Sementara itu, kurator pameran Aminudin TH Siregar alias Ucok, menelusuri sejarah seni rupa untuk mencari sosok gaya melukis Yunizar. Temuannya menunjukkan, Yunizar termasuk seniman yang berada di luar kubu besar aliran seni di Indonesia, yaitu Bandung dan Yogyakarta walau ia bermukim di Yogya.
Ucok menemukan garis merah antara Yunizar dan beberapa pelukis angkatan sebelumnya, seperti Oesman Effendi, Rusli, Nashar, juga Zaini. Mereka senantiasa memasukkan unsur kejiwaan ke dalam seni lukis, membawa alam bawah sadar ke dalam kanvas, dan memaksimalkan intuisi dalam mencipta seni. Mengutip istilah Trisno Sumardjo, mereka adalah seniman yang memiliki daya segar karena fitri, tidak dibuat-buat.
Garis penghubung lainnya, tutur Ucok, mereka sama-sama berdarah Minang. “Ini kubu Padang merantau. Aliran ini suatu yang sah dalam sejarah seni rupa dan perlu dikembangkan kajiannya,” ujarnya.
Kalau dulu penganut aliran tersebut terpinggirkan, tak dianggap banyak orang, hingga tak masuk halaman buku sejarah seni rupa. Kini Yunizar mencuri perhatian para penikmat seni. Menurut Ucok, Yunizar termasuk dalam daftar seniman yang karyanya paling dicari di dunia. Sebuah karyanya pernah dilelang hingga Rp 700 juta.
ANWAR SISWADI