Bisa jadi Balawan miris melihat seniman tradisional terpinggirkan oleh musik modern. Diangkut dengan truk, dibayar dengan murah atau bahkan tidak bisa menikmati kesejahteraan karena berkesenian. “Karena itu saya mengajak seluruh personel duduk sejajar di panggung ini,” kata Balawan yang disambut tepuk tangan meriah.
Balawan menyatakan, biar tidak hanya pemain gitar atau pemain bas yang menari-nari di atas panggung. Pemain lain juga harus mendapat kesempatan sama. Dinikmati dengan indah oleh penonton. Itulah yang dilakukan Balawan ketika manggung bersama Band Batuan Ethnic Fusion pada Pesta Kesenian Bali (PKB) di Gedung Ksirarnawa, pada Rabu malam lalu.
Menurut Balawan, ini penampilan perdana mereka di ajang tahunan itu sejak Batuan Ethnic Fusion terbentuk pada 1997. “Kita sudah manggung di Eropa atau di Jepang. Tapi ini pertama kali kita manggung di PKB,” katanya.
Lontaran sang gitaris boleh jadi sebuah sindiran. Tapi, mari kita lupakan sejenak sindiran itu. Simak bagaimana aksi Balawan dan bandnya di atas pentas, yang melakukan penjelajahan musik a la Batuan Ethnic.
Pembawa acara menyatakan, band ini melakukan eksplorasi bermusik dengan menampilkan kolaborasi antara pop, jazz, etnik, dan blues tanpa meninggalkan unsur hiburan. Dia menyebutnya technical entertainment.
Tapi, ternyata penampilan Balawan tidak sekadar itu. Balawan memunculkan humor dalam teknik tapping-nya. Lihat saja celoteh Balawan kepada penonton. “Masyarakat jangan panik dengan musik seperti ini. Musik seperti ini tidak hanya untuk dinikmati tapi juga diresapi,” kata Balawan.
Ucapan ini disambut tawa oleh penonton yang sepertinya terpana suara melengking yang dihasilkan oleh gitar double neck Balawan. Suara gitar itu, menurut Balawan, sudah diset sedemikian rupa agar bisa menimbulkan bunyi-bunyian tidak terduga. Kadang seperti suara manusia: mendesah, melenguh, merintih, dan berteriak melengking. Ketika seorang Jepang naik ke panggung, misalnya, gitar Balawan harus beradu bunyi dengan suara gedebag gedebug kendang yang dibawa orang Jepang itu. Ajaib.
Petikan gitar Balawan juga mengalir supercepat dan tanpa batas. Riang dan jenaka. Lihat saja ketika band ini menampilkan lagu Made Cerik. Lagu yang memang ceria ini dibuat menghentak untuk menguras emosi penonton. Balutan unsur rock dengan sayatan gitar yang indah sudah cukup membuat penonton bingung sekaligus kagum atas ekplorasi musik Balawan.
Permainan musik yang disuguhkan Balawan dan bandnya tak hanya menghibur para penonton, tapi juga dinikmati para personelnya sendiri, sehingga mereka juga terkesan menghibur diri sendiri. Simak saat mereka membawakan lagu Berita Kepada Kawan milik Ebiet G. Ade. Balawan mengemas lagu ini dengan berbagai aliran. Kadang rock yang gahar, reggae yang riang, atau blues yang menakjubkan. Intinya cuma satu, Balawan berhasil mengundang applaus meriah dari penonton.
Penampilan lain yang ditunggu penonton tentu saja Ayu Laksmi. Seperti Balawan, ini juga debutnya di PKB. Pemain film Under the Three ini berhasil membawa suasana mistis dengan tarian asap dan wangi dupa ciri khasnya. Penampilan Ayu makin sempurna ketika berkolaborasi dengan Nyoman Sura, koreografer muda Bali.
Tembang Wirama Totaka yang dinyanyikan Ayu Laksmi malam itu disadur dari Kekawin Arjuna Wiwaha sebuah kitab Hindu. Nyanyiannya tidak hanya berupa pujaan terhadap semesta tetapi juga mengajarkan tentang ajaran hidup. Ini terdengar dari lantunan Tri Kaya Parisudha, diambil dari album Nyanyian Dharma. Berpikir, berkata dan berbuat yang baik.
Namun, bintang malam itu tetaplah Balawan dengan gitarnya. Bahkan ketika menutup lagu, penonton tidak sadar, jika penampilan Balawan sudah berakhir. Seorang penonton berujar, “Meskipun terdengar ribet, tapi ini lebih menarik ketimbang musik lain.”
Ya, malam itu Balawan berhasil menerbangkan imajinasi penonton dengan lengkingan gitarnya.
WAYAN AGUS PURNOMO