"Saya tidak percaya, karya sekaligus nama saya (beriringan) muncul," ungkapnya ketika berbincang bersama Tempo di kediamannya Jalan Pagarsih VI Gg. Siti Mariah No. 305, Bandung, Sabtu (31/7).
Ramai disorot media beberapa hari terakhir, Abuy Akur alias Kang Abuy - sebutan akrab Subur, sempat ke kampung halamannya sejenak di Garut untuk menenangkan diri tiga hari, akhir Juli lalu. Jumat malam ia baru pulang. Sabtu subuh ia telurkan lagu yang sampai hari itu belum diberinya judul. Dalam lirik candaan, ia berandai kaya lewat "Keong Racun".
Sambil mengepit gitar Jihad, Kang Abuy tak kuasa membendung air mata untuk berbicara. Sesekali ia mengalihkan perasaan dengan celetukan-celetukan melantunkan lirik ciptaan dadakannya sambil memetik dawai gitar hitam itu. Namun, tetesan air mata tak percaya kalau "Keong Racun" bisa booming
Mengingat pengalaman-pengalaman lalu, katanya, entah berapa lagu, yang tenar atas nama orang. "Jadi aku ingat lagu 'Yang Sedang-Sedang Saja' dijiplak dan muncul di film India," tutur ayah empat anak ini sambil mengusap katup matanya yang sembap.
"Tinak Tin Tanan" muncul di pasaran Asia Tenggara sebagai soundtrack film "Mann" dari negeri India pada 1999. Udit Narayan dan Alka Yagnik lah yang melantunkan lagu dari film yang dibintangi Aamir Khan dan Manisha Koirala itu di bawah penerbit album Tips Industry dari India. Iramanya persis seperti lagu "Yang Sedang-Sedang Saja", dibawakan pedangdut Iwan dan menjadi hit sekitar 1997.
Tak ada ambisi dalam dirinya untuk membawa ribut soal ini. "Biarlah, hahaha...," komentarnya enteng. Ia mengaku lebih memilih asyik bermain musik. Mencipta lirik-lirik di rumahnya sembari ditemani si Kukut, gitar jingga usang yang ia beli di sebuah toko di Jalan Asia-Afrika akhir 1980-an. Abuy mengaku, "Lagu 'Yang Sedang-Sedang Saja' dan 'Keong Racun' saya bikin bareng si Kukut."
Akhirnya salah satu karya Abuy meledak "eksklusif" lewat "Keong Racun" - yang dilantunkan pedangdut Lissa tiga tahun lalu - karena kali ini murni teriring atas namanya sendiri. "Ini anugerah," ucapnya sambil berbinar.
Lelaki kelahiran bandung 49 tahun silam ini sempat pula terlibat menggarap dan menelurkan album solo maupun kompilasi. Pada 1982, album perdana Abuy, 'Anak Jin' (1982), meluncur. Disusul dengan album 'PMR - Pengantar Minum Racun' (akhir 1980-an), 'Happy Muin' (1993), 'Ani' (2000), sampai 'Da Bogoh' (2003-2004). "Tapi paling dikenal lokal saja," katanya. Berawal dari ramai "Keong Racun" di jagat maya rupanya membuat putra bontot dari sembilan anak Mak Utisah ini banyak diberitakan di berbagai media.Sejak duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, minat Abuy akan musik dan mencipta lagu sudah tumbuh. Ia gemar melantunkan unek-unek atau celetukan ke dalam sebuah lirik. "Waktu itu saya ingin sekali punya gitar. Suka membayangkan main gitar sambil menganggap pikulan tahu punya bapak itu gagang gitar," kenang lulusan SD Dharma Bhakti ini. "Sampai sekitar kelas enam suka pinjam-pinjam gitar tetangga," lanjutnya.
"Menjelang SMP akhirnya bapak saya membelikan gitar, harganya lima ribu. Saya senang walau itu gitar bekas. Tapi sayang, kelas satu SMP hilang dipinjam orang," cerita Abuy. Lantas ia mengumpulkan uang lewat jual-jual tahu goreng produksi keluarganya di wilayah Andir. Alhasil punya gitar lagi.
Semasa menjadi siswa di SMP Swadaya, "Dia suka berkasus dengan Pak Maman - guru matematika dan IPA yang terkenal galak - karena bikin lirik menyindir sama suka nyeletuk kocak di kelas," ungkap Asep Gunawan teman sekelas Abuy.
"Apapun dia bikin jadi lagu. Kalau celetukan yang paling bagus waktu belajar di kelas itu soal udara Oksigen. Saat mengajar bahasan IPA, Pak Maman bertanya O singkatan dari apa? Oncom! Kata Abuy. Langsung dijewer kuping dia," kenang Asep berkelakar. "Ijasah SMP dan SMA yang saya simpan saat ini juga fotocopyan, yang asli tidak diambil," ujar Abuy sembari tertawa terbahak.
Lulus SMP, penggemar Iwan Fals ini sempat menunda sekolah selama satu tahun. "Saya penasaran mengembara musik ke Jakarta. Diongkosi bapak Rp 15.000," jelas putra mendiang Toyib itu.
Hidup di camp seniman-seniman seperti di daerah Bulungan bersama Anto Baret. Sesekali ikut menumpang di kontrakan Effendy alias Epen - kakak ke tujuhnya - yang saat itu berdagang di ibu kota, main bareng vocal group sampai ditampung Bu Desiniar, nenek Indra Bekti. "Terima kasih untuk ibu Des, saya dapat pengalaman banyak dari dia," ucap Abuy.
Sampai kini, di rumah dua lantai yang luasnya tak lebih dari 70 meter persegi itu ia ciptakan ratusan lirik dengan beragam melodi ditemani kretek favoritnya. "Mau gaya dangdut, blues, Melayu, Sunda, country, atau Cina pun saya bisa," aku kawan Doel Sumbang yang juga memelihara merpati ini.
Tempo sempat menantangnya memainkan gaya-gaya itu. Balada Iwan Fals, Jimi Hendrix, The Beatles, sampai tektek bengek beberapa lagu-lagu Malaysia, tembang Sunda, country, dan Cina ia mainkan bersama Jihad, si "gitar pentas" yang baru dimilikinya satu tahun. Tak lupa harmonika. Terbukti lucu, lagu-lagu itu didendangkan plus lirik-lirik dadakan ciptaan Abuy yang diucapkan sekenanya.
Kendati lagunya sempat dijiplak, tinggal di lingkungan padat penduduk, akses masuk harus berkelok-kelok menyusuri gang-gang sempit, punya utang, hidupnya dibawa ringan. "Walau rumah begini saya tetap syukuri," Abuy tersenyum.
GILANG MUSTIKA RAMDANI