------
Judul: Tanah Air Beta
Genre: Drama
Sutradara: Ari Sihasale, Nia Zulkarnaen
Pemain: Alexandra Gottardo, Griffit Patricia, Marcel Raymond, Asrul Dahlan, Robby Tumewu, Thessa Kaunang
Produksi: Alenia Pictures
***
Sejak berpisah dengan Indonesia sekitar sepuluh tahun silam, Timor Timur masih menyisakan duka di antara keluarga yang terpisah. Hanya di perbatasan Motainlah, kakak-adik Merry dan Mauro dapat bertemu. Pascajajak pendapat di Timor Timur itu banyak keluarga berpisah. Namun, pada akhirnya, ikatan darah tetap tak bisa dipisahkan.
Sejak gejolak separatis itu, keluarga Tatiana (Alexandra Gottardo), seorang guru sekolah rakyat, tak utuh lagi. Anak sulungnya, Mauro (Marcel Raymond), terpisah secara geografis karena tak bisa ikut serta pulang ke Indonesia akibat penyakit tifus. Mauro yang tengah dirawat harus menetap di wilayah yang menjadi teritorial Timor Leste. Adapun Tatiana dan anak bungsunya tinggal di Babika, rumah adat setempat, di kamp pengungsian.
Merry (Griffit Patricia) kangen bukan main. Kerinduan itu diekspresikannya dengan menelepon Mauro setiap malam lewat cobek yang ia ambil dari dapur. Hingga akhirnya, rasa rindu itu pula yang membuat Merry nekat pergi ke perbatasan di Motain, yang jaraknya puluhan kilometer dari tempat ia tinggal. Apalagi usilnya Carlo (Yahuda Rumbindi), kawan sepermainannya, ingin segera dilaporkan kepada Mauro. “Nanti Kakak Maru segera datang, biar tahu rasa kau, Carlo,” hardik Merry di tepi sungai.
Sebenarnya, bocah hitam itu tak berhati jahat. Setelah kematian semua keluarganya, Carlo hidup sebatang kara. Duka perih itu menyisakan luka, hingga ia enggan jadi tentara, apalagi dokter. “Papa jadi tentara mati tertembak, dokter pun tak bisa menyembuhkan sakit Mama,” dia memekik.
Persoalan bocah-bocah Nusa Tenggara Timur pascajajak pendapat Timor Timur itu dicoba diangkat lewat Tanah Air Beta, sebuah film drama keluarga produksi Alenia Pictures. Cerita utama film arahan sutradara Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen itu mengisahkan perjuangan Merry untuk bertemu dengan kakak kesayangannya, Mauro.
Meski ide cerita ini berawal dari keprihatinan Ari Sihasale setelah menonton berita dan membaca koran tentang separatisme Timor, ia enggan membumbui filmnya dengan konflik politik. “Dengan konsistensinya menyuguhkan hiburan bergenre film anak, saya hanya terkonsentrasi pada keluarga Tatiana dan kerabatnya,” katanya.
Dengan mata kamera yang menyuguhkan alam Nusa Tenggara Timur yang menawan, ditambah pemilihan para pemain yang disesuaikan dengan karakter fisik khas orang setempat, secara sinematografi Tanah Air Beta sangat menarik.
Sayang, penggarapan konflik internal keluarga dan segala problematiknya masih kurang tajam. Padahal, andai digarap lebih basah lagi, film ini mungkin akan lebih tajam menyuguhkan problematiknya dibanding film King.
Satu hal lagi yang agak disayangkan adalah adegan pesan hidup sehat yang terasa begitu gamblang. Banyak adegan para pemain cilik yang selalu membersihkan tangan dengan sabun Lifebuoy sebelum makan dan sesudah beraktivitas.
AGUSLIA HIDAYAH