TEMPO Interaktif, Suatu hari pada pertengahan 1910. Anak-anak penduduk asli Australia, suku Aborigin, dipaksa oleh hukum negara harus dipisahkan dari keluarganya. Anak-anak itu ditempatkan di sebuah penampungan di bawah pengawasan negara.
Sepanjang sekitar 60 tahun, hukum di negeri itu berusaha memutus rantai keturunan agar penduduk asli Australia hilang. Mereka menyebutnya stolen generation, generasi yang terampas.
Hingga akhirnya, pada 2008, pemerintah Australia melalui Perdana Menteri Kevin Rudd meminta maaf secara resmi kepada suku Aborigin atas kejadian selama puluhan tahun itu. Pemerintah berjanji untuk memperbaikinya melalui pendidikan, jaminan kesehatan, dan tempat tinggal yang layak.
Saban tahun, pemerintah juga menggelar pekan perayaan kebudayaan penduduk asli Australia. Tahun ini, perayaan tersebut dibuka dengan pameran foto tunggal Wayne Quilliam. Pameran bertajuk "Celebrating Indigenous Australia 2010" itu digelar di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, hingga 18 Juli nanti.
"Permintaan maaf itu bukan sekadar maaf biasa," kata Quilliam. "Tapi mempengaruhi bagi kami penduduk asli maupun tidak," fotografer keturunan Aborigin itu menambahkan.
Pemerintah Australia mengakui penuh keberadaan suku Aborigin. Bahkan bendera Aborigin telah diterima sebagai lambang persatuan di negara itu. Foto berjudul Aboriginal Flag yang diambil Quilliam menjadi bukti. Bendera itu terdiri atas tiga warna: hitam, merah, dan kuning. Warna hitam di bagian atas melambangkan rakyat. Kemudian warna merah di bawahnya menggambarkan bumi. Adapun warna kuning, berupa bulatan di tengah kedua warna itu, melambangkan matahari sang pemberi hidup.
Boleh dibilang, Quilliam sangat serius terhadap obyek-obyek budaya penduduk asli Australia dalam setiap fotografinya. Kehidupan bermasyarakat, upacara adat, bahkan kesetaraan kedudukan antara penduduk asli dan pendatang tak luput dari bidikan kameranya.
Simak foto yang berjudul Kickin up Dust. Foto ini menyajikan sebuah tarian upacara adat suku Aborigin. Dua pria pada foto itu tengah menendang debu. Kekuatan dan energi tari ini diperlihatkan dengan jumlah debu yang ditendang ke udara. Tradisi menendang debu hanya dilakukan oleh para lelaki. Adapun kaum perempuannya cukup dengan menyeret kaki.
Simak juga foto bertajuk Death of A Spirit, yang menunjukkan betapa pentingnya tarian upacara bagi evolusi penduduk asli Australia. Quilliam mengambil foto ini dalam pertunjukan budaya di Laura, Queensland. Tarian upacara itu memperlihatkan para pejuang melukai dan membunuh roh-roh jahat yang menyerang mereka.
Secara keseluruhan, denyut kehidupan Aborigin yang disuguhkan Quilliam begitu menarik dan berjiwa. Yang menarik, dari puluhan foto itu tampak penduduk asli Australia tersebut sudah terbiasa dengan teknologi kamera. Banyak gambar hasil bidikan Quilliam yang menggunakan lampu flash. "Mereka tidak asing dengan itu," ujar Quilliam.
Selain keindahan budaya Aborigin, Quilliam juga merekam denyut kehidupan mereka di tengah bangsa kulit putih. Komunikasi dan kehangatan hubungan di antara mereka terlihat jelas. Foto bertajuk Old v New menggambarkan dengan jelas bagaimana mereka berbaur. Beberapa orang Aborigin dengan pakaian dan aksesori kuno berdiri di tengah lapangan sepak bola saat pembukaan pertandingan sepak bola.
ISMI WAHID