Mereka bersama enam seniman Myanmar Sandy, Sandar Khine, Kyu Kyu, Hnin Darli Aung, Aye Ko, dan Kaung Su akan terlibat dalam aktivitas pameran, diskusi, simposium, dan demo seni di Yangon, kota terbesar di Myanmar. ”Kami diundang New Zero Art Space yang didukung kementerian kebudayaan setempat,” kata Kenyem . Minggu (11/7).
Dalam program bertajuk Ongoing Echos ini ke-12 seniman akan saling bertukar pikiran dan pengalaman melalui proses berkesenian serta berdialog untuk saling memahami latar seni dan budaya masing-masing. Lebih dari itu, momentum ini diharapkan kian mempererat hubungan persahabatan dua negara terutama dalam bidang seni dan budaya.
Kenyem mengatakan selain pameran bersama yang digelar di Beik Thano Aert Gallery, ke-12 seniman akan mengikuti simposium di Gedung New Zero Art Space. Masing-masing diminta mempresentasikan gagasan, proses, dan pandangan dalam berkarya. Pihak pengundang memberikan kebebasan kepada peserta untuk mengirimkan karya dengan media yang beragam mulai kanvas, kombinasi cetak tinta maupun pigmen, dan kemungkinan media lainnya.
Kenyem yang berkorespondensi dengan Kaung Su sejak beberapa bulan lalu mengatakan seniman di Myanmar sangat terbuka dan ingin menggalang hubungan lebih intens dan berbuat sesuatu untuk pengembangan seni budaya serta mengangkat identitas masyarakat serumpun di kawasan ini. Dari kegiatan ini diharapkan terbangun jaringan seni rupa yang kuat dan merangkul seniman dari negara lain yang memiliki visi serupa.
Hal sama diungkapkan Antonius Kho yang sejak awal merintis kegiatan ini. Dia salut atas usaha koleganya meyakinkan pemerintah Myanmar, yang dipimpin junta militer otoriter, untuk menyelenggarakan kegiatan seni rupa. Para seniman pun sepakat dengan bahasa seni yang universal bertekad memperkuat akar budaya dan memunculkan semangat bersama yang kuat dari Asia Tenggara untuk tampil di dunia global.
”Kita akan menjajaki berbagai kemungkinan untuk menggairahkan aktivitas seni rupa kontemporer,” kata Antonius.
ROFIQI HASAN