Ke-12 perupa tersebut adalah Allatief, Arif Ary Wicaksono “Codet”, Eman Jauhari, Harlen Kurniawan, Idrol Triono, Iwan Hartanto, Miftakhul Huda, Muliya Kaleboe, Novanda Yudha Bakti, Pirie Mare Tramontane, Pathub, dan Praditya Wibisono. Mereka bertempat tinggal tersebar, dari Bali, Yogyakarta, hingga Bandung. Mereka juga berlatar belakang pendidikan berbeda, mulai Institut Seni Indonesia Yogyakarta, otodidak, desain grafis, hingga seniman tato.
Eman Jauhari, misalnya, kembali melukis di atas kanvas setelah empat tahun menekuni dunia seni tato. Alumnus Akademi Seni Rupa dan Desain MSD Yogyakarta tahun 2000 ini menggabungkan teknik melukis dan teknik tato pada dua buah karyanya yang bertajuk Maybe New York dan Woman Fighter.
Tube bekas penyimpan tinta tato justru dimanfaatkan Eman untuk menggoreskan cat akrilik di atas kanvas. Menurut dia, dengan teknik ini diperoleh garis yang lebih tegas dengan tingkat gradasi warna yang lebih mudah dikendalikan. Ia juga memanfaatkan teknik arsiran tato untuk mendapatkan efek gelap-terang yang dikehendaki.
Jika Eman berkhayal tentang New York dan seorang perempuan petarung, perupa Novanda Yudha Bakti lebih suka merespons fenomena sosial melalui dua karya tiga dimensinya, Brain Eater dan Victim. Menggunakan bahan dasar kardus, Novandha menghadirkan sosok kepala kuda yang terpenggal dengan salah satu matanya copot. Novandha menganggap kuda adalah korban karkusan manusia, korban kesewenang-wenangan manusia.
Kuda, menurut Novandha, telah dicerabut dari kebebasannya untuk kemudian menjadi bagian dari alat transportasi, hiburan, perhiasan, dan bahkan makanan manusia. Kuda telah menjadi korban bagi pemenuhan nafsu manusia.
Sementara Iwan Hartanto mengungkapkan pengalaman spiritualnya melalui dua buah karya Meditasi dan Karma 1. Iwan menghadirkan sosok kepala Buddha dengan teknik sablon di atas kayu lapis. Ia menambahkan kata “balance” secara berulang-ulang pada karya Karma 1.
Menurut kurator Ben Hendro, karya-karya yang dipamerkan di Galeri Biasa ini merupakan implementasi dari merespons kegetiran, kegelisahan, ketimpangan hidup yang merupakan bidikan dari realitas kehidupan alam dan lingkungan masing-masing personal. Namun, fenomena itu tidak selalu divisualkan seperti apa yang terlihat.
HERU CN