Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bola-bola Liar yang Memukau  

image-gnews
Sirkus Kontemporer berjudul
Sirkus Kontemporer berjudul "Pai Sai" Cie Chant de Balles oleh Vincent de Lavenere di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta Pusat. Merupakan agenda "Le Printemps Francais 2010" dari Centre Culturel Francais (CCF) Jakarta.(TEMPO/Jacky Rachmansyah)
Iklan
TEMPO Interaktif, Laiknya bulir-bulir air mancur, tiga bola juggle itu menari-nari lincah di udara. Kecepatan tangan sang pria yang memainkan bola dengan begitu tangkas itu membuat ritme tangkapannya menjadi enak dilihat dan terdengar bernada. Meski terdengar statis, ketukan bunyinya mampu menyumbangkan melodi pada musik pengiring hingga terdengar kian harmonis.

Tak sekadar tangkas memainkan bola, Vincent de Lavanere--pria yang beraksi di atas panggung itu--juga mahir melakukan berbagai akrobat. Lavanere beraksi gaya salto, melompat, berputar, dan bahkan berdendang juga dilakoninya dengan cukup merdu saat dia memutar bola.

Itulah aksi juggling--salah satu teknik dalam permainan sirkus yang menggunakan bola--yang disuguhkan Lavanere di Gedung Kesenian Jakarta pada Selasa malam lalu. Boleh dibilang pertunjukan sirkus kontemporer bertajuk “Pai Sai” itu menjadi kado cukup spesial buat perhelatan seni akbar Jakarta Anniversary Festival VIII 2010.

Di atas pentas, Lavanere memang hanya menyuguhkan satu teknik sirkus, juggling. Tapi, dengan caranya yang sangat unik dan menarik, seniman bertubuh jangkung asal Prancis itu mengkolaborasikan seni musik dan tari ke dalam pertunjukannya.

Malam itu, pertunjukan terbagi atas tiga bagian. Dibuka dengan pemanasan, Lavanere memulai atraksinya dengan juggling kecil-kecilan, bermodalkan sebuah alat lokal Prancis bernama shisterra, sebuah alat dari bambu yang melengkung.

Lavanere menampilkan pertunjukan juggling sambil bernyanyi. Di bagian kedua, ia mengajak penonton menikmati suara-suara bak mantra yang menghipnotis mereka. Kalimat itu berbunyi, “Datanglah kemari,” ujarnya menerjemahkan seusai pertunjukan.

Musik yang mengiringi pertunjukannya juga unik. Musik etnik asal Laos itu seakan mengajak berkelana dari Barat ke Timur. Saat memainkan tiga bola yang diisi lonceng, mirip takraw mini, di situlah musik riang segera diperdengarkan. Aksi juggling-nya pun bisa dinikmati tanpa perlu melihat ke panggung. Cukup rebahkan kepala, tutup mata, dan dengarkan ketukan ritmisnya dengan saksama.

Pada bagian ini, Lavanere hendak menyampaikan bahwa ia telah sampai di Laos. Susunan tali-tali halus yang membentuk sebuah gorden tipis dinaikkan. Itulah pegunungan Laos yang indah. Lalu ia menambahkan aksinya dengan memainkan satu nomor tarian kreasinya yang diadaptasi dari sebuah tarian pedang dari Laos.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi, di atas panggung, tarian itu tidak dibawakan dengan pedang, tapi dengan alat musik tiup dari bambu berbentuk melengkung bernama ken. “Alat musik ini sebenarnya digunakan di Laos untuk kompetisi akrobat dan untuk alat musik ritual kepercayaan lokal,” katanya. “Alat musik itu bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan arwah,” Lavanere menambahkan.

Setelah itu, tirai perlahan-lahan diturunkan, yang menjadi penanda masuk bagian akhir pertunjukan. Sebelas bola disusun di lantai panggung. Lavanere menyebut aksinya itu sebagai pertunjukan musim menanam padi. Dari ujung kanan, ia mulai mengambilnya dan ber-juggling dengan tiga bola berlonceng. Suara kerincing yang beraturan menjadi iringan senandungnya.

Dari tiga bola, bertambah jadi empat, lalu lima, hingga tujuh bola dimainkan sekaligus. Satu ditenggerkan di atas jidat, dan sisanya asyik meluncur bak percikan kembang api di udara. Sesekali ada satu bola meleset dan jatuh. “Seperti memanen padi, pasti ada saja yang tak sempurna,” ujarnya.

Begitulah. Boleh dikatakan pertunjukan sirkus kontemporer malam itu lebih menarik dan menyenangkan dibanding pentas sebelumnya bertajuk “Un loup pour l’homme” oleh Frederic Arsenault dan Alexander Frey. Saat itu, pertunjukan sirkus yang juga dipersembahkan oleh Pusat Kebudayaan Prancis tersebut hanya menampilkan teknik akrobat yang monoton.

AGUSLIA HIDAYAH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

11 Desember 2023

Mengenang Musikus Bengal: Harry Roesli
Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

Pada 11 Desember 2004, musisi Harry Roesli tutup usia. Ia merupakan seorang pemain musik yang dijuluki Si Bengal dan pencipta lagu yang produktif.


Asyiknya Merakit Gundam Plastik

22 Oktober 2023

Asyiknya Merakit Gundam Plastik

Berawal dari anime serial Gundam, banyak orang tertarik merakit model kit karakter robot tersebut.


Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

30 Juni 2023

Konferensi pers  Solo Exhibition
Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

Pameran seni kontemporer ini dibuka untuk umum tanpa reservasi dan tidak diperlukan biaya masuk.


Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

28 Agustus 2021

Pameran tunggal Zahrah Zubaidah alias Zazu bertajuk Studi Karantina. (Dok.Orbital Dago)
Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

Zahra Zubaidah tidak menyangka, sekolah seni ternama itu terbatas hanya mengandalkan seni kontemporer.


Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

8 Juli 2021

Karya seni instalasi karya sutradara Riri Riza berjudul Humba Dreams (un)Exposed dipajang di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

Menparekraf Sandiaga Uno mengapresiasi penyelenggaraan Artjog sebagai ruang yang mempertemukan karya seni para seniman dengan publik secara luas.


Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Tari Legong Semarandana dalam pertunjukan Budaya Pusaka Kita: Bangga pada Budaya Nusantara yang digelar Wulangreh Omah Budaya., Sabtu, 13 Februari 2021. Tempo/Inge Klara Safitri.
Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.


Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

28 Juli 2019

Sutradara Riri Riza saat menghadiri gala premiere film Athirah di XXI Epicentrum, Jakarta, 26 September 2016. Film ini diperankan aktor diantaranya Cut Mini, Christoffer Nelwan, Indah Permatasari, Tika Bravani, dan Jajang C Noer. TEMPO/Nurdiansah
Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

Seni instalasi karya Riri Riza bersama seniman lainnya berjudul Humba Dreams (un) Exposed ditampilkan di Artjog 2019 di Yogyakarta.


Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

26 Juli 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka Artjog 2019 di Jogja National Museum Yogyakarta. TEMPO | Shinta Maharani
Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka Artjog 2019 dan berbicara di panggung selama 10 menit tanpa teks.


Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

7 Februari 2019

Cooke Maroney (Artforum)
Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

Tunangan Jennifer Lawrence, Cooke Maroney, adalah seorang art dealer seni kontemporer. Ia pernah bekerja dengan beberapa tokoh seni Amerika.


Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

7 Oktober 2018

Pengunjung Nuit Blanche Taipei 2018 berfoto di instalasi bertajuk Hug di kota Taipei, Taiwan, Sabtu, 6 Oktober 2018. (Martha Warta Silaban/ TEMPO)
Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

Sejak Sabtu malam hingga pagi hari, pengunjung Nuit Blanche dapat menikmati 70 pertunjukan dan 43 instalasi seni yang tersebar di kota Taipei, Taiwan.