Lagu Kemarau belum selesai dimainkan, tapi motor simakDialog, Riza Arshad, memilih menghentikannya. “Daripada jadi antiklimaks,” kata Riza yang disambut tawa penonton.
Riza memang cukup hati-hati membawakan lagu. Ia sangat memperhatikan reaksi penonton. Berulang kali kepalanya menoleh ke arah 90-an penonton. Kehati-hatian serupa ia tunjukkan saat konser grupnya yang lain, Trioscapes di Teater Salihara, awal bulan ini.
Riza sadar, lagu-lagu yang dibawakan simakDialog (begitu juga Trioscapes) tak mudah diterima kuping. Grup yang beranggotakan gitaris Tohpati Ario Hutomo, basis Adhitya Pratama, Endang Ramdan dan Erlan Suwardana pada kendang, Cucu Kurnia (metal toys), dan Riza Arshad pada keyboard ini membawakan progressive jazz yang tak jamak di negeri ini. “Musik kami tak menjual di sini,” kata Tohpati usai pentas.
Toh penonton, sepertiganya orang asing, tetap betah menyaksikan konser sekitar dua jam itu. Grup yang berdiri sejak 1993 itu pun tampil konstan dan prima, meski komposisi yang disajikan cukup rumit.
Dibuka dengan permainan tenang lewat Karuhun, nada-nada mayor dari Rhodes dan rhytm gitar Tohpati menghangatkan telinga penonton. Permainan kendang tak terlalu cepat dan cenderung menjadi pengiring. Di tengah lagu, Tohpati menggunakan efek suara bergema disertai chord sederhana dari Riza. Lagu menjadi getir dan ditutup dengan agak mengambang. Riza dan kawan-kawan seperti ingin membiasakan penonton melalui lagu yang tak terlalu cepat.
Barulah pada lagu kedua, Disapih, permainan menjadi nge-beat.. Endang memainkan kecrek di awal dan berpadu dengan permainan kendang Erlan yang keras dan cepat. Perlahan melambat, dan Riza memainkan lead melodi, membawa lagu kembali cepat. Irama kendang pun seperti berlari. Kontras dengan petikan santai gitar.
Menjelang akhir lagu, semua bermain dengan cepat dan keras. Tiba-tiba, tempo lagu berubah menjadi lambat, seperti menunjukkan lagu akan habis. Tapi, tempo permainan kembali cepat dengan suara kendang makin keras. Barulah lagu benar-benar selesai. Sebuah ending yang cukup mengejutkan sekaligus menarik.
Meski tak menggunakan drum—Riza memilih tak menggunakan drum lagi sejak Arie Ayunir pergi ke Amerika—tak ada kekosongan suara ketuk. Permainan kendang Endang dan Erlan mampu menjalankan fungsi drum. Bahkan, keduanya mampu menghadirkan elemen perkusi yang memperkaya permainan. Malam itu, kendang tak lagi sekedar pengiring atau pelengkap. Mereka juga menjelma menjadi alat musik utama.
Dalam tembang Sali Lana, misalnya, terlihat kemampuan kendang sebagai pengatur tempo. Diawali dengan tepuk tangan Endang dan Erlan, lalu suara kendang mengentak dengan tempo cepat. Riza lalu memainkan nada tinggi yang meluncur cepat ke nada rendah. Di tengah lagu, kendang bermain santai, kadang disertai teriakan. Tiap beberapa detik, suara kendang kembali mengeras. Kadang, kendang berhenti dan memberi ruang permainan melodi Riza. Saat Tohpati mengambil peran lead dengan melodi yang melengking, kendang justru bermain pelan dengan ketukan teratur dari Cucu Kurnia yang memainkan kethuk, ceng-ceng, saron, kecrek, dan tamborin.
Lagu ini juga memberi ruang duo kendang bermain solo. Endang menghadirkan bunyi seperti air memenuhi wadah yang kian penuh, dengan hanya ditemani denting pelan metal toys. Setelah itu, Endang menghadirkan permainan keras dan cepat. Begitu pun Erlan mampu menyajikan permainan kendang yang meledak cepat. Duet mereka menghadirkan suasana perkusif Sunda yang menakjubkan.
Sali Lana seperti menjadi puncak permainan simakDialog. Duet kendang berubah menjadi permainan trio dengan menyertakan Cucu yang sebelumnya sempat bermain solo, menghadirkan dentingan alat metal nan nyaring. Permainan trio begitu meriah, dengan perubahan tempo yang begitu cepat, kadang berlari, kadang melambat. Barulah Tohpati masuk dengan paduan kocokan dan petikan yang juga sangat cepat, serta Riza yang mampu mengimbangi kecepatan permainan. Kecepatan yang terjaga hingga akhir lagu dan memanaskan pertunjukan.
Tapi tak hanya sampai di situ. Lagu terakhir, Throwing Word, juga menunjukkan permainan trio yang cepat dan meledak-ledak. Lagu ini menjadi penutup pertunjukan dengan sangat manis.
Pertunjukan malam itu juga menghadirkan duet Tohpati-Riza, dua personil terlama di simakDialog. Permainan keduanya begitu lembut dalam Mahesa dan Jauh. Tohpati memainkan melodi sederhana, pun permainan keyboard Riza tak terlalu kencang. Paduan nada keduanya begitu mengalun dan menghadirkan suasana sendu.
Sayang, permainan solo bas belum terlihat selama pertunjukan. Tata suara juga tak terlalu bagus dan sempat menghasilkan noise yang mengganggu telinga. Tapi semua kekurangan itu tertutup oleh permainan kompak para personil simakDialog.
PRAMONO