TEMPO Interaktif, Jakarta - Bukan Melayu, itulah yang didengungkan pertama kali oleh band pendatang baru bernama Parafien. Di tengah gempuran genre musik itu, band yang beranggotakan lima pemuda berbakat yakni Rizki [vokal], Gilang [gitar], Erik [gitar], Sigit [drum] serta Bayu [bass], justru menegaskan pilihan idelaisme bermusik mereka.
Nama Parafien punya makna tersendiri bagi para personel “Mungkin karena di antara kami ada yang anggota pencinta alam dan kerap bersinggungan dengan sebuah bahan bakar bernama paraffin yang bisa menghangatkan sekaligus menerangi, sepertinya nama itu cocok. Namun, untuk menunjang dari segi komersial kita rubah sedikit menjadi Parafien,” ujar Rizki sang vokalis.
Berawal bertemu saat menempuh bangku kuliah di tahun 2007 lalu, kelimanya pun sepakat membentuk band. Bukan sekadar hobi ataupun iseng-iseng, mereka punya misi masa depan. Berniat menancapkan target masuk dapur rekaman untuk dua tahun kedepan. Pencanangan yang tak muluk, pasalnya sebelum berfusi mereka pernah mempunyai band masing-masing.
Dan di tahun ini, target itu pun terwujud. Parafien merilis album perdananya bertajuk Sadarkah (Engkau Bila Hati). Pengumpulan materinya telah dilakukan sejak setahun lalu. Cinta pun masih menjadi sumber inspirasi lirik.
Namun jangan keburu membayangkan lagu melayu mendayu. Mungkin Parafien salah satu dari segelintir band yang berani mengatakan; 'Kami tidak melayu!'. Dengan sentuhan tangan perpengalaman seperti Ricky Five Minutes sebagai peroduser, Parafien mampu memunculkan sisi pop altenatif dengan sentuhan modern, tanpa musik melayu.
Cobalah menyimak single hits mereka berjudul Hancur. Sisi distorsi rock menjadi hidangan kental di musiknya. Tak terlalu keras porsinya, sebab masih dalam koridor pop dengan lirik yang universal. Nomor ini boleh dibilang mewakili warna musik Parafien.
Dengarkan juga nomor lain berjudul Sadarkah. Corak musiknya modern rock dengan sentuhan sequencer. Nomor ini diyakini sang produser bisa menjadi penyegar telinga pecinta musik yang tengah jenuh dengan irama monoton.
Aguslia Hidayah