TEMPO Interaktif, Jakarta -Sebuah gelaran musik kelas internasional digelar di Stadion Sriwedari, Surakarta, Jawa Tengah sepanjang 7-11 Juli 2010. Kegiatan Solo Internasional Contemporary Etnic Music (SIEM) ketiga tersebut memiliki beberapa perbedaan dengan dua pementasan yang terdahulu.
Upacara pembukaan SIEM 2010 dilakukan pada Rabu malam (7/7). Meski berskala internasional, kegiatan itu cukup dibuka oleh pejabat lokal, Wali Kota Surakarta Joko Widodo. Tanpa sepatah kata pidato, pembukaan ditandai dengan pemukulan bedug yang disambung dengan penampilan kelompok musik pembuka.
Penyaji pada malam pertama tersebut merupakan kelompok pembuka nonfestival. Tampil pada malam itu, kelompok Reog Kendang dari Tulungagung. Mereka menampilkan musik reog yang sangat kental dengan nuansa etnik.
Terutama, irama kendang, gong serta tiupan seruling khas Jawa Timur. Lantaran menitikberatkan pada musik, unsur pelengkap lain seperti jaran kepang dan topeng tidak di bawa serta.
Salah satu grup pembuka yang tampil kemudian adalah Raffi and the Beat. Kelompok yang digawangi oleh drummer cilik Muhammad Ibnu Raffi itu menggebrak dengan lagu Bengawan Solo dengan irama jazz.
Namun demikian, nuansa etnik masih tetap muncul dengan sentuhan suara kendang. Lagu Bengawan Solo sengaja dimunculkan mengingat pementasan tersebut diselenggarakan di kota kelahiran Maestro Keroncong Gesang Martohartono.
Bukan hanya Raffi, Rieka Roslan yang berkolaborasi dengan Sound of the Flower City juga turut membawakan lagu itu. Bedanya, mereka membawakan lagu legendaris itu dengan irama balada.
Dalam pementasan itu, mantan personel The Groove itu membawakan enam buah lagu. Masing-masing lagu dibawakan dengan genre yang berlainan, seperti samba, jazz, blues, irama Minang hingga new age.
Bagi Rieke, genre musik yang dibawakan termasuk bernuansa etnik. "Musik etnik tidak sebatas alat musik tradisional," kata dia. Menurutnya musik etnik sangatlah dinamis, namun selalu berakar dari unsur budaya.
Ajang SIEM ketiga ini memang sedikit berbeda dengan dua ajang sebelumnya. Mereka lebih terbuka dengan pandangan baru terhadap musik etnik. "Karena itu kita menyisipkan kata contemporary," kata Ketua Umum SIEM, Bambang Sutedja.
Sayangnya, venue untuk penyelenggaraan SIEM kali ini kalah menarik disbanding dua ajang terdahulu. SIEM pertama diselenggarakan di kompleks Benteng Vastenburg pada tahun 2006 silam. Bangunan benteng peninggalan Belanda tersebut mampu menyajikan visual yang menarik.
Sedangkan SIEM kedua diselenggarakan di kompleks Mangkunegaran, dengan background bangunan tua Acallerie-Artillerie yang cukup memukau. Sedangkan di Stadion ini, tidak ada satu pun bangunan tua yang mampu menambah keindahan visual.
Hal ini juga diakui oleh Bambang Sutedja. Hanya saja, venue tersebut tetap dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan. Dia beralasan, stadion tersebut merupakan salah satu tempat bersejarah yang perlu untuk diingat kembali. Puluhan tahun silam, Pekan Olah Raga Nasional diselenggarakan untuk pertama kali di stadion tersebut.
Pembukaan SIEM 2010 itu juga diwarnai dengan keributan antara jurnalis dengan panitia. Keributan itu terjadi lantaran panitia menempatkan fotrografer dan wartawan televisi di belakang penonton VIP. Mereka terpaksa membaur dengan ribuan penonton yang berada dalam stadion.
"Kita tidak bisa ambil gambar," kata salah seorang fotografer media nasional. Wartawan juga tidak diperkenankan untuk berada di sekitar panggung guna berbincang dengan penyaji pertunjukan yang usai mementaskan karyanya.
AHMAD RAFIQ