TEMPO Interaktif, Bandung--Kota di dasar cekungan Bandung itu kelak menjadi metropolitan. Sebuah kota yang ditumbuhi permukiman dan gedung-gedung tinggi tanpa pepohonan, hanya menyisakan sebatang bunga matahari besar. Itulah Bandung si Kota Kembang yang riuh. Nun di belakangnya, Gunung Tangkuban Parahu telah menjadi gurun yang menyingkap tanah kecoklatan.
Tapi di ambang kehancuran itu, terlihat ada satu yang tetap hidup oleh semangat dan kecintaan kepada sepakbola. Walau tak dominan, komposisi warna biru yang tersebar muncul di bendera, baliho, dan kostum segelintir pendukungnya, sanggup memberi warna cerah sebuah kota. Itulah lukisan berjudul Persib Never Die karya Dodi Rosadi.
Lukisan dari akrilik itu cukup menggelitik diantara puluhan karya para alumni dan dosen Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung yang tengah dipamerkan di Galeri Kita, Bandung. Bertajuk “Jejak Sang Guru”, pameran seni rupa yang berlangsung 14-20 Juli itu menampilkan karya lukis, grafis, patung, kriya, fotografi, video art, dan instalasi. Seluruhnya lebih dari 50 karya.
Di lantai satu, jejak lukisan cat air, misalnya, terlihat pada karya Popo Iskandar berjudul Puncak di Musim Hujan yang dibuatnya pada 1977. Adapun Dadang Sulaeman, mengangkat kerumitan proses menjadi seorang guru bersertifikat. Berjudul Remunerasi, ia menuangkan persoalan itu di atas papan kayu jati berukuran 90 x 40 sentimeter yang dibuat seperti diagram berpuluh kolom sekaligus ruang birokrasi dan persyaratan sertifikasi.
Kesan mistis juga ikut terpancar di lantai dua galeri. Dua lukisan karya Indra Ninglistiani berjudul Penghuni Cacaban dan Penghuni di Kaki G. Selamet, menghadirkan sosok-sosok berambut panjang dan berbaju panjang putih serta hewan seperti kucing besar. Mereka melayang-layang di sela pepohonan hutan.
Panitia pameran Bambang Subarnas mengatakan, para peserta adalah alumni jurusan Seni Rupa yang umumnya tinggal di kota-kota kecil dan pedesaan. Di sana, mereka sehari-hari bekerja sebagai guru sekolah menengah. Dalam pengantarnya, salah satu kurator pameran Hardiman mengatakan, bingkai tema pameran ini adalah persoalan kemanusiaan yang lekat dengan dunia pendidikan.
Tema itu, kata Hardiman, tak asing bagi mahasiswa jurusan Seni Rupa di UPI atau dulu disebut IKIP Bandung pada era 1970-1980-an. Di tengah arus utama seni rupa yang membebaskan diri dari muatan, pesan, atau konteks sosial, seniman IKIP Bandung justru menjauhkan diri dari seni yang mengandalkan unsur visual dan estetik belaka. Jejak kemanusian itu kini marak di dunia seni kontemporer.
ANWAR SISWADI