue The Voice, dan Dakochank Junior Jazz Band.
Pertunjukan musik Jazz@Fort Rotterdam (JFR) yang digelar tahun ini merupakan bagian dari pertunjukan serupa pada tahun lalu. Tema yang diusung masih tetap: When Jazz Meets Ethnics. “Jazz@Fort Rotterdam dirancang menjadi acara festival jazz tahunan yang memberikan tawaran baru penyelenggaraan festival jazz di Indonesia sekaligus untuk mempromosikan pariwisata,” kata Hendra Sinadia, Direktur Utama One Note Entertainment, penyelenggara pesta bagi penikmat jazz yang digelar di kompleks situs bersejarah Fort Rotterdam itu.
Ia berharap lewat perhelatan JFR kali ini bisa mengenalkan nama Makassar di mancanegara, sebagai kota yang memiliki keterikatan sejarah dengan Kota Rotterdam, salah satu kota di Belanda yang terkenal dengan musik jazz-nya.
Seperti tahun lalu, penonton yang merogoh kocek Rp 100 ribu untuk satu malam dan Rp 180 ribu untuk dua malam pertunjukan dapat menikmati sajian musik jazz di dua panggung berbeda. Panggung utama ditempatkan di tengah teman, tepat di depan museum I La Galigo. Panggung kedua berada tepat di depan gedung bekas gereja Belanda di tengah kompleks benteng peninggalan Raja Gowa IX I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi Kallonna, yang didirikan pada 1545. Meskipun demikian, tampaknya penonton lebih banyak berkerumun di panggung utama yang disediakan bagi musisi-musisi kenamaan. Panggung kedua yang menampilkan para pemain jazz lokal kelihatan lebih sepi.
JFR juga menjadi sarana untuk mempromosikan Taman Nasional Komodo sebagai “New 7 Wonders” dan Visit Sulawesi Selatan 2012. Para penikmat jazz seakan-akan diajak menyusuri keindahan Pulau Komodo lewat sejumlah komposisi yang diusung Dwiki Darmawan World Peace Orchestra yang menggandeng penyanyi asal Bandung, Dira J. Sugandi dan Ivan Nestorman. Sebelumnya, di hari pertama Dwiki sukses memukau para penikmat jazz dengan kelompok Krakatau yang berkolaborasi dengan La’Biri Band.
Kekuatan vokal dua penyanyi ini, antara lain, lewat komposisi dengan racikan etnis khas Flores: Lamarelas Dream dan Benggong. Tak hanya membuat penonton terkesima, tapi suguhan komposisi itu juga membuat mereka ikut berdiri dan bergoyang bersama. Tentu saja sambil mengajak para penonton memberikan dukungan agar Pulau Komodo bisa lolos seleksi Tujuh Keajaiban Dunia. Suasana makin semarak ketika Nikita Dompas bersama Indra Prakarsa (kontrabas) dan mantan drummer Dewa 19, Wong Aksan, tampil meriah dengan kehadiran penyanyi solo Andien.
Pesta jazz di Benteng Rotterdam ditutup oleh penampilan Berry Likumahuwa Project. BLP feat Benny Likumahuwa membawakan komposisi dari album BLP, My Prayer dan Jazz Freedom, serta lagu Mau Dibawa ke Mana milik Armada Band. Aksi panggung BLP digawangi Barry Likumahuwa, Henry Budidharma (gitar), Dennis Junio (saksofon), Jonas Wang (drum), Joni Yusran (piano elektrik), dan Matthew (vokal) serta personel spesial Benny Likumahuwa (trombon)--yang tak lain ayah Barry Likumahuwa--mampu membuat sebagian jazzlover yang memadati Taman Benteng Fort Rotterdam berteriak histeris.
Nunuy Nurhayati