Tiga Hati, Dua Dunia, Satu Cinta
Genre: Drama Romantis
Sutradara: Benni Setiawan
Pemain: Reza Rahadian, Laura Basuki, Arumi Bachin, Rasyid Karim, Henidar Amroe, Robby Tumewu, Ira Wibowo
---------
Mizan Production makin lihai saja dalam menelurkan film hiburan yang berpeluang laris di pasar. Setelah sukses dengan Laskar Pelangi dan Emak Ingin Naik Haji, kini Mizan menghidangkan “sup ayam hangat” baru untuk penonton Indonesia dengan menu gado-gado dari puisi W.S. Rendra, komedi peci, dan cinta beda agama dalam film Tiga Hati, Dua Dunia, Satu Cinta. Film ini akan hadir di bioskop pada awal bulan depan.
Film yang semula diberi judul Komidi Putar ini diangkat dari Da Peci Code serta Balada Rosid dan Delia, dua novel karya Ben Sohib. Sutradara Benni Setiawan kemudian mengadaptasinya ke layar lebar dengan membongkar naskahnya di sana-sini dan memasukkan berbagai unsur baru. “Kesamaan cerita dengan novelnya memang hanya 40 persen,” kata Benni.
Film ini sebenarnya mengangkat masalah cinta beda agama, tema kontroversial yang sudah pernah muncul di film lain, seperti Cin[t]a karya sutradara muda Sammaria Simanjuntak pada 2009. Film drama independen bikinan mahasiswa Institut Teknologi Bandung itu mengangkat kisah cinta antara Cina, mahasiswa baru keturunan Tionghoa, dan Annisa, mahasiswi muslim.
Film Tiga Hati juga mempertemukan dua hati yang berbeda keyakinan: Rosid (Reza Rahadian), pemuda muslim, dan Delia (Laura Basuki), gadis Manado penganut Katolik yang taat. Sepasang kekasih ini harus menempuh jalan berliku untuk memperjuangkan cinta mereka. Batu sandungan bukan hanya datang dari keluarga masing-masing, tapi juga kehadiran seorang gadis cantik berjilbab.
Rosid adalah pemuda Betawi nyentrik keturunan Arab yang digambarkan sebagai seniman kribo yang idealis dan terinspirasi menjadi penyair besar sekaliber W.S. Rendra. Gayanya yang cuek dan dandanannya yang tak Islami membuat sang ayah, Manysur (Rasyid Karim), selalu naik pitam.
Persoalannya sederhana: tak ada peci yang muat untuk rambut kribo Rosid. Padahal, bagi Mansyur, peci adalah lambang kesalehan dan kesetiaan kepada Islam. Mansyur memaksa Rosid selalu berpeci ke mana-mana, karena begitulah seharusnya adat seorang muslim Betawi.
Soal peci belum beres, Rosid malah bikin masalah baru dengan memacari Delia. Kedua orang tua Rosid dan Delia pun putar otak untuk memutus hubungan nekat itu. Orang tua Rosid, Mansyur dan Muzna (Henidar Amroe), menjodohkan si kribo dengan Nabila (Arumi Bachsin), muslimah cantik yang juga mengidolakan puisi-puisi Rosid. Adapun Frans (Robby Tumewu) dan Martha (Ira Wibowo), orang tua Delia, berupaya mengirim anak semata wayangnya bersekolah ke Amerika Serikat.
Pada saat ego orang tua bertakhta, Rosid dan Delia tak mau menyerah. Singkat kata, beberapa peristiwa terjadi, yang pelan-pelan meluluhkan hati orang tua mereka dan membuat mereka mencoba berdamai dengan anak masing-masing. Nah, ketika ego sudah luluh, eh, malah hati Rosid dan Delia yang bimbang. “Apa artinya jika cinta kita bahagia tapi banyak orang yang kita sayangi menangis,” ucap Delia bersimbah air mata.
Ada banyak ide tertuang dalam film ini. Setelah Benni mengantongi ide dari dua novel tersebut, Mizan pun berkeinginan mengenang W.S. Rendra melalui media ini. “Aslinya, Rosid adalah wartawan. Tapi, dalam proses produksi, Mizan ingin ada pesan mengenang Rendra,” kata Benni. Maka, jadilah Rosid si penyair kribo. Porsi syair-syair Rendra dalam film ini pun terlihat dikebut di bagian penutup film, sehingga terkesan dipaksakan.
Permainan pasangan Reza Rahadian-Laura Basuki kali ini tampil cukup baik. Kemunculan Laura sebagai pendatang baru yang dipercaya memerankan tokoh utama menandakan peningkatan perannya, yang selama ini mentok pada jabatan pemeran pembantu. Adapun Reza, aktor yang menerima penghargaan Pemeran Pendukung Pria Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2009 lewat Perempuan Berkalung Sorban, malah berakting standar saja.
AGUSLIA HIDAYAH
------
Jalan Aman tanpa Gereget
Setelah dua debut filmnya yang konsisten dengan genre drama romantis, yakni Bukan Cinta Biasa dan Cinta Dua Hati, Benni Setiawan masih percaya diri memilih genre serupa untuk film terbarunya yang mengulik persoalan cinta beda agama. “Genre ini bisa hidup dan disukai semua orang dan di era kapan pun. Saya akan terus konsisten dengan genre ini,” katanya.
Namun, berbeda dari film sebelumnya, tema film terbarunya ini kontroversial tapi, “Saya mengambil jalan aman untuk akhir cerita,” katanya. Menurut Benni, keputusan ini dilakukan agar sesuai dengan jalan cerita di novel, sehingga jalan tengah pun diambil Rosid dan Delia. Sebagian penonton boleh jadi akan kecewa karena penutupnya jadi kurang gereget.
Syuting film ini memakan waktu empat bulan dan dilakukan di Bogor. “Kendalanya hanya cuaca yang tak menentu. Saat itu di Bogor sering hujan,” katanya. Harapan Benni, film ini mampu menarik perhatian penonton tak hanya yang beragama muslim, tapi lebih luas lagi.
AGUSLIA HIDAYAH