Peserta berasal dari berbagai tingkatan, mulai sekolah dasar, sekolah menengah hingga mahasiswa dan umum. Mereka mengukir dengan desain daun dan bunga serta di tengahnya tulisan 461. Bahan kayu mahoni untuk ukiran itu disediakan panitia. "Lomba mengukir dengan jumlah 502 peserta ini merukan sebuah rekor baru," kata Aryani Siregar, Deputi Manajer Muri.
Bupati Jepara, Hendro Martojo, yang hadir pada kesempatan itu, menyatakan, lomba ini sebagai kelanjutan dari penerimaan sertifikat indikasi geografis mebel ukir Jepara dari Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM. "Lomba ini sebagai kelanjutan tradisi lomba mengukir yang digelar setiap tahun," kata Hendro.
Lomba ini sempat terganggu akibat guyuran hujan lebat dan angin kencang, tapi tidak menyurutkan niat para peserta, karena lomba dilakukan di bawah tenda.
"Pesertanya tidak dipungut biaya, bahkan memperoleh fasilitas berupa kaos, cemilan, piagam penghargaan, dan amplas Ekamant," kata Hadi Priyanto, koordinator kegiatan.
Peserta tertua, Lasiman, 84 tahun, dari Mulyoharjo, Jepara, sangat tekun menyunggingkan pahatnya ke kayu dengan cermat. "Lebih empuk kayu jati daripada mahoni," kata Legiman, yang sehari-harinya menjadi pengukir ini.
Jika dikerjakan normal, kata Legiman, ukiran motif Jepara ini butuh waktu tiga jam. "Maka sulit rampung jika panitia menargetkan hanya dua jam," keluh Suhardi, pelajar SD 1 Tahunan Jepara.
Kegiatan ini terselenggara berkat kerja bersama antara Pemerintah Kabupaten, SMK Bhakti Praja, Sekolah Tinggi Teknologi dan Desain (STTD) NU, Asmindo, dan SMK Negeri 2 Jepara. Sudah kerap Jepara mendapatkan penghargaan dari MURI, di antaranya karnaval iring- iringan truk berhias terpanjang, becak hias terbanyak, minum dawet terbanyak, dan festival kesenian barongan dengan jumlah terbanyak. Selain itu ada pula pawai lampu lampion pada tradisi Baratan (3.500 orang) di Kalinyamatan pada 2005 dan pembawa opor terbanyak (5.700 orang ) dalam perang Baratan di Desa Tegalsambi pada 2007.
Selain lomba, masyarakat juga menyaksikan pameran ukiran para pelajar sepanjang masa, mulai 1929 hingga 1950, serta karya kontemporer hingga sekarang. Seperti yang dipamerkan SMP Negeri 6 Jepara. SMP ini awalnya memang sekolah pertukangan di jaman Belanda yang didirikan pada 1 Juli 1929 dengan nama Openbare Ambacht School, yang sempat berubah nama menjadi Kosyu Gakko pada jaman Jepang dan Sekolah Pertukangan di awal kemerdekaan.
Bandelan Amarrudin