TEMPO Interaktif, Ini kisah Peter dan Serigala. Seorang anak kecil bernama Peter hidup bersama kakeknya di tepian hutan. Pagi yang cerah itu, Peter membuka pintu gerbang rumahnya dan menuju padang rumput hijau. Ia bertemu dengan bebek dan burung kecil yang cerewet.
Si burung dan bebek saling mengejek. Lalu datanglah kucing malas yang ingin menerkam burung. Tiba-tiba Peter berteriak mengingatkan si burung akan kehadiran kucing. "Awas!" pekik Peter. Sementara si burung terbang tinggi ke arah pohon, kucing mengejar menaiki batang pohon itu hingga ke dahannya.
Begitulah sepenggal kisah dalam lagu bertajuk Peter and The Wolf, opus 67 karya Sergei Prokofiev yang disuguhkan Nusantara Symphony Orchestra (NSO) dalam konser di Balai Sarbini, Jakarta, pada Kamis malam pekan lalu. Konser berjudul “A French Tribute to the Young Audience” itu dikonduktori oleh dirigen muda Prancis, Michael Cousteau.
Dalam pergelaran yang merupakan rangkaian dari Festival Kebudayaan Prancis itu, NSO membawakan karya-karya maestro musik. Dan repertoar Prokofiev itu menjadi penutup dari perhelatan tersebut. Peter and The Wolf adalah sebuah lagu dengan mengusung cerita di dalamnya. Masing-masing penokohan diinterpretasikan oleh instrumen berbeda. Tokoh Peter, misalnya, dalam orkestra itu diperankan oleh kelompok instrumen gesek: violin, viola, cello, dan kontrabas. Adapun si burung kecil yang cerewet digambarkan oleh instrumen flute. Oboe memainkan karakter bebek. Lalu, kucing diperankan oleh klarinet.
Di awal lagu, ada narator yang diperankan oleh Rangga Bhuana. Anak pertama bos Teater Koma, Nano Riantiarno, ini menuturkan skema dan alur cerita. Setiap kalimat lagu dijelaskan dengan sangat gamblang oleh Rangga, bergantian hingga membentuk satu cerita utuh.
Kita lanjutkan kisahnya. Sang kakek keluar dari rumah mencari cucu yang sangat disayanginya. Ia marah karena Peter keluar dari pagar. "Ini tempat yang berbahaya. Jika serigala keluar dari hutan, apa yang akan kau lakukan?" kata kakek. Instrumen bassoon dengan karakter suaranya yang berat menggambarkan tokoh kakek yang sangat berwibawa.
Namun Peter tak menggubrisnya. Ia tak takut pada serigala. Sang kakek menarik tangan Peter, membawanya ke dalam rumah, dan mengunci pintu gerbang. Tiba-tiba serigala kelabu itu datang. Trio french horn, dengan suaranya yang pengar, menggambarkan watak serigala yang culas. Serigala itu menerkam bebek dan menelannya seketika. Flute, klarinet, dan french horn bersahutan menggambarkan ketakutan burung dan kucing.
Peter keluar dari rumah untuk menangkap serigala itu. Berbagai instrumen bersahutan, menandakan pertarungan yang seru. Lalu tympani bergemuruh, sang pemburu datang. Ia bersiap membidik serigala. Namun Peter menolak. Ia meminta agar serigala itu dimasukkan ke kebun binatang. Akhirnya, mereka bersama-sama menggiring serigala itu.
Begitulah. Repertoar lain yang dimainkan pada malam perhelatan itu adalah Symphony no. 4 in C minor karya Henri-Joseph Rigel dan Petite Suite karya Claude Debussy.
Tak kalah menarik, NSO juga memainkan lagu berjudul Nyi Ronggeng karya komponis Indonesia, Yazeed Djamin. Lagu ini dibuat oleh Yazeed pada 1988, terinspirasi akan tarian rakyat dari Karawang dan Cikampek, Jawa Barat, itu. Penari perempuan muda sebagai ronggeng acap kali dinilai buruk oleh masyarakat.
Komposisi ini terdiri atas empat bagian. Bagian pertama menggambarkan karakter ronggeng dengan warna etniknya. Kedua adalah konflik batin antara penari ronggeng dan lingkungan yang dihadapinya. Lalu, perjuangannya melawan lingkungan itu menjadi cerita pada bagian ketiga. Dan bagian terakhir adalah keadaan ketika ronggeng harus menerima nasibnya.
Gendang, yang dimainkan oleh Jalu Gatot Pratidina, membawa warna etnik pada orkestra tersebut. Di sela repertoar itu pula, disisipi tari ronggeng, yang dibawakan oleh Gita Novia Sofyan dengan iringan gendang. Perpaduan itu membuat orkes menjadi layaknya musik rakyat. Penampilan itu disambut meriah para penonton.
l ISMI WAHID