TEMPO Interaktif, Jakarta - Drupadi dipertaruhkan dalam perjudian itu. Istri Pandawa ini menjadi taruhan terakhir melawan Kurawa. Segala macam harta lenyap sudah akibat kekalahan yang jatuh bertubi-tubi pada pihak Pandawa. Perempuan terhormat itu harus menahan malu, ramai-ramai ditelanjangi di depan suami, kerabat dan musuhnya. Tubuh dan nyawa Drupadi menjadi puncak kekalahan Pandawa atas Kurawa.
Malam itu, bukan pagelaran wayang orang yang ditampilkan. Namun, komposisi piano karya pianis Ananda Sukarlan yang berkolaborasi dengan koreografer Chendra Panatan. Mereka menampilkan karya-karyanya untuk merayakan kerja bareng kedua pekerja seni itu. Pergelaran berjudul 5 Years of Artistic Collaboration Ananda Sukarlan - Chendra Panatan itu diselenggarakan di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis dan Jum'at (24-25/6) lalu.
Peran Drupadi dalam karya berjudul The Humiliation of Drupadi dilafalkan oleh penari perempuan yang terbalut selendang merah. Pada puncak fragmen, selendang panjang yang menutupi dada perempuan itu ditarik oleh dua lelaki yang sedari awal mengusung kotak-kotak besar biji dadu. Chendra, yang dikenal Ananda 5 tahun lalu, menerjemahkan karya instrumen itu dalam gerakan tari yang cukup dimengerti oleh penonton.
Ananda memainkan repertoar piano ini sarat emosional. Ia bermain duet dengan pianis muda Elwin Hendrijanto. Sesekali kalimat-kalimat bernuansa Jawa menyusup pada iringan itu. "Saya mengagumi tokoh Drupadi. Ia sangat menarik dan tak ada padanannya sekarang ini," ujar Ananda usai pertunjukan. Sebetulnya, terdapat dua seri Drupadi lainnya yaitu Lima Kekasih Drupadi yang dimainkan solo gitar dan The Birth of Drupadi yang dimainkan oleh marimba.
Ananda a menjajal kemampuan pianis muda ini melalui lagu West Side Story Symphonic Dances karya komponis Amerika, Leonard Bernstein. Kalimat-kalimat lagu yang sangat rapat, seperti membentuk percakapan musik antara dua instrumen tersebut.
Tak hanya itu saja, Chendra juga menerjemahkan gerak dari lagu Sweet Sorrow. Lagu tentang kisah Romeo dan Juliet itu ditransformasi dalam bentuk instrumen piano serta biola yang dibawakan pemain biola muda, Inez Raharjo. Sebelumnya, Febi Purnamasari melafalkannya dalam sebuah puisi pendek.
Di awal pertunjukan, tiga penari mempersembahkan tarian Setelah Penjara karya Ilham Malayu. Tanpa musik, rekaman vokal Binu Sukaman itu menjadi iringan.
Selanjutnya, lagu berjudul You Had Me At Hello, flutist Metta F. Ariono tampil solo mengiringi gerak tari sepasang muda dan mudi. Lagu ini bercerita tentang kisah percintaan antara sepasang kekasih itu. Namun, hanya sebuah hubungan yang sangat singkat karena perempuan itu sangat cepat meninggalkan si pria. Karakter flute Metta yang cepat dan sesekali melambat, cukup jelas menggambarkan bagaimana emosi antara sepasang kekasih itu.
Memang tak ada karya baru yang ditampilkan Ananda dan Chendra. Salah satu bagian cerita Drupadi misalnya, pernah sukses saat disuguhkan pada pertunjukan perdana di Jakarta New Year Concert 2009 lalu. Demikian juga karya besar Ananda yang terinspirasi oleh Franz List, berjudul Rhapsodia Nusantara no. 4 pernah disambut hangat pada konsernya tahun lalu. "Pertunjukan ini semacam perayaan saja untuk karya-karya kami yang terbaik," ujar Ananda.
Ismi Wahid